Penetapan Upah Minimum 2023 Tetap Mengacu PP Nomor 36/2021
Harapan buruh agar Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan tidak dipakai untuk menetapkan upah minimum 2023 tak terwujud. Rapat Dewan Pengupahan Nasional memutuskan hal tersebut.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil rapat pleno Dewan Pengupahan Nasional menegaskan, penetapan upah minimum tahun 2023 tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Hal itu tidak sesuai tuntutan serikat pekerja/buruh yang menginginkan agar regulasi tersebut tidak dipakai karena bakal semakin menurunkan daya beli yang sudah tergerus oleh inflasi.
Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional Adi Mahfudz Wuhadji saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (14/10/2022), mengatakan, rapat pleno Dewan Pengupahan Nasional berlangsung pada Kamis (13/10/2022). Rapat ini dihadiri unsur pengusaha, serikat pekerja/buruh, serta perwakilan Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Badan Pusat Statistik.
Penetapan upah minimum tetap mengacu pada PP No 36/2021 tentang Pengupahan merupakan satu dari tiga rekomendasi yang dihasilkan selama rapat. Apabila ada serikat pekerja/buruh menginginkan diskresi atau perubahan atas ketentuan upah minimum itu, Adi menegaskan, dewan tidak sepakat.
”Sah-sah saja apabila ada serikat pekerja/buruh menuntut diskresi. Namun, kita perlu memahami bahwa PP No 36/2021 merupakan satu-satunya instrumen hukum dan kita tidak bisa kembali memakai PP No 78/2015 tentang Pengupahan,” katanya.
Rekomendasi kedua adalah mendorong mekanisme bipartit untuk urusan pengupahan, kecuali upah minimum. Dewan Pengupahan Nasional mendorong perundingan upah antara pengusaha dan pekerja/buruh memasukkan isu inflasi serta tetap mempertimbangkan kondisi perekonomian global dan setiap perusahaan.
Rekomendasi ketiga adalah mendorong penetapan upah minimum tepat waktu, yaitu paling lambat 21 November 2022 untuk upah minimum. Sementara upah minimum regional ditetapkan paling lambat 30 November 2022.
Iklim investasi
Ketua Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit saat dihubungi terpisah mengatakan, permintaan pesanan sepatu dan garmen tujuan ekspor turun rata-rata 50 persen, sedangkan garmen/tekstil dan produk tekstil turun 30 persen. Perang Rusia-Ukraina diduga sebagai pemicu. Pemutusan hubungan kerja massal di dua sektor industri padat karya tersebut berpotensi tidak terhindarkan.
Di tengah kondisi itu, demo serikat pekerja menuntut kenaikan upah tanpa memperhatikan regulasi dinilainya tidak kondusif. Pihaknya memandang esensi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta turunannya adalah mempertahankan dan menambah lapangan kerja.
Apabila pekerja menuntut kenaikan upah, termasuk mengoreksi kebijakan formula upah minimum, dan dikabulkan oleh pemerintah, hal itu berpotensi merugikan iklim investasi. ”Ada negosiasi bipartit. Buruh/pekerja punya hak dalam perundingan bipartit,” ujarnya.
Anton juga menekankan bahwa masih banyak warga salah kaprah memaknai upah minimum. Upah minimum diperuntukkan bagi pemula atau calon pekerja baru, bukan untuk pekerja yang sudah pernah bekerja lama.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar mengatakan, kalangan buruh menolak menggunakan Pasal 26 Ayat (3), (4), dan (5) PP No 36/2021 dan mengusulkan kenaikan upah minimum dengan persentase sesuai permintaan mereka adalah agar daya beli buruh tidak tergerus inflasi. Inflasi September 2022 yang mencapai 5,95 persen secara tahunan telah menggerus kenaikan upah minimum tahun 2022 yang rata-rata naik 1,09 persen.
Daya beli pekerja akan lebih tergerus karena kenaikan harga BBM dan diperkirakan berlanjut pada 2023.
Daya beli pekerja akan lebih tergerus karena kenaikan harga BBM dan diperkirakan berlanjut pada 2023. Apalagi, ada potensi terdampak resesi akibat ketidakpastian geopolitik dunia.
Selain itu, PP No 36/2021 itu juga mengacu UU No 11/2020 yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi, UU No 11/2020 dan turunannya harus dirundingkan lagi dengan serikat pekerja untuk kluster ketenagakerjaan. Maka, katanya, sebelum penetapan upah minimum, pemerintah mengajak serikat pekerja berunding soal PP No 36/2021.
”Apabila solusinya maju ke PTUN (pengadilan tata usaha negara), ini bisa diambil serikat pekerja ketika upah minimum sudah ditetapkan. Solusi lain adalah melakukan judicial review PP No 36/2021,” katanya.
Solusi lain yang bisa diambil serikat pekerja adalah berunding bersama dengan pemerintah dan kelompok pengusaha (Apindo) agar tidak menggunakan PP No 36/2021.