Survei BI: Inflasi hingga Pekan Kedua Oktober Diperkirakan 0,05 Persen
Sejumlah komoditas pangan justru tercatat deflasi. Ini menunjukkan upaya pengendalian inflasi dari unsur pangan bergejolak sudah mulai terlaksana. Beberapa komoditas juga tengah panen sehingga pasokan terpenuhi.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Survei pemantauan harga yang dirilis Bank Indonesia menunjukkan, sampai dengan pekan kedua Oktober 2022 diperkirakan inflasi perkembangan harga terjadi sebesar 0,05 persen dibandingkan September 2022. Kenaikan ini diperkirakan merupakan dampak lanjutan kenaikan bahan bakar minyak atau BBM pada awal bulan lalu.
Mengutip survei ini, komoditas utama penyumbang perkiraan inflasi sampai pekan kedua Oktober 2022 dibandingkan bulan sebelumnya adalah bensin sebesar 0,05 persen, tarif angkutan dalam kota sebesar 0,04 persen, dan angkutan luar kota sebesar 0,01 persen. Selain itu, ada rokok kretek filter, tahu mentah, tempe, dan beras masing-masing sebesar 0,01 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Kendati demikian, ada pula sejumlah komoditas yang tercatat deflasi dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu telur ayam ras sebesar 0,09 persen, cabai merah besar sebesar 0,08 persen, dan daging ayam ras sebesar 0,03 persen. Komoditas lain penyumbang deflasi adalah cabai rawit sebesar 0,02 persen, tomat sebesar 0,01 persen, dan minyak goreng sebesar 0,01 persen.
Dalam keterangan pers, Jumat (14/10/2022), Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Junanto Herdiawan menjelaskan, mencermati pemulihan ekonomi nasional yang sedang berlangsung, BI secara periodik menyampaikan indikator inflasi. Terkait upaya pengendalian inflasi, BI akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait. Selain itu, juga terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.
Dihubungi pada Minggu (16/10/2022), Direktur Eksektufi Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan, perkiraan inflasi dari survei BI itu menunjukkan masih berlanjutnya dampak rambatan kenaikan harga BBM pada September lalu.
”Hal ini terlihat dari komoditas utama penyumbang inflasi adalah bensin itu sendiri. Selain juga ada kenaikan harga ongkos angkutan. Ini tak lepas dari besarnya BBM di dalam struktur biaya sektor transportasi. Kenaikan BBM pasti akan langsung diikuti biaya transportasi,” ujar Faisal.
Di sisi lain, Faisal menambahkan, sejumlah komoditas pangan justru tercatat deflasi. Ini menunjukkan upaya pengendalian inflasi dari unsur pangan bergejolak (volatile foods) sudah mulai terlaksana. Beberapa komoditas juga tengah panen sehingga permintaan masyarakat akan komoditas pangan sudah terpenuhi pasokannya sehingga harganya terjaga bahkan deflasi.
Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, inflasi yang diperkirakan dalam survei BI hingga pekan kedua Oktober itu terdorong dari unsur kenaikan ongkos barang dan jasa (cost push inflation). Hal ini dipicu dari pengurangan subsidi BBM sehingga mengerek harga jual komoditas energi itu. Kenaikan sejumlah ongkos itulah yang memicu ikut terkerek naiknya harga pokok penjualan (HPP) barang dan jasa.
Ajib mengatakan, inflasi yang terus meningkat ini perlu segera dikendalikan agar tidak melebihi pertumbuhan ekonomi, karena hal itu akan kian menekan daya beli masyarakat.
Triwulan keempat
Baik Ajib maupun Faisal memperkirakan inflasi bulan mendatang tidak akan lagi setinggi inflasi September walaupun kenaikan harga masih akan berlanjut dari efek rambatan atau lanjutan (second round impact) pada berbagai komoditas pasca-kenaikan harga BBM.
Namun, pemerintah juga perlu mencermati siklus ekonomi di triwulan keempat yang secara historis cenderung mengalami percepatan laju ekonomi. Hal itu dipicu belanja pemerintah yang dipercepat. Selain itu, juga ada momentum liburan Natal dan Tahun Baru yang meningkatkan konsumsi atau permintaan masyarakat. Pemberian tunjangan hari raya (THR) mendorong sisi agregat permintaan masyarakat. Di sisi lain, dunia usaha juga menawarkan promo dan potongan harga khusus pada momentum ini sehingga dari sisi agregat penawaran pun meningkat.
”Biasanya inflasi ikut naik lagi pada akhir tahun terdorong momentum liburan Natal dan Tahun Baru,” ujar Faisal.