Laba bersih Bank Central Asia Tbk pada kuartal ketiga 2022 naik 24,8 persen menjadi Rp 29 triliun. Kenaikan ini ditopang oleh kenaikan kredit 12,6 persen.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Laba bersih Bank Central Asia Tbk pada kuartal ketiga 2022 naik 24,8 persen secara tahunan menjadi Rp 29 triliun. Kenaikan ini ditopang oleh kenaikan kredit sebesar 12,6 persen. Sementara dari pendanaan, dana berupa giro dan tabungan naik 15,1 persen dari periode sama tahun lalu.
Kenaikan tingkat suku bunga acuan yang diumumkan oleh Bank Indonesia sudah sesuai dengan perkiraan sebelumnya. Kenaikan suku bunga acuan terhadap tingkat bunga simpanan dan kredit di BCA akan beragam, tergantung dari skema masing-masing jenis simpanan juga kredit.
Pertumbuhan kredit BCA terjadi pada semua lini. Hal ini sejalan dengan pemulihan ekonomi yang terjadi pada berbagai sektor. Kredit korporasi naik 13,4 persen dari periode sama tahun lalu hingga mencapai Rp 306,1 triliun pada akhir September 2022. Adapun kredit komersial dan kredit untuk segmen usaha kecil menengah naik 12,6 persen menjadi Rp 203,5 triliun. Kredit kepemilikan rumah naik 10,4 persen menjadi Rp 105 triliun dan kredit kepemilikan kendaraan naik 9,2 persen menjadi Rp 43,8 triliun.
”Dalam pelaksanaan dua kali ekspo di tahun ini, kami menerima total aplikasi KPR dan KBB senilai Rp 30 triliun,” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja dalam paparan kinerja Kamis (20/10/2022).
Menanggapi kenaikan tingkat suku bunga acuan, Jahja mengatakan, dampaknya akan berbeda-beda pada setiap bank. ”Tergantung dari struktur pendanaan. Kalau banyak dana berupa deposito satu bulan struktur cost-nya naik, kalau deposito 6 dan 12 bulan tentu masih punya lebih banyak waktu untuk penyesuaian. Pada lending, ada beberapa hal yang perlu kita lihat, seperti kalau suku bunga KPR fix dalam waktu tertentu, tentu tidak akan berubah,” kata Jahja. Sebaliknya dalam perjanjian kredit yang mengandung unsur perhitungan JIBOR akan lebih cepat penyesuaiannya karena tingkat suku bunga JIBOR pun sudah berubah.
Jahja mengatakan, kenaikan tingkat suku bunga ini sudah sesuai dengan perkiraan di kalangan perbankan. “Kita sudah ekspektasi akan terjadi kenaikan sebesar 50 basis poin. Dengan kenaikan BI rate sebesar 125 basis poin, kita masih berada di bawah kenaikan suku bunga The Fed yang sudah menaikkan bunga hingga 300 basis poin. Saya mendapat info bahwa pada November The Fed akan kembali menaikkan 75 basis poin,” kata Jahja.
Dia juga mencermati, kenaikan suku bunga diperlukan untuk mengimbangi pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS yang sudah mencapai sekitar 8 persen sejak awal tahun. “Perlu ada penyesuaian, untuk bisa menjaga rupiah dari depresiasi. Walaupun terdepresiasi, rupiah lebih bagus dari currency lain yang ada,” kata Jahja. Likuiditas di pasar juga masih cukup terjaga.
Kinerja bagus
Para analis juga memperkirakan emiten terutama perbankan akan membukukan kinerja yang baik menjelang akhir tahun ini. ”Sektor perbankan akan menjadi fokus pada dua minggu ke depan di tengah rilis kinerja yang sebagian besar diperkirakan akan mengalahkan ekspektasi pasar,” demikian tim riset Mirae Sekuritas.
Senada, analis RHB Sekuritas Andrey Wijaya mengatakan, dari hasil diskusi dengan manajemen beberapa bank, mengindikasikan bahwa kenaikan suku bunga acuan sebesar 75-100 basis poin tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan kredit, seiring dengan kenaikan aktivitas ekonomi yang dapat mendorong kenaikan kredit modal kerja.
CEO Yugen Bertumbuh Sekuritas William Surya mengatakan bahwa pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan masih cenderung bergerak sideways. ”Peluang koreksi wajar dapat dimanfaatkan investor untuk melakukan akumulasi pembelian mengingat kinerja emiten yang terlihat membaik pada kuartal kedua dan memiliki potensi akan lebih baik pada kuartal ketiga. Hal ini tentunya dapat memberikan laporan kinerja yang dapat membantu mendongkrak performa IHSG dalam beberapa waktu mendatang,” kata William.