Belum Semua Lembaga Penyiaran Swasta Bangun Infrastruktur Siaran Digital
Tak semua lembaga penyiaran swasta pemenang lelang penyelenggara multipleksing menunaikan kewajibannya membangun infrastruktur penyiaran digital. Infrastruktur di lokasi jatah dinilai sudah akomodatif.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebut tidak semua lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing menunaikan komitmennya membangun infrastruktur penyiaran digital di lokasi yang menjadi tanggung jawabnya. Pemerintah diharapkan bertindak tegas agar komitmen itu terlaksana dan migrasi penyiaran digital terestrial bisa berjalan secara optimal.
Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Geryantika Kurnia di Jakarta, Senin (17/10/2022) mengatakan, sejauh ini Metro TV Group yang sudah menunaikan komitmen tanggung jawab membangun infrastruktur di semua wilayah layanan yang menjadi jatah perusahaan itu. Namun, ada beberapa lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing yang mengembalikan beberapa lokasi mux yang menjadi jatah pembangunan mereka.
Salah satu alasan yang mengemuka dan diterima Kemkominfo adalah di lokasi daerah yang menjadi jatah tanggung jawab mereka sedikit siaran analognya dan mereka beranggapan infrastruktur (di daerah itu) sudah cukup mengakomodasi. Lembaga penyiaran swasta yang memenangkan lelang sebagai penyelenggara multipleksing (kanal frekuensi) harus membangun infrastruktur penyiaran digital di wilayah layanan siaran.
Sebagai gambaran, dalam konferensi pers penetapan pemenang seleksi penyelenggara multipleksing siaran televisi digital 2021, pada tanggal 3 Mei 2021, Emtek Group memperoleh 9 wilayah layanan siaran, Metro TV Group 9 wilayah, ANTV Group 2 wilayah, MNC Group 9 wilayah, Viva Group 5 wilayah, dan Transmedia Group 9 wilayah. “Coba tanya ke masing-masing penyelenggara agar lebih jelas alasan mereka mengapa tidak mau bangun seluruhnya,” kata dia.
Dia menyampaikan, pada saat penyusunan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, semua pelaku industri penyiaran selalu dilibatkan. Sebelumnya, migrasi siaran televisi analog ke digital terestrial akan dimasukkan dalam revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, tetapi proses revisi yang memakan waktu tiga kali program legislasi nasional gagal.
Dinamika migrasi dulu dan sekarang mirip. Ada sejumlah lembaga penyiaran enggan bermigrasi. Ada pula perdebatan single mux (penyelenggara mux tunggal) dan multi mux atau multipleksing. Kemudian, pemerintah akhirnya menyepakati multipleksing.
“(Soal tenggat migrasi) Pemerintah tetap berpedoman pada UU Nomor 11/2020 yaitu 2 November 2022. Kebijakan migrasi siaran digital diharapkan dapat mengefisiensikan penggunaan spektrum frekuensi, yaitu satu frekuensi penyedia siaran dapat digunakan oleh 6 hingga 12 stasiun televisi secara bersama-sama,” kata Geryantika.
Hitung ongkos
Wakil Ketua I Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Neil Tobing saat dikonfirmasi terpisah, mengatakan, lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing telah memperhitungkan ongkos pembangunan, perawatan, dan keuntungan yang akan diperoleh saat membangun infrastruktur pemancar digital. Maka, wajar jika ada di antara mereka memutuskan mengembalikan jatah wilayah siaran yang harus mereka bangun kepada negara.
Sebagai contoh, di Indonesia bagian timur. Neil mengatakan, warga di ibu kota provinsi di sana menerima siaran televisi terestrial dari hasil berlangganan layanan televisi kabel. “Perizinan siaran televisi terestrial di Indonesia bagian timur baru mulai 2010 dan bahkan ada yang tahun 2014. Masyarakat di wilayah itu sudah terlanjur terbiasa dengan layanan televisi kabel,” ujar Neil.
Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Josef Matheus Edward mengatakan, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran, lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing wajib membangun infrastruktur penyiaran digital terestrial. Apabila ada wilayah siaran yang sedikit penonton televisinya, lembaga penyiaran swasta bersangkutan seharusnya tetap membangun infrastruktur penyiaran digital. Sebab, transformasi digital di ranah penyiaran harus tetap berjalan.
Apabila ada lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing tidak memenuhi komitmen/kewajiban membangun infrastruktur, pemerintah dapat mengenakan sanksi administratif. Hal ini juga sudah tertuang di Pasal 43 PP Nomor 46/2021. Sanksi administratif yang dimaksud meliputi teguran tertulis, pengenaan denda administratif, penghentian sementara kegiatan usaha, pemutusan akses, daya paksa polisional, pencabutan layanan, dan perizinan berusaha.
Apabila ada lembaga penyiaran swasta penyelenggara multipleksing tidak memenuhi komitmen/kewajiban membangun infrastruktur, pemerintah dapat mengenakan sanksi administratif.
“Apabila pembangunan infrastruktur penyiaran diserahkan ke lembaga penyiaran publik, maka secara peraturan tidak boleh. Kewajiban pembangunan infrastruktur melekat pada lembaga penyiaran swasta pemenang lelang penyelenggara multipleksing,” ujar Ian.
Dari sisi konsumen, kreator konten asal Depok, Jawa Barat, Hendar Manto, berpendapat, rata-rata warga sebenarnya antusias dan menunggu ASO terealisasi. Dia mengamati, kelompok konsumen kelas menengah ke atas memang suka menonton siaran video beraliran langsung (video streaming) melalui gawai, tetapi mereka juga tetap memasang perangkat televisi digital terestrial. Tujuan mereka adalah menyediakan fasilitas akses hiburan bagi orangtua mereka.
Kelompok kelas menengah dan bawah juga masih ada yang menonton siaran televisi terestrial, seperti pertandingan sepak bola dan sinetron. Di antara mereka khawatir ketika siaran televisi analog terestrial mati, mereka tidak tahu harus mengakses konten hiburan apa.
“Tahapan tenggat ASO pernah dibuat. Berdasarkan pengamatan saya, setiap kali mendekati tenggat waktu, permintaan alat bantu penerima siaran digital terestrial melonjak. Ketika akhirnya muncul beberapa kali pengumuman tenggat yang batal, mereka menjadi kecewa dan harga alat bantu langsung anjlok,” ujar Hendar saat menghadiri diskusi Menyambut Analog Switch Off 2 November 2022 di Jakarta, Minggu (16/10/2022) malam.