Bisnis Sektor Perikanan Masih Menjanjikan, eFishery Dapat Pembiayaan Rp 500 Miliar
Peluang untuk ekspor terbuka lebar bagi bisnis di sektor perikanan. Bisnis ini juga bisa berkontribusi pada ketahanan pangan lokal dan global.
Oleh
REBIYYAH SALASAH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Bisnis di sektor perikanan masih sangat menjanjikan mengingat tingginya permintaan di sektor ini. Hal tersebut menjadi alasan bagi Bank DBS menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 500 miliar kepada eFishery, perusahaan rintisan akuakultur atau budidaya perikanan. Dana tersebut salah satunya akan digunakan eFishery untuk ekspansi bisnis hingga keluar negeri.
Director of Institutional Banking Group Bank DBS, Kunardy Lie, dalam acara penandatanganan kesepakatan di Jakarta, Jumat (7/10/2022), mengatakan, pemberian pinjaman modal kerja kepada eFishery dikarenakan perusahaan tersebut visioner. Dalam artian, eFishery sukses mendisrupsi usaha budidaya ikan konvensional dengan mengembangkan platform digital.
“Selain itu, eFishery juga berbisnis di sektor yang perkembangannya sedang pesat. Menurut data FAO (Badan Pangan Dunia), sektor akuakultur memiliki pertumbuhan rata-rata 18,7 per tahun dalam 40 tahun terakhir. Pemberian pinjaman modal ini juga merupakan komitmen kami dalam pengembangan ekonomi digital Indonesia,” ucap Kunardy.
Adapun pertumbuhan sektor akuakultur tidak terlepas dari konsumsi ikan dunia yang selalu tinggi. Data FAO menyebut, rata-rata pertumbuhan tahunan konsumsi ikan dunia dari 1961 hingga 2019 mencapai 3,0 persen. Jumlah ini dua kali lipat dari pertumbuhan populasi dunia tahunan (1,6 persen) untuk periode yang sama. Konsumsi ikan pada 2020 tumbuh sekitar 1,4 persen per tahun atau sebanyak 20,2 kilogram.
Makanan akuatik juga menjadi komoditas makanan yang paling banyak diperdagangkan di dunia. Sebanyak 225 negara bagian dan teritori melaporkan beberapa aktivitas perdagangan produk perikanan dan akuakultur pada tahun 2020.
Potensi besar dari sektor akuakultur inilah yang akan dimanfaatkan oleh eFishery melalui ekspansi bisnis dengan pendanaan dari Bank DBS. Co-Founder sekaligus Chief Executive Officer eFishery, Gibran Huzaifah, mengatakan, dana itu akan digunakan untuk meningkatkan layanan platform sehingga bisa menambah jumlah pembudidaya ikan yang tergabung.
Saat ini sudah ada 80.000 pembudidaya ikan dengan 250.000 kolam budidaya ikan di 26 provinsi yang bergabung dengan eFishery. Selain itu, pihaknya juga akan memperluas jangkauan penyaluran produk para pembudidaya hingga keluar negeri.
“Sejak tahun lalu, kami sudah menembus pasar ekspor. Dengan pendanaan ini, kami akan mengagresifkan upaya untuk berbisnis di ranah global. Harapannya, hasil panen pembudidaya ini bisa tersebar di negara lain, terutama China dan Amerika Serikat,” ujar Gibran.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, nilai ekspor hasil perikanan Indonesia sebesar 1.530 juta dollar AS pada triwulan I-2022. China dan Amerika Serikat mendominasi pasar tujuan ekspor hasil perikanan Indonesia baik dari sisi volume maupun nilai pada periode tersebut.
Dilihat dari sisi volume ekspor, kontribusi kedua negara tersebut masing-masing sebesar 29 persen (China) dan 26 persen (Amerika Serikat). Sementara itu, dari sisi nilai ekspor sebesar 48 persen (Amerika Serikat) dan 14 persen (China).
Pembiayaan dari Bank DBS juga akan digunakan eFishery untuk mengekspansi bisnisnya ke India. Dalam waktu enam bulan, eFishery akan memulai operasionalnya di negara tersebut dengan memberi layanan seperti di Indonesia. Perusahaan rintisan yang didirikan pada 2013 ini berupaya menciptakan ekosistem menyeluruh untuk pembudidaya ikan.
Gibran menjelaskan, eFishery menjual mesin pakan otomatis yang bisa diakses pembudidaya dari ponsel pintar. Selain itu, eFishery mendirikan koperasi digital untuk pembudidaya ikan dan memberikan pendanaan kepada pembudidaya ikan berskema bayar nanti (paylater) bernama Kabayan (Kasih, Bayar, Nanti). Perusahaan rintisan ini juga membantu menjembatani pembudidaya ikan kepada akses pasar.
Rusli, petambak lele asal Cirebon, Jawa Barat, mengatakan, dia mendapat banyak ilmu sejak bergabung dengan ekosistem eFishery pada 2021. Hal itu dikarenakan, eFishery memberi pendampingan kepada para pembudidaya, di samping memberikan pelayanan utamanya seperti menjual mesin.
“Berkat pendampingan, saya jadi tahu teknik yang benar dalam memelihara lele. Intinya, dari segi manajemen, saya merasa terbantu. Dengan manajemen yang baik, pendapatan saya juga ikut meningkat,” ucap Rusli saat dihubungi lewat Zoom.
Ketahanan pangan
Gibran mengatakan, eFishery bertujuan memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan para pembudidaya ikan di Indonesia. Salah satu caranya dengan peningkatan produktivitas. Terlepas dari itu, Gibran berharap peningkatan produktivitas bisa berkontribusi pada ketahanan pangan lokal dan global, terutama pada situasi angka kelaparan masih tinggi.
Laporan yang disusun FAO, IFAD, UNICEF, WFP and WHO bertajuk "The State of Food Security and Nutrition in the World 2022" menyebutkan, antara 702 juta sampai 828 juta orang terkena dampak kelaparan pada tahun 2021. Jumlah tersebut meningkat sekitar 150 juta orang sejak pecahnya pandemi Covid-19.
Proyeksinya, hampir 670 juta orang masih akan menghadapi kelaparan di tahun 2030. Gibran percaya, ikan bisa menjadi solusi untuk masalah kelaparan. Terlebih, ikan merupakan makanan yang berkelanjutan, berbeda dengan daging ayam maupun sapi, Ikan hanya membutuhkan 2 kilogram pakan, sementara sapi dan ayam butuh 23 kilogram.
“Ikan jadi salah satu protein hewani paling murah dibandingkan ayam dan daging, terutama saat situasi ekonomi sedang tidak menentu. Selain itu, ikan juga makanan yang lebih berkelanjutan. Kalau kita makan daging, kita makan pangan lebih banyak dan itu tidak berkelanjutan. Kalau orang lebih makan ikan, maka kita ikut membantu ketahanan pangan dunia,” ucap Gibran.