Fluktuasi pasokan masih menjadi tantangan menstabilkan harga cabai yang berulang menyumbang inflasi. Promosi produk olahan dinilai perlu terus dilakukan guna mengurangi ketergantungan pada cabai segar.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tingginya volatilitas produksi dan harga menjadikan cabai sebagai salah satu bahan pangan penyumbang inflasi. Kendati pengaruhnya ke inflasi tidak sebesar beras, upaya stabilisasi harga dan pasokan cabai dinilai perlu terus dipacu, antara lain dengan mendorong produk olahan alternatif guna mengurangi ketergantungan pada konsumsi cabai segar.
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (3/10/2022), cabai merah menjadi bahan pangan bergejolak yang memberi andil besar pada inflasi September 2022. Bulan lalu, harga cabai merah melonjak 148,66 persen dibandingkan September 2021. Komoditas itu menyumbang inflasi 0,36 persen pada komponen harga barang bergejolak pada September 2022.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Masyhuri, saat dihubungi Selasa (4/10/2022) mengatakan, cabai, baik cabai merah, cabai rawit merah, dan cabai merah keriting, masih fluktuatif. Kendati tidak sestrategis beras, stabilisasinya perlu dipastikan, demikian pula dengan produk alternatifnya.
”Dalam stabilisasi, baik pemerintah maupun swasta bisa membangun gudang disertai sarana untuk memperlama masa simpan. Dengan demikian, cabai bisa awet. Di samping itu, perbanyak produk akhir cabai sehingga bisa lebih tahan lama,” ujar Masyhuri.
Hingga kini, mayoritas masyarakat Indonesia lebih gemar memakan sambal segar yang berbahan baku bahan cabai segar. Sementara peminat cabai kering belum masif. Menurut Masyhuri, pola konsumsi sambal berbahan cabai segar tentu tak dapat langsung digantikan produk olahan atau cabai kering. Namun, konsumsi cabai kering perlu didorong guna mengurangi ketergantungan pada cabai segar.
”Memang sulit untuk menggantikan (cabai segar). Namun, bagaimanapun, kehadiran produk alternatif ini penting agar tidak tergantung pada konsumsi cabai segar. Apabila produk alternatif akhir ini (sambal olahan dan cabai kering yang tahan lama) memiliki kualitas baik, lama-kelamaan permintaannya akan terus meningkat,” tambah Masyhuri.
Sebelumnya, Kepala BPS Margo Yuwono, Senin, menyatakan, inflasi pada September 2022 mencapai 1,17 persen secara bulanan dan 5,95 persen secara tahunan. Kelompok pengeluaran transportasi mengalami inflasi 8,88 persen dengan andil 1,08 persen pada inflasi September 2022. Adapun kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau justru deflasi 0,3 persen. Kendati begitu, ada sejumlah komoditas pangan yang mengalami inflasi, antara lain beras, cabai merah, dan telur ayam ras.
Siap panen
Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Prihasto Setyanto dalam webinar Produk Sawit untuk Hortikultura yang digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Selasa, menyatakan, sesuai dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, pemantauan terus dilakukan pada tanaman cabai. Hal tersebut penting agar inflasi terjaga.
”(Komoditas) Hortikultura ialah komoditas yang betul-betul volatile, terutama untuk bawang dan cabai. Sebab, sekitar 90 persen rakyat (Indonesia) masih mengonsumsinya dalam bentuk segar. Hanya kalangan tertentu yang dalam bentuk olahan. Karena itu, kami memastikan ketersediaannya, terutama menjelang hari besar keagamaan, Natal dan Tahun Baru,” ujar Prihasto.
Prihasto menuturkan, dirinya memantau langsung kondisi tanaman cabai Pantai Kulon Progo (PaKu) di DI Yogyakarta. ”(Seluas) 1.000 hektar cabai siap panen sebulan ini, yang bisa memenuhi kebutuhan Jabodetabek dan luar Jabodetabek,” katanya.
Ia mengakui, produk hortikultura Indonesia kerap kalah bersaing dengan produk negara-negara tetangga, seperti Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Padahal, Indonesia sebenarnya tidak kalah subur dibandingkan dengan negara-negara itu, begitu juga dengan ketersediaan baik air maupun sumber daya manusia. Namun, dari segi konsep, negara-negara itu lebih matang dan baik.
”Selain itu, Indonesia juga terlalu menyebar (antarsentra produksi) sehingga menyulitkan aspek pemasaran. Begitu ada yang meminati, tidak bisa memenuhi karena dari kuantitas tidak cukup. Harus mengambil dari berbagai tempat dan biaya transportasinya mahal. Karena itu, sejak 2020 kami memiliki program Kampung Hortikultura, agar terkonsentrasi," ujarnya.
Ke depan, Kementerian Pertanian terus berupaya menjaga agar ketersediaannya stabil, sementara daya saing dan kesejahteraan petani meningkat. Menurut Prihasto, total ada 566 jenis hortikultura sebagai komoditas binaan. Namun, baru 88 yang telah masuk ke data statistik, sehingga ke depan, akan terus dikembangkan.