Tiga Kabupaten di Sumut Jadi Lokasi Percontohan Produksi Minyak Makan Merah
Tiga kabupaten di Sumatera Utara, yakni Deli Serdang, Asahan, dan Langkat, dijadikan sebagai lokasi percontohan produksi minyak makan merah berbasis koperasi petani sawit. Ketiganya dinilai memenuhi sejumlah kriteria.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Setelah melalui sejumlah proses, termasuk penetapan Standar Nasional Indonesia atau SNI, tiga kabupaten dipastikan menjadi lokasi proyek percontohan produksi minyak makan merah. Ketiga kabupaten tersebut berada di Provinsi Sumatera Utara, yakni Deli Serdang, Asahan, dan Langkat.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki seusai menerima dokumen SNI dari Badan Standar Nasional di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, Selasa (4/10/2022), menyampaikan informasi tentang penetapan ketiga kabupaten itu sebagai lokasi percontohan produksi minyak makan merah.
Adapun untuk standar minyak makan merah, Badan Standar Nasional secara resmi menetapkan SNI Nomor 9098 Tahun 2022. Teten menjelaskan, SNI yang disusun ini dikhususkan untuk pabrik yang dikelola oleh koperasi petani sawit. Standar untuk koperasi petani sawit, kata dia, tidak dapat disamakan dengan standar minyak makan merah yang selama ini sudah beredar.
Pendirian pabrik minyak makan merah itu, kata Teten, merupakan bentuk afirmasi pemerintah terhadap petani kelapa sawit yang belakangan terhimpit oleh jatuhnya harga tandan buah segar (TBS) sawit. Oleh karena itu, keberadaan pabrik minyak makan merah itu diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani sawit.
“Jadi, kalau SNI saja sudah dikeluarkan BSN, jangan lagi ada keraguan terhadap produk minyak makan merah yang layak untuk dikonsumsi. Prosesnya sudah lengkap, termasuk desain detail rekayasa mesinnya, dan pada pekan ketiga atau keempat Oktober (2022), ground breaking (pabrik) diharapkan sudah bisa dilakukan oleh Presiden (Joko Widodo),” kata Teten.
Menurut Teten, ketiga pabrik percontohan itu bisa mulai memproduksi minyak makan merah pada Januari 2023. Seiring dengan desain pabrik dan SNI, izin lokasi juga sedang dilakukan.
Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM, Riza Damanik, menjelaskan, tiga alasan mendasar pemilihan lokasi pabrik ini adalah, pertama, pabrik ini merupakan bentuk piloting sehingga diharuskan dibangun dekat dengan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). PPKS Medan merupakan satu-satunya pusat penelitian terbaik Indonesia. “Karena bersifat piloting, pabrik ini perlu dimonitor secara cermat. Kalau ada kekurangan, mesti diperbaiki sehingga kelak bisa direplikasi ke daerah lainn,” ujarnya.
Kedua, Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang memiliki perkebunan sawit cukup luas di Indonesia. Petani swadayanya pun cukup banyak. Ketiga, lanjut Riza, keberadaan pabrik ini menyatu dengan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III. Salah satu kegiatan PTPN III adalah perkebunan sawit. Model kemitraan yang dibangun diharapkan dapat lebih mudah direalisasikan guna memproduksi minyak makan merah.
Kepala BSN Kukuh S Ahmad mengatakan, tugas dari Presiden Joko Widodo melalui Menteri Koperasi dan UKM adalah menyusun SNI minyak makan merah sudah dapat diselesaikan sesuai target. "Tujuan penyusunan SNI ini menjadi acuan bagi pelaku usaha dalam program nasional pembuatan minyak makan merah," ujarnya.
SNI diperlukan karena ada syarat mutu minyak makan merah yang aman, bergizi, dan bermutu.
Nantinya, kata Kukuh, SNI ini diberikan secara khusus kepada koperasi petani sawit yang menjadi pilot project pengembangan minyak makan merah. SNI ini diperlukan karena ada syarat mutu minyak makan merah yang aman, bergizi dan bermutu. Parameter-parameter inilah yang dituangkan dalam SNI.
Tentu, lanjut Kukuh, tidak cukup hanya menyusun SNI. Saat SNI diterapkan oleh koperasi atau pengusaha, diperlukan pembinaan pemerintah. Pembuktian produk tersebut sesuai standar pun memerlukan proses sertifikasi yang perlu didukung oleh pengujian laboratorium.
Dalam membuat SNI, BSN menetapkan secara konsensus atau kesepakatan pemangku kepentingan berdasarkan masing-masing kompetensinya. Dari pemerintah, kluster industri atau asosiasi, pakar atau akademisi, dan konsumen. Keempat pemangku berembuk yang dipimpin oleh BSN. Menurut Kukuh, peredaran minyak makan merah yang selama ini dipasarkan, tentu tidak dapat dibuktikan secara khusus dengan SNI ini.
Kemungkinan, kata dia, minyak makan merah yang berbasis minyak sawit mentah (CPO) itu menggunakan standar CPO yang selama ini sudah ada. Mereka bisa saja mengklaim dengan menggunakan standar tersebut, karena prosesnya tetap sama, mulai dari refinary, bleaching, dan deodorize. Inilah yang membedakan turunan minyak sawitnya.
“Minyak makan merah ini dipertahankan keaslian warnanya, karena secara proses utamanya dibersihkan sehingga tetap terkandung karotenoid atau zat gizi yang menyehatkan,” kata Kukuh.