Situasi Kian Menuntut untuk Liat Hadapi Ketidakpastian
Ketidakpastian ekonomi dan geopolitik global menuntut pemerintah, pebisnis, ataupun generasi muda lincah agar bertahan di tengah ketatnya kompetisi. Investasi di pendidikan, teknologi, dan kewirausahaan jadi makin urgen.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain ketidakpastian situasi perekonomian dan politik global, sejumlah negara masih menghadapi berbagai tantangan disrupsi, antara lain oleh perkembangan teknologi digital. Pelaku industri dituntut semakin lincah dan mengutamakan pengalaman pelanggan. Pemerintah pun juga semestinya gesit beradaptasi dan terus berinvestasi di pendidikan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir saat menghadiri Telkom CX Summit 2022 di Jakarta, Rabu (12/10/2022), mengatakan, pola pikir yang mengutamakan pengalaman pelanggan penting diadopsi oleh perusahaan-perusahaan BUMN. Pola pikir itu akan membuat bisnis lebih mampu bertahan di tengah ketatnya kompetisi.
Erick memandang, besar-kecilnya ukuran bisnis tidak selamanya jadi jaminan bagi suatu perusahaan. Apalagi kalau perusahaan menolak menyesuaikan diri, bisnis perusahaan bersangkutan akan berisiko gagal.
Pemerintah melalui Kementerian BUMN mendorong seluruh BUMN menempatkan pelanggan sebagai vocal point atau pertimbangan utama di setiap pengambilan keputusan bisnis. Bisnis apa pun, termasuk milik BUMN, akan sulit berjalan dan berkelanjutan tanpa ada loyalitas pelanggan.
Erick berharap inisiatif transformasi di tiap-tiap BUMN bisa dijalankan. Nilai inti BUMN yakni amanah, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif (AKHLAK) harus selalu diinternalisasi ke tiap-tiap BUMN. Menurut dia, hal tersebut mampu membuat BUMN adaptif di tengah perubahan dan tantangan global.
”Ditambah lagi, budaya kerja yang mumpuni dan punya karakter progresif. Jadikan pelanggan sebagai inspirasi dan pengalaman berinovasi sehingga bisnis yang dikembangkan bukan hanya berfokus pada kompetisi, melainkan juga pada kepuasan pelanggan,” kata Erick.
Pada saat bersamaan, Menteri Perdagangan periode 2011–2014 Gita Wirjawan mengatakan, dunia saat ini menghadapi cobaan pandemi Covid-19, konflik geopolitik, dan perubahan iklim. Di luar ancaman-ancaman umum itu, banyak negara menghadapi beberapa tren yang akan memengaruhi mata pencarian warga. Tren pertama yaitu kebanyakan modal. Arus modal yang besar terdapat di negara maju, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, dan China.
Tren kedua yaitu kebanyakan energi, terutama surya. Sumber energi terbarukan ini membutuhkan teknologi untuk pendistribusian. Tren berikutnya adalah uang yang sudah lebih terdemokratisasi. Ini terlihat dari keberadaan sistem pembayaran digital atau digital payment yang mempunyai peluang besar bagi keseluruhan industri jasa keuangan masa depan.
”Tren besar selanjutnya yaitu kecerdasan buatan; modifikasi kode genetik yang bisa meningkatkan kecerdasan intelektual, umur lebih panjang, dan menyembuhkan kebutaan genetik; dan singularitas teknologi,” ujar Gita.
Menurut dia, untuk menanggapi ancaman atau tren-tren besar itu, negara kawasan ASEAN butuh investasi pendidikan, teknologi, dan kewirausahaan. Dalam konteks kewirausahaan, misalnya, tingkat lisensi bisnis atau surat izin usaha di ASEAN hanya 0,3 per 1.000 orang, sedangkan di China sudah mencapai 8-9 per 1.000 orang.
”Investasi yang Indonesia lakukan untuk pendidikan seharusnya semakin besar sehingga bisa membuahkan lebih banyak hak kekayaan intelektual keluar dan membuat kita jadi bangsa kreator. Sekarang, kita masih jadi negara konsumsi. Apabila (pemerintah) Indonesia konsisten berinvestasi di pendidikan, mungkin 10–20 tahun mendatang Indonesia bisa menghasilkan (lebih banyak) kreator teknologi,” kata Gita.
Sementara itu, pendiri Youth Laboratory Indonesia Muhammad Faisal berpendapat, di tengah dinamika ekonomi, politik, sosial, dan tren mega yang sedang dihadapi banyak negara, kelompok anak muda bisa terpengaruh atau ambil bagian dalam perubahan itu. Majalah Time, misalnya, pernah menampilkan Greta Thunberg, aktivis perubahan iklim asal Swedia, sebagai Person of The Year. Time juga mengeluarkan Kid of The Year.
Apabila krisis menekan begitu dalam, dia memandang, suatu generasi akan kembali ke jati diri/inti kepribadian bangsa di mana mereka berasal. Sebagai contoh, selama masa pembatasan sosial karena Covid-19, kelompok anak muda di Italia kembali berkebun meneruskan kebiasaan orangtua mereka.
”Syarat utama agar anak muda bisa menjadi inovator adalah paham perkembangan zaman dan karakter bangsanya sendiri,” kata Faisal.