Pemerintah Dongkrak Ekspor Saat Industri Tertekan Kenaikan Inflasi dan Suku Bunga
Pemerintah terus memfasilitasi perdagangan untuk mendongkrak ekspor. Namun, di sisi lain, pelaku usaha dan industri mulai tertekan inflasi tinggi, depresiasi nilai tukar rupiah, dan kenaikan suku bunga.
Oleh
Hendriyo Widi
·5 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Chef mendemonstrasikan cara memasak steak di salah satu gerai peserta pameran Trade Expo Indonesia (TEI) ke-37 yang digelar oleh Kementerian Perdagangan di ICE, BSD City, Tangerang, Banten, Rabu (19/10/2022). Transaksi TEI 2022 ditargetkan mencapai 10 miliar dollar AS. TEI tahun ini diikuti 795 pelaku usaha ekspor dan 2.288 pembeli potensial dari 176 negara.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus berupaya mendongkrak ekspor, antara lain, melalui pameran perdagangan dan misi dagang yang membuahkan kontrak-kontrak bisnis. Di sisi lain, pelaku industri tengah tertekan kenaikan inflasi dan suku bunga, serta depresiasi nilai tukar rupiah.
Dalam Trade Expo Indonesia (TEI) 2022, Kementerian Perdagangan berhasil memfasilitasi terwujudnya 100 kontrak dagang pelaku usaha nasional dengan para pembeli dari 14 negara. Total nilai transaksi kesepakatan dagang pada hari pertama pameran perdagangan itu mencapai 1,19 miliar dollar AS atau Rp 18,45 triliun.
Ke-14 negara itu adalah Jepang, Malaysia, Belanda, Arab Saudi, Italia, Inggris, Amerika Serikat, Australia, Brasil, Spanyol, Jerman, Bangladesh, Jerman, dan Filipina. Transaksi terbesar dibukukan oleh Jepang dan Malaysia masing-masing senilai 411,24 juta dollar AS dan 175,89 juta dollar AS.
Komoditas yang diminati para pembeli dari 14 negara itu antara lain produk makanan dan minuman, perikanan, kertas, cangkang kelapa sawit, obat-obatan, sayuran, briket, gula aren, kopi, furnitur, produk kecantikan, rempah-rempah, produk kayu, dan ban kendaraan bermotor. Selain itu, terdapat pula kontrak investasi untuk proyek pasokan daya untuk memenuhi kebutuhan listrik kapal sandar.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Kamis (20/10/2022), mengatakan, penandatanganan 100 kesepakatan dagang itu menunjukkan antusiasme para mitra dagang Indonesia dari luar negeri masih besar. Di tengah ketidakpastian ekonomi, mereka tetap percaya dan berupaya memperkuat perdagangan untuk memulihkan ekonomi global.
”Hal itu juga tidak terlepas dari peran perwakilan perdagangan Indonesia di luar negeri, yakni para atase perdagangan dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC). Mereka berkomitmen memfasilitasi dan meningkatkan produk-produk Indonesia di pasar-pasar negara mitra,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta.
Di tengah ketidakpastian ekonomi, mereka tetap percaya dan berupaya memperkuat perdagangan untuk memulihkan ekonomi global.
TEI 2022 digelar secara luring pada 19–23 Oktober 2022 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang, Banten, dan daring pada 19 Oktober-19 Desember 2022. Pameran tersebut mengusung tema sama dengan Presidensi G20 Indonesia, yakni ”Strengthening the Global Trade for Stronger Recovery”.
Pameran perdagangan itu diikuti oleh 795 pelaku usaha dan dihadiri 2.288 pembeli potensial dari 176 negara. Transaksinya ditargetkan bisa mencapai 10 miliar dollar AS atau meningkat 65 persen dari realisasi transaksi TEI 2021 yang sebesar 6,1 miliar dollar AS. Transaksi dan penjajakan bisnis antara pelaku usaha di TEI 2022 tersebut diharapkan dapat mendongkrak ekspor nasional pada tahun ini dan tahun depan.
Hingga September 2022, surplus neraca perdagangan RI masih besar. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada September 2022 neraca perdagangan RI surplus sebesar 4,99 miliar dollar AS. Hal itu membuat surplus neraca perdagangan Januari-September 2022 semakin bertambah menjadi 39,87 miliar dollar AS.
Namun, Indonesia perlu mewaspadai dan mengantisipasi perlambatan ekonomi sejumlah negara tujuan ekspor utama dan penurunan harga komoditas global. Hal itu sudah mulai memengaruhi kinerja ekspor Indonesia pada September 2022.
Ekspor Indonesia pada September 2022 mencapai total 24,8 miliar dollar AS atau turun 10,99 persen secara bulanan. Ekspor nonmigas juga turun 10,31 persen secara bulanan menjadi 23,48 miliar dollar AS.
