Tingginya inflasi dan terganggunya rantai pasok perdagangan menyebabkan pertumbuhan ekonomi global terus melambat, bahkan negara yang mengalami resesi diperkirakan semakin banyak.
Oleh
MUHAMMAD FAJAR MARTA
·3 menit baca
WASHINGTON DC, KOMPAS - Perang Rusia-Ukraina ditambah pemberian sanksi ekonomi terhadap Rusia yang berkepanjangan membuat perekonomian global ke depan semakin suram. Tingginya inflasi dan terganggunya rantai pasok perdagangan menyebabkan pertumbuhan ekonomi global terus melambat, bahkan negara yang mengalami resesi diperkirakan semakin banyak.
Dalam laporan terbaru World Economic Outlook edisi Oktober 2022, Dana Moneter Internasional (IMF) kembali merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2023. IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global 2023 sebesar 2,7 persen, lebih rendah 0,2 persen poin dibandingkan proyeksi yang dikeluarkan IMF pada Juli 2022 yang sebesar 2,9 persen. Proyeksi pada Juli 2022 itu pun sudah turun sebesar 0,7 persen poin dibandingkan proyeksi yang dirilis April 2022 yang sebesar 3,6 persen.
Saat memaparkan laporan World Economic Outlook edisi Oktober 2022 dalam acara Pertemuan Tahunan IMF/Bank Dunia 2022 di Washington DC pada Selasa (11/10/2022) waktu setempat, Kepala Ekonom Departemen Penelitian IMF Pierre-Olivier Gourinchas mengatakan, secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi global terus melambat dari 6 persen pada 2021, 3,2 persen pada 2022, dan 2,7 persen pada 2023. Proyeksi pertumbuhan global 2023 merupakan yang terendah sejak 2001, di luar akibat krisis finansial global 2009 dan pandemi Covid-19 tahun 2020.
Menurut Gourinchas, kelompok negara maju mengalami revisi turun pertumbuhan ekonomi yang lebih dalam pada 2023 sebesar 0,3 persen poin dibandingkan negara-negara berkembang sebesar 0,2 persen poin.
Dengan demikian, proyeksi pertumbuhan ekonomi kelompok negara maju dan kelompok negara berkembang pada 2023 masing-masing menjadi sebesar 1,1 persen dan 3,7 persen.
"Pada 2023, sepertiga ekonomi dunia akan mengalami resesi yang ditandai dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi sekurangnya dua triwulan berturut-turut," kata Gourinchas.
Terkait inflasi, IMF memperkirakan inflasi global akan melonjak menjadi 8,8, persen pada 2022 dan akan menurun kembali menjadi 6,5 persen pada 2023. Seiring itu, untuk meredam lonjakan inflasi akibat kenaikan harga pangan dan energi, tiap-tiap negara memperketat kebijakan moneternya yang berimplikasi pada melambatnya pertumbuhan negara bersangkutan.
Gourinchas menyarankan otoritas moneter memperketat kebijakan moneternya untuk mengendalikan inflasi. Kendati demikian, IMF mengngatkan agar tiap-tiap negara betul-betul mengkalibrasi dan mengkomunikasikan dengan baik kebijakan moneternya agar tidak berimplikasi negatif pada negara lain, terutama negara-negara berkembang.
Di sisi lain, pengetatan likuiditas global akan menghantam negara-negara berkembang dan miskin yang memiliki banyak utang. Mereka akan kesulitan merefinancing utang mereka kecuali dengan imbal hasil yang sangat mahal.
Adapun prioritas kebijakan fiskal, menurut Gourinchas adalah memberikan subsidi untuk melindungi kelompok rentan dari beban biaya hidup yang cenderung meningkat.
Ekonomi Indonesia
Seiring memburuknya perekonomian global, IMF juga merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 menjadi 5 persen. Angka tersebut turun 0,2 persen poin dibandingkan proyeksi yang dikeluarkan pada Juli 2023.
Menanggapi proyeksi perekonomian global yang semakin suram, Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo mengatakan, sejauh ini, perekonomian Indonesia tetap baik meskipun perekonomian global terus memburuk.
Menurut Dody, terdapat sejumlah faktor yang membuat perekonomian Indonesia tetap baik antara lain sinergitas kebijakan fiskal-moneter, tingginya harga komoditas ekspor utama Indonesia, dan program hilirisasi. Indonesia, kata Dody, juga tidak terlalu tergantung pada rantai pasok global sehingga perekonomiannya tetap baik di tengah perekonomian global yang memburuk.
Dody mengatakan, sinergi kebijakan fiskal dan moneter yang dilakukan Indonesia cukup berhasil meredam inflasi tanpa harus memukul laju pertumbuhan ekonomi. Sinergitas tersebut akan terus dilakukan untuk meredam ketidakpastian ekonomi tahun depan.
Karena itu, Doddy tetap optimistis, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 akan tetap berjalan sesuai harapan. Dalam APBN 2023, pertumbuhan ekonomi ditargetkan sebesar 5,3 persen.