Industri Halal Indonesia Perlu Dukungan Agregator untuk Penetrasi Pasar Global
Indonesia punya bekal yang cukup untuk menjadi pemain utama industri halal dunia. Namun, pelaku industri halal masih memerlukan keberadaan agregator yang mempertemukan mereka kepada calon pembeli di pasar global.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS- Produsen barang dan jasa industri halal dalam negeri memerlukan adanya wadah atau agregator yang mengumpulkan hasil produksi dan mempertemukan mereka dengan calon pembeli di pasar global. Keberadaan agregator ini bisa mengoptimalkan potensi ekonomi dan keuangan syariah Indonesia, serta membawa Indonesia menjadi pemain utama industri halal dunia.
Hal tersebut menjadi benang merah dalam sambutan Wakil Presiden Ma’aruf Amin dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam pembukaan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2022, di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (6/10/2022). Turut hadir pula dalam kesempatan itu Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa, dan Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi.
Selepas acara pembukaan ISEF, juga dilakukan pembukaan Indonesia International Modest Fashion Festival (IN2MOTIONFEST) yang juga diselenggarakan di JCC. Pembukaan dilanjutkan dengan penyelenggaraan peragaan busana pada acara itu.
Wapres yang juga merupakan Wakil Ketua Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mengatakan, sejumlah hal perlu dilakukan untuk mencapai dan menciptakan efek berganda dalam pengembangan ekonomi syariah. Salah satunya adalah mengakselerasi penguatan Global Halal Hub (GHH).
“Global Halal Hub ini bisa berperan sebagai pusat ‘Hamzah Washal’,” ujar Wapres Amin.
Wapres Amin menjelaskan pengertian dari hamzah washal, yakni terkait huruf hamzah yang menghubungkan satu kalimat dengan kalimat lain sehingga menjadi untaian kalimat yang indah. Dalam konteks ekonomi, maksud Wapres adalah diperlukan adanya pihak yang berperan sebagai penghubung.
Pelaku industri halal, lanjut Wapres Amin, mengharapkan adanya perantara yang bisa mempertemukan mereka dengan off taker (pembeli) dari pasar global. Optimalisasi peran para perantara atau aggregator ini akan mengakselerasi potensi ekonomi dan keuangan syariah Indonesia di industri halal dunia.
Terintegrasinya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah serta pemangku kepentingan lain dalam sebuah ekosistem halal misalnya, dinilai mempermudah proses hilirisasi yang akan meningkatkan kualitas serta daya saing produk dan jasa halal.
“Peran pengusaha sebagai off-taker perlu dimasifkan agar produk-produk pertanian, perkebunan, maupun kelautan bisa menembus pasar global. Kepandaian hilirisasi sumber daya alam juga sekaligus merupakan bentuk tanggung jawab kita dalam mengelola karunia Allah,” kata Wapres Amin.
Wapres Amin juga mengingatkan perlunya penguatan ekosistem rantai nilai halal dengan meningkatkan integrasi model bisnis dan infrastruktur dari hulu sampai hilir. Selain itu, juga memastikan proses end-to-end berjalan baik agar mampu menghasilkan produk lokal berkualitas tinggi. Ekosistem rantai nilai halal diperkuat dengan dukungan industri keuangan, perbankan, asuransi, logistik, dan sektor syariah lainnya.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, potensi industri halal sangat besar dan berpeluang memperluas pasar dengan ekspor. Potensi ekspor tersebut antara lain berasal dari bidang makanan minuman halal dan busana muslim. Di sinilah, diperlukan Global Halal Hub (GHH) untuk mempertemukan mereka dengan pasar global.
“Maka itu diperlukan GHH. Ini berisi kumpulan aggregator off taker ekspor. Ada 20 agregator untuk bersama-sama mendorong ekspor industri halal, sehingga bisa mensejahterakan ekonomi keuangan syariah Indonesia menjadi pemain global,” ujar Perry.
Ekosistem rantai nilai halal diperkuat dengan dukungan industri keuangan, perbankan, asuransi, logistik, dan sektor syariah lainnya.
Sementara itu Menteri Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah Teten Masduki menyampaikan, kontribusi ekspor produk halal Indonesia ke dunia baru sebesar 3,8 persen dari total pasar produk halal dunia. Untuk meningkatkan kontribusi tersebut, perlu upaya strategis dengan terus menggelar acara berskala nasional dan internasional untuk mempromosikan produk industri halal Indonesia.
“Kami juga menghubungkan pelaku industri halal dengan aggregator baik untuk pemenuhan bahan baku, pembiayaan, hingga pemasaran. Perlu terus menerus mendorong penguatan ekosistem industri halal dari hulu hingga hilir,” ujar Teten.
Pada Taklimat Media ISEF 2022, Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah KNEKS Sutan Emir mengatakan, kontribusi rantai pasok industri halal (Halal Value Chain/HVC) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2021 mencapai 25 persen. Ia mengatakan, perhitungan itu juga masih akan bertambah bila perhitungannya sesederhana sektor ekonomi yang non haram.
“Dengan jumlah penduduk muslim terbesar dan produksi industri halal yang besar, kontribusi masih bisa akan terus bertumbuh,” ujar Sutan.
Perlu rancangan
Dihubungi terpisah, Pengamat Ekonomi dan Keuangan Syariah IPB University Irfan Syauqi Beik mengatakan, peluang industri halal global sangat besar dan itu perlu direbut oleh Indonesia. Akan tetapi, pelaku industri halal memang membutuhkan keberadaan aggregator yang bisa mempertemukan mereka dengan pembeli dari pasar global.
“Masalahnya bagaimana produk dalam negeri bisa bersaing dan bisa dipasarkan secara global. Ini yang coba dijembatani oleh aggregator,” ujar Irfan.
Pemerintah perlu membentuk pusat data ekspor impor produk halal. Hal ini dinilai penting agar produsen industri halal kita bisa mengetahui informasi tren kebutuhan pasar industri halal global.
Irfan mengatakan, saat ini ada kecenderungan penetrasi global ini diserahkan secara alami dari pasokan dan permintaan pasar. Saat ini juga sudah ada aggregator atau praktik penjodohan pasokan dan permintaan global, dilakukan pihak swasta dan asosiasi. Namun, belum dilakukan secara terintegrasi. Inilah yang membuat penetrasi ke pasar global belum optimal.
Ia menambahkan, pemerintah perlu merancang secara khusus kebijakan yang terintegrasi dengan melibatkan aggregator untuk mendorong pengembangan industri halal. Untuk itu, pemerintah bisa memanfaatkan atase perdagangan di kedutaan besar di luar negeri untuk mencari informasi kebutuhan industri halal di pasar negara tersebut.
Selain itu, menurut Irfan, pemerintah perlu membentuk pusat data ekspor impor produk halal. Hal ini dinilai penting agar produsen industri halal kita bisa mengetahui informasi tren kebutuhan pasar industri halal global.
“Semua ini mengerecut bahwa pengembangan aggregator harus terintegrasi dan sistematis. Ini akan meningkatkan dan mengoptimalkan kapasitas industri halal Indonesia di pasar global,” ujar Irfan.