Potensial pembeli melihat produk yang dipamerkan dalam Trade Expo Indonesia (TEI) Ke-37 di ICE, BSD City, Tangerang, Banten, Rabu (19/10/2022). Transaksi TEI 2022 ditargetkan mencapai 10 miliar dollar AS. TEI tahun ini diikuti 795 pelaku usaha ekspor dan 2.288 pembeli potensial dari 176 negara.
Tantangan
Indonesia tidak akan mudah untuk meningkatkan ekspor dan memacu pertumbuhan industri nasional karena banyak tantangan yang muncul baik dari dalam maupun luar negeri. Hal itu mengemuka dalam Forum Perdagangan, Pariwisata, dan Investasi 2022 yang merupakan salah satu bagian dari TEI 2022.
Dalam forum itu, Direktur Pelaksana Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan Bank Dunia Mari Elka Pangestu menuturkan, pada Januari-Juli 2022 perdagangan barang global masih tumbuh lambat karena perlambatan ekonomi di China dan perang di Ukraina. Volume dan nilai perdagangan tersebut tumbuh masing-masing 5 persen dan 17 persen secara tahunan.
Hal itu menunjukkan rantai pasok perdagangan masih terdisrupsi kendati biaya pelayaran global sudah mulai turun 50 persen dibandingkan pada awal tahun 2022. ”Volume perdagangan global masih akan tumbuh lambat karena konsumen menahan belanja akibat kenaikan inflasi dan depresiasi nilai tukar mata uang sehingga menyebabkan ekonomi tumbuh melambat, bahkan resesi,” ujarnya.
Volume perdagangan global masih akan tumbuh lambat karena konsumen menahan belanja akibat kenaikan inflasi dan depresiasi nilai tukar mata uang sehingga menyebabkan ekonomi tumbuh melambat.
Pada 5 Oktober 2022 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memproyeksikan volume perdagangan global pada 2022 masih tumbuh 3,5 persen, lebih baik dari proyeksi April 2022 yang diperkirakan tumbuh 3 persen. Namun, pada 2023 volume perdagangan global diperkirakan hanya tumbuh 1 persen, turun drastis dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 3,4 persen.
Proyeksi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentang Pertumbuhan Ekonomi dan Volume Perdagangan Global pada 2022 dan 2023.
Menurut Mari, setiap negara, termasuk Indonesia, perlu mengembangkan perdagangan yang terbuka dan multilateral. Berbagai peluang dapat dilakukan oleh pelaku usaha dan Pemerintah Indonesia.
Pelaku usaha dapat mendiversifikasi ekspor ke negara-negara lain yang pertumbuhan ekonominya masih baik. Adapun Pemerintah Indonesia dapat mengoptimalkan perjanjian-perjanjian perdagangan dengan negara lain dan menumbuhkan investasi melalui omnibus law cipta kerja. Investasi itu dapat diarahkan pada pengembangan industri pengolahan dan infrastruktur, terutama untuk mengatasi hambatan atau bottle neck logistik nasional.
”Indonesia juga bisa masuk ke rantai pasok produk dan energi hijau. Salah satunya dengan mempersiapkan industri yang mengadopsi teknologi dan standardisasi produk ramah lingkungan,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Juan Permata Adoe mengatakan, sebenarnya perdagangan dan industri nasional sudah mulai tumbuh mendekati level sebelum pandemi Covid-19. Industri manufaktur, misalnya, kapasitas produksinya pada triwulan II-2022 meningkat 72,91 persen atau sedikit di bawah rata-rata sebelum pandemi yang sebesar 73,75 persen.
Indeks Manajer Pembelian (PMI) Industri Pengolahan Indonesia pada September 2022 juga berada di level ekspansi, yakni 53,7. Angka itu sedikit lebih tinggi daripada negara-negara di ASEAN yang rata-rata PMI-nya sebesar 53,5.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Para pekerja menyelesaikan produksi sepatu di industri pembuatan sepatu di Cikupa, Tangerang, Banten, Selasa (30/4/2019).
Namun, pada triwulan III dan IV tahun ini, lanjut Juan, pelaku usaha dan industri menghadapi tantangan yang tidak mudah. Tantangan itu mulai dari ketidakpastian ekonomi global, inflasi, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, hingga kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).
Kami berharap pemerintah dan BI mengkaji kembali kebijakan itu, serta perbankan tidak menaikkan suku bunga kredit di atas satu digit, maksimal 9 persen saja.
Inflasi akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat. Depresiasi nilai tukar rupiah akan membebani pelaku industri, terutama yang mengandalkan impor bahan baku atau penolong. Peran bahan baku atau penolong ini sebesar 77,14 persen dari total impor pada Januari-September 2022.
”Adapun kenaikan suku bunga acuan BI akan membuat suku bunga kredit perbankan naik. Hal ini akan menekan pelaku usaha yang belum pulih dari dampak Covid-19. Kami berharap pemerintah dan BI mengkaji kembali kebijakan itu, serta perbankan tidak menaikkan suku bunga kredit di atas satu digit, maksimal 9 persen saja,” kata Juan.