Pemberian bunga maksimal 0,4 persen per hari hanya diberikan pada pinjaman multiguna atau konsumtif dengan jangka waktu pendek, sementara bunga pinjaman produktif dibatasi 12-24 persen per tahun.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan mengatur penerapan pemberian bunga pada industri teknologi finansial pinjaman antarpihak. Pemberian bunga maksimal 0,4 persen per hari hanya diberikan pada pinjaman multiguna atau konsumtif dengan jangka waktu pendek, sementara bunga pinjaman produktif dibatasi 12-24 persen per tahun.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengatakan, saat ini memang ada kesepakatan dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) batas maksimal pemberian bunga pinjaman adalah 0,4 persen per hari. Namun, OJK menilai pemberian besaran bunga itu harus disesuaikan dengan peruntukan pinjamannya.
Ia mengatakan, besaran bunga pinjaman 0,4 persen per hari itu hanya untuk pinjaman multiguna atau konsumtif dengan tenor pengembalian jangka waktu pendek, yakni di bawah 30 hari. ”Tidak ada pinjaman multiguna atau konsumtif dengan tenor panjang, misalnya 1 tahun, yang kemudian dikenakan bunga 0,4 persen per hari atau menjadi 146 persen per tahun,” ujar Ogi, Rabu (28/9/2022).
Ogi menambahkan, penetapan bunga 0,4 persen sudah sesuai kesepakatan dengan AFPI dan berbagai pertimbangan. Hasil riset OJK pada 2021, lanjut Ogi, menyebutkan, bunga pinjaman yang ideal sebesar 0,3-0,46 persen per hari. Itu juga sudah termasuk memperhitungkan biaya-biaya lain.
Sedangkan besaran bunga untuk pinjaman produktif, menurut Ogi, dikenakan biaya 12-24 persen per tahun tergantung tingkat risikonya.
Ogi menjelaskan, untuk mendukung penetapan manfaat ekonomi yang bersifat indikatif, saat ini sedang dilakukan kajian komprehensif dan pembahasan dengan asosiasi. Diharapkan, kajian dan pembahasan dimaksud akan menghasilkan ketentuan yang menyeimbangkan kepentingan lender maupun borrower sehingga dapat menjaga industri fintech lending yang sehat, kuat, dan berkelanjutan.
Dihubungi terpisah, Rabu, Peneliti Ekonomi Digital Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, pernyataan dari OJK ini sangat menarik. Sebab, beberapa waktu lalu OHK merasa tidak perlu mengatur suku bