Tantangan Besar Hadang Percepatan Kendaraan Listrik
Berbagai tantangan besar masih menghadang percepatan penyediaan kendaraan listrik, terutama bus umum berbasis listrik. Implementasinya tak semudah direalisasikan walaupun landasan hukum telah disediakan.

Bus listrik Transjakarta melintas di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (6/9/2022). Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan menambah 44 unit bus listrik pada Oktober 2022. Bus listrik baru akan melengkapi 30 unit bus listrik yang saat ini dioperasikan PT Transportasi Jakarta. Transjakarta menargetkan sampai dengan 2030 sebanyak 10.000 unit bus listrik dioperasikan.
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai tantangan besar masih menghadang percepatan penyediaan kendaraan listrik, terutama bus umum berbasis tenaga listrik. Walaupun landasan hukum kebijakan percepatan kendaraan listrik telah ditersedia, implementasi di lapangan dalam hal ekosistem kendaraan listrik, termasuk keterjangkauan harga kendaraan listrik, masih memerlukan sinergi antarlembaga pemerintah dan pemerintah daerah.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam webinar ”Upaya Percepatan Penerapan Kebijakan Kendaraan Listrik” di Jakarta, Kamis (6/10/2022), secara hibrida, mengatakan, ”Kehadiran kendaraan listrik diharapkan menurunkan ketergantungan energi fosil sehingga ketahanan energi dapat dicapai. Pengurangan bahan bakar minyak memangkas impor minyak mentah dan dapat menghemat anggaran ratusan triliun.”
Perkembangan teknologi di Indonesia, khususnya kendaraan listrik, merupakan salah satu bentuk disrupsi teknologi yang kehadirannya menjadi wujud implementasi kebijakan pemerintah. Hal itu diterapkan dalam upaya mengurangi penggunaan bahan bakar minyak, terutama di sektor transportasi. Selain itu, kehadiran kendaraan listrik di Indonesia juga membantu mengurangi polusi udara, yang secara langsung berpengaruh pada sektor ekonomi dan energi, mengingat subsidi energi mencapai lebih dari Rp 500 triliun tahun ini.
Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), pemerintah telah menunjukkan komitmennya terhadap kesiapan kendaraan listrik. Sejalan dengan perpres tersebut, Presiden Joko Widodo mengeluarkan pula Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Listrik Berbasis Baterai sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraaan Perorangan/Dinas/Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Menurut Budi, kebijakan ini perlu ditindaklanjuti pula oleh kementerian/lembaga dan pemda untuk melakukan langkah-langkah konkret dan strategis dalam bentuk regulasi, teknis, dan tata kelola yang perlu melibatkan para pemangku kepentingan. Penggunaan kendaraan listrik merupakan role model komitmen pemerintah.
Kementerian Perhubungan mengklaim telah menyusun cetak biru percepatan kendaraan listrik di Indonesia tahun 2021-2030. Cetak biru ini merupakan hasil kerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Sinergi dan kolaborasi perlu ditingkatkan berbagai pihak, termasuk industri dalam negeri dan perguruan tinggi, dalam meningkatkan proporsi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dan membangun ekosistemnya.
”Apabila ekosistem tidak mendukung, tidak akan tejadi percepatan kendaraan listrik. Katakan saja, industri baterai harus mengupayakan baterai yang mempunyai daya jelajah dan kekuatan yang tinggi. Sistem pengisian daya baterai membutuhkan keterlibatan perguruan tinggi, distributor, dan industrial,” kata Budi.
Budi menyampaikan, titik keseimbangan harga kendaraan listrik, terutama sepeda motor listrik, sudah mendekati sempurna. Sebab, harga motor listrik sudah mencapai Rp 12 jutaan. Artinya, keterjangkauan masyarakat sudah mulai terlihat, tetapi faktor keamanan harus dipertahankan. Apabila motor listrik diproduksi secara massal, proses percepatan kendaraan listrik bisa segera berjalan.
Presiden Institut Otomotif Indonesia I Made Dana M Tangkas menambahkan, pengembangan ekosistem KBLBB menjadi gambaran besar yang harus disiapkan dan dijalankan. Kondisi kendaraan listrik mulai menunjukkan hiperkompetitif di belahan dunia. Lebih dari 500 model sudah diproduksi di dunia. Pasar kendaraan listrik akan terus berkembang, bisa mencapai 54.000 unit pada tahun 2040.

