"EOR" Tak Cukup Jadi Solusi Andalan, Tingkatkan Produksi dengan Eksplorasi
Dengan eksplorasi, cadangan minyak dan gas baru akan ditemukan. Upaya eksplorasi ini bisa berjalan jika ada investasi.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·5 menit baca
KOMPAS/AGNES SWETTA PANDIA
Salah satu sumur migas milik Pertamina EP Asset 4, Sukowati Field, Bojonegoro, Jawa Timur.
JAKARTA, KOMPAS — Metode pengurasan minyak tingkat lanjut atau enhanced oil recovery diandalkan untuk menaikkan produksi. Namun, faktor keekonomian dan sumber lapangan tua dinilai membuat metode ini tidak bisa menjadi solusi untuk peningkatan produksi. Pemerintah perlu mengutamakan cara lain seperti eksplorasi lapangan baru.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (18/10/2022), mengatakan, metode pengurasan minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR) tidak bisa menjadi solusi andalan. EOR bertujuan untuk mengambil cadangan yang tersisa atau belum terangkat. Problemnya, selama ini pengurasan dilakukan di lapangan tua yang pada akhirnya sumbernya akan habis.
”Belum lagi dengan masalah keekonomian proyeknya. EOR ini otomatis lebih mahal dengan teknologi biasa. Umpamanya kita hendak mengambil air dari sumur, kalau mau mengambil air lebih dalam, kita perlu menambah tali tambang, dan itu perlu menambah biaya,” kata Komaidi.
Sebelumnya, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto, dalam paparan kinerja hulu migas triwulan III-2022, di Jakarta, Senin (17/10), mengatakan, EOR masuk ke dalam strategi jangka panjang untuk meningkatkan produksi, khususnya untuk mengejar target 1 juta barel minyak per hari pada 2030.
”Fokus tetap di Blok Rokan dengan progres saat ini, yaitu evaluasi POD (rencana pengembangan/plan of development) tahap 1 di Lapangan Minas telah selesai. Ekseskusinya sebagai bagian KKP (Komitmen Kerja Pasti),” kata Dwi.
Selain itu, studi soal proyek new steam flood dan water flood akan selesai pada triwulan IV-2022 hingga triwulan I-2023. Sementara itu, beberapa proyek yang sedang berjalan, antara lain Tanjung Polymer Field Trial oleh PT Pertamina EP di Lapangan Tanjung, Sumatera Selatan. Adapun proyek Gemah CO2 Injection di Lapangan Gemah, Jambi, akan dimulai pada November 2022.
”Peninjauan kembali dan pencarian potensi-potensi EOR berikutnya juga sedang dalam pelaksanaan,” kata Dwi.
Kendati EOR ini digalakkan pemerintah, tetapi tidak semua kontrak kerja sama (KKKS) menerapkannya. Faktor keekonomian, imbuh Komaidi, menjadi salah satu alasan mengapa kontraktor memilih untuk tidak menerapkannya. Bukan karena tidak bisa secara teknis, melainkan tidak logis secara ekonomis. Misalnya, EOR membutuhkan biaya 120 dollar AS per barel, sementara harga minyak lebih rendah dari biaya tersebut.
Untuk itu, EOR tidak bisa menjadi solusi satu-satunya untuk mengompensasi penurunan produksi atau mencapai target peningkatan produksi. EOR akan lebih efektif jika posisinya sebagai instrumen pelengkap untuk solusi lain. Adapun solusi lain yang perlu diutamakan adalah eksplorasi lapangan baru.
Dengan eksplorasi, cadangan minyak dan gas baru akan ditemukan. Menurut Komaidi, ketimbang mengandalkan lapangan tua dan mengeruk cadangan yang tersisa dengan EOR, lebih baik mencari cadangan baru guna meningkatkan produksi.
”Selama ini kita mengandalkan lapangan tua. Ibarat dunia olahraga, kita tidak melakukan regenerasi atlet. Atlet yang tua dipaksa untuk bertanding. Kalau begini, kapan mau jadi juara? Saat negara lain sudah melakukan regenerasi dengan baik, kita bisa ikut main saja sudah bagus,” ujar Komaidi.
Komaidi menambahkan, kunci untuk bisa melakukan eksplorasi adalah investasi. Investasi akan mendorong penemuan cadangan baru melalui eksplorasi. Sementara itu, investasi untuk eksplorasi masih di bawah 10 persen dari total investasi minyak dan gas. Sebanyak 90 persen digunakan untuk produksi yang existing. Penyebab minimnya investasi untuk eksplorasi, antara lain perizinan yang kompleks, risiko yang tinggi, serta aturan main yang tidak stabil.
Berdasarkan paparan kinerja hulu migas triwulan III-2022, kegiatan pengeboran sumur eksplorasi mencapai 21 sumur atau menyamai capaian triwulan yang sama tahun lalu. Namun, jumlah tersebut masih di bawah target yang jumlahnya sebesar 42 sumur eksplorasi.
Permudah perizinan
Secara terpisah, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS Mulyanto mendesak pemerintah untuk mendorong investasi, salah satunya dengan memudahkan perizinan. Menurut dia, perizinan yang mudah yang cepat merupakan sesuatu yang sangat vital dan dibutuhkan oleh investor.
”Selain itu, pemerintah perlu memberi dukungan kebijakan fiskal dan nonfiskal. Sebab, dukungan ini memungkinkan investor dapat lebih aman dan nyaman menanamkan uangnya lebih banyak lagi di dalam negeri, baik dalam rangka optimalisasi produksi maupun dalam rangka ekplorasi, khususnya dalam rangka mencari penemuan besar bagi lapangan migas baru,” ujar Mulyanto.
REBIYYAH SALASAH UNTUK KOMPAS
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto, dalam paparan kinerja hulu migas triwulan III-2022, di Jakarta, Senin (17/10/2022). Dwi mengatakan, pihaknya berusaha mendorong investasi dengan mempermudah perizinan.
Mulyanto juga menyinggung soal target produksi 1 juta barel minyak per hari pada 2030. Menurut dia, pemerintah kurang serius dengan target tersebut. ”Faktanya, yang terjadi bukannya kenaikan lifting (produksi siap jual) minyak, tetapi malah penurunan produksi dari tahun ke tahun, termasuk di saat harga migas sedang bagus-bagusnya. Ini kan paradoks,” tuturnya.
Berdasarkan laporan Kompas (17/10), Dwi Soetjipto mengatakan, penyebab belum tercapainya target lifting minyak adalah adanya gangguan operasional seperti cable fault di Lapangan Banyu Urip, Bojonegoro, Jawa Timur, dan berupa kebocoran selang pembongkaran pada September di Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL), Bojonegoro.
Per triwulan III-2022, realisasi lifting minyak mencapai 610.100 barel per hari atau masih di bawah target APBN 2022 yang sebanyak 703.000 barel per hari.
Adapun untuk meningkatkan investasi, Dwi menyebut akan memperbaiki iklim investasi hulu migas dalam negeri dengan memudahkan perizinan lewat layanan one door service policy (ODSP)
”Dengan layanan itu, ada kejelasan untuk KKKS dari segi perizinan. Mereka tidak perlu ke sana ke mari lagi. Waktu perizinan juga terus kami percepat. Dampaknya, dari target waktu proses perizinan mencapai 3 hari, sekarang jauh lebih cepat mencapai 1,04 hari,” kata Dwi.