Industri kerajinan batik yang berpotensi besar didorong untuk menerapkan prinsip keberlanjutan. Namun, masih ada tantangan dalam penerapan konsep hijau.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri kerajinan dan batik yang bertumpu pada pemanfaatan bahan baku lokal Indonesia memiliki potensi yang besar untuk terus dikembangkan. Pemerintah mendorong batik buatan Indonesia menerapkan prinsip keberlanjutan.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, ekspor batik pada semester I (Januari-Juni) 2022 mencapai nilai 27,42 juta dollar AS. Pada tahun 2021, nilai ekspor batik sebesar 46,24 juta dollar AS.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri Kementerian Perindustrian Doddy Rahadi mengemukakan, industri batik Indonesia telah berperan penting bagi perekonomian nasional dan berhasil menjadi pemimpin pasar dalam perdagangan batik dunia.
Sektor industri batik yang tergolong lingkup industri tekstil dan pakaian jadi turut memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Pada triwulan II (April-Juni) 2022, industri pengolahan nonmigas nasional tumbuh sebesar 4,33 persen. Pertumbuhan industri pengolahan nonmigas, antara lain, ditopang industri tekstil dan pakaian jadi dengan kontribusi 13,74 persen.
”Industri batik mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan produknya telah diminati pasar global,” ujarnya, pada Puncak Peringatan Hari Batik Nasional 2022, yang digelar secara hibrida, Selasa (4/10/2022).
Doddy menambahkan, budaya batik telah mewariskan kekayaan cipta, rasa, dan karsa, di samping mendorong aktivitas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta industri kreatif. Industri batik didominasi oleh UMKM dengan penyerapan tenaga kerja lebih dari 200.000 orang dalam 47.000 unit usaha yang tersebar di 101 sentra batik.
”Kebanggaan mengenakan batik adalah kebanggaan mengenakan produk buatan Indonesia,” katanya.
Konsep hijau
Sejalan dengan tren perkembangan pasar dunia, industri kerajinan dan batik juga didorong memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan berwawasan lingkungan. Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian melalui Pusat Industri Hijau telah mengembangkan Standar Industri Hijau (SIH) untuk Industri Batik dan telah dituangkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian No 39/2019.
Implementasi konsep hijau pada produk batik, antara lain, meningkatkan efisiensi penggunaan bahan baku, bahan penunjang, energi dan penurunan emisi gas rumah kaca di seluruh tahapan produksi, sekaligus meminimalkan limbah sisa produksi.
”Dengan mengadopsi nilai-nilai industri hijau tersebut, industri batik akan menjadi semakin kompetitif dalam penetrasi pasar, sekaligus meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses produksi,” kata Margo.
Pemerintah juga mendorong fasilitasi terhadap sertifikasi nasional untuk batik Indonesia atau ”Batikmark” sebagai penanda identitas dan ciri batik buatan Indonesia. Ciri batik buatan Indonesia terdiri dari tiga jenis, yaitu batik tulis, batik cap, serta batik kombinasi tulis dan cap.
Pada tahun 2002, sertifikasi Batikmark telah diberikan kepada 50 industri kecil dan menengah di Pulau Sumatera, Jawa, Madura, Kalimantan dan Papua. Sertifikasi diselenggarakan oleh Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri (BBSPJI) Kerajinan dan Batik. Sertifikasi itu diharapkan memberikan legalitas bagi produsen dan konsumen produk batik Indonesia terhadap keaslian dan mutu produk yang diperdagangkan.
Secara terpisah, Batik and Fashion Desainer Era Soekamto mengemukakan, proses produksi batik masih lebih banyak menggunakan material kimiawi ketimbang bahan alami untuk efisiensi biaya. Dicontohkan, dalam pewarnaan, sebanyak 1 kg pewarnaan alami membutuhkan berkilo-kilo material alami. Sementara, batik dengan pewarnaan alami belum terlalu diminati pasar.
Di sisi lain, pasar saat ini lebih memerlukan jaminan rantai suplai produk batik. Agar penetrasi pasar batik terus meluas, diperlukan volume produksi yang masif dan kestabilan kualitas. Sementara itu, batik tulis yang diproduksi secara manual (hand made) dengan kualitas tinggi dan menyasar pasar eksklusif (high end) tidak diproduksi secara masif.
Ia menambahkan, pasar batik terdiferensiasi ke dalam jenis batik tulis, batik cap, dan batik printing. Batik printing yang merupakan tekstil bermotif batik banyak dipilih pasar karena ekonomis, massal, dan harga yang lebih terjangkau dibandingkan batik tulis dan batik cap. Sebagai ilustrasi, harga batik tulis di atas Rp 1,5 juta, batik cap di kisaran Rp 500.000-Rp 1,5 juta, sedangkan batik printing di bawah Rp 500.000.
Tantangan penetrasi pasar batik adalah terus membangun kesadaran pasar untuk menggunakan batik cap dan batik tulis. ”Secara bertahap, diperlukan upaya mendorong konsumen untuk menggunakan produk batik tulis dan cap,” katanya.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.