Bus listrik buatan PT INKA (Persero) ditinjau langsung oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kanan, mengenakan rompi merah) di Pabrik PT INKA, Madiun, Jawa Timur, Minggu (17/7/2022). Bus listrik ini diproduksi untuk pergelaran G20 di Bali pada November 2022.
Tantangan besarnya adalah pengembangan kendaraan listrik, baterai, dan juga alih teknologi yang menjadi ekosistem di Indonesia. Thailand, misalnya, sudah merangkul berbagai pabrikan otomotif raksasa, seperti Tesla dan Toyota.
Menurut Made, kendaraan listrik akan mengakselerasi peluang berbagai sektor industri hulu ke hilir. Apalagi, perkembangan negara-negara tetangga juga mulai bergerak menyiapkan pengembangan kendaraan listrik.
”Membangun ekosistem perlu ada integrator dan kolaborator berbagai pihak, termasuk kemampuan riset dan pengembangan, serta inovasi engineering. Yang penting pula, kita harus memiliki basis rantai pasok lokal maupun global. Bukan hanya dijual di dalam negeri, tetapi juga harus bisa berdaya saing di pasar ekspor,” ujar Made.
Tantangan riil berupa penyediaan infrastruktur jalan, fasilitas pengisian baterai, dan uji kendaraan sangat perlu diperhatikan sejak dini. Tentu, semua ini perlu diintegrasikan dengan kemampuan sumber daya manusia yang kompeten dan profesional, terutama industri anak bangsa.
Nur Yuniarto, dosen pada Institut Teknologi Sepuluh November, menyayangkan implementasi percepatan kendaraan listrik saat ini masih lebih terfokus pada kendaraan pribadi. Insentif yang disediakan pemerintah sesuai perpres hanya ditujukan pada industri manufaktur dan importir. Belum mengarah sepenuhnya pada pengguna kendaraan listrik.
Nur mencermati, target tahun 2025, jumlah mobil listrik mencapai 40.000 unit, bus listrik 41.000 unit, sepeda motor listrik 2 juta unit, dan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) 2.456 unit. Faktanya, saat ini jumlah kendaraan listrik hingga 29 Juli 2022 terdiri dari mobil listrik sebanyak 2.660 unit, bus listrik 43 unit, dan sepeda motor listrik 19.698 unit.
”Jika melihat target tersebut, isu pentingnya adalah harus ada lompatan luar biasa besar di segala sektor baik mobil, bus, maupun sepeda motor listrik. Walaupun ada berbagai peraturan di tingkat pusat, ternyata penetrasi penggunaan KBLBB masih sangat rendah. Realitasnya, produk kendaraan listrik masih didominasi oleh produk impor,” ujar Nur.

Bahkan, lanjut Nur, industri otomotif yang pabriknya berada di Indonesia masih enggan memproduksi kendaraan listrik meskipun sudah diberikan berbagai insentif pemerintah. Sebagian besar masyarakat pun belum merasa tertarik untuk menggunakan kendaraan listrik.
Menurut Nur, tiga hal yang bisa dilakukan saat ini adalah menunggu pabrikan untuk segera memproduksi kendaraan listrik, melakukan konversi kendaraan berbasis bensin menjadi tenaga listrik, dan lebih memfokuskan pada pembangunan angkutan umum. Karena itu, kunci indeks performanya bukan sekadar target jumlah kendaraan listrik, melainkan lebih pada pengguna kendaraan listrik per kapita. Misalnya, bus listrik yang bisa mengangkut ratusan penumpang. Ini bisa menjustifikasi peraturan-peraturan yang ditetap pemerintah.
Sebagian regulasi kebijakan kendaraan listrik masih berdasarkan regulasi kendaraan berbahan bakar minyak. Pengujian bus listrik yang digunakan KTT G20 masih mengadopsi regulasi kendaraan berbahan bakar minyak demi mendapatkan sertifikat registrasi uji tipe (SRUT). Padahal, jenis bus listrik cukup banyak yang langsung berkaitan dengan teknologi kelistrikannya.
Dari pengalaman praktis ITS, banyak orang mempertanyakan seputar faktor keamanan, antara lain, kesangsian terhadap baterai yang bisa membahayakan pengemudi atau penumpangnya. Ada pula tentang kemungkinan terbakarnya baterai tersebut.
Padahal, menurut Nur, potensi kebakaran yang terdapat di baterai kendaraan listrik hampir sama dengan kebakaran pada kendaraan berbasis bensin. Di sinilah edukasi perlu dilakukan kepada masyarakat tentang desain keamanan kendaraan listrik sehingga tidak perlu khawatir. Apalagi, nantinya ada regulasi sistem keamanan untuk kendaraan listrik.
Bus listrik
Komitmen mendorong masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum tampaknya kembali diingatkan. Penyediaan bus listrik menjadi pilihan untuk tidak hanya mengurangi polusi kendaraan, tetapi juga polusi kebisingan lingkungan.
Direktur Utama PT Transjakarta M Yana Aditya mengatakan, ”Bus berkontribusi besar dalam polusi udara di kota besar, seperti Jakarta. Elektrifikasi bus menjadi salah upaya dalam menurunkan polusi udara dan kebisingan suara kendaraan. Bus listrik dapat mengurangi polusi suara hingga 28 persen dari tingkat kebisingan yang dihasilkan bus yang dihasilkan bus diesel.”

Dengan operasional bus listrik, kebisingan dapat diturunkan dan konsumsi bahan bakar dapat dihemat. Penghematan bahan bakar diperkirakan mencapai 62 persen. Sementara itu, terkait emisi karbon, pengurangan emisi dapat dicapai sebesar 53 persen kilogram CO2 dengan mengoperasionalkan bus listrik pada tahun 2030.
Tahun 2022, lanjut Yana, Transjakarta menargetkan untuk memiliki bus listrik sebanyak 100 unit, tetapi hingga kini baru memiliki 30 unit. Penambahannya sedang berproses dari para operator. Ini salah satu komitmen DKI Jakarta dalam upaya penurunan emisi karbon.
Hingga tahun 2030, Transjakarta menargetkan akan memiliki bus listrik mencapai 10.047 unit. Semua kontrak dengan operator bus berbahan bakar minyak akan digantikan dengan penyediaan bus listrik. Tahun 2027 ditargetkan tercapai 59 persen yang akan diganti.
Sementara Direktur Utama PT INKA Budi Noviantoro mengatakan, selaku pabrikan kendaraan listrik, dukungan insentif pemerintah masih sangat dibutuhkan. Selama ini, INKA agak kerepotan dalam memproduksi bus listrik.
”Jadi, ekosistem industri belum terbentuk dan dukungan finansial riil belum terbentuk sehingga bagi kami kondisi ini agak berat,” ujar Budi.

PT Terang Dunia Internusa (TDI), yang dikenal sebagai produsen sepeda, mulai menggarap sepeda motor listrik. Salah satu pabriknya di kawasan Industri Branta Mulia, Desa Tarikolot, Citeureup, Kabupaten Bogor, Kamis (25/8/2022), terlihat semakin gencar memproduksi sepeda motor listrik untuk dipasarkan di Indonesia.
Budi berharap, semua pemangku kepentingan dapat membantu INKA sehingga produsen kendaraan listrik Indonesia ini bisa mendapatkan fasilitas yang sesuai keinginan bersama. Di samping itu, regulasi produksi bus listrik ternyata juga belum ada. Padahal, hal ini penting bagi industri bus listrik.
INKA sudah membuat bus dengan panjang 8 meter. Bus ini sudah diuji ke berbagai medan jalan, termasuk di Jakarta. Bahkan, pengujian sudah dilakukan Kementerian ESDM saat digunakan untuk kegiatan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.
”Ironisnya, bus prototipe ini tidak lulus sertifikat registrasi uji tipe (SRUT) dari Kementerian Perhubungan karena beratnya tidak memenuhi ketentuan,” kata Budi.
Soal dukungan keuangan, Budi juga menyebutkan, hingga saat ini INKA belum mendapatkan dukungan finansial dari pemerintah. Sementara impor material tetap dikenai pajak dan bea masuk. Hanya memang, impor dari China dikenai nol persen. Padahal, ada tiga komponen utama yang harus diimpor, masing-masing dari Taiwan, Inggris, dan China.
Saat ini INKA memiliki bus listrik sebanyak 53 unit, di antaranya, pesanan Damri (30 unit) yang akan digunakan untuk agenda kegiatan KTT G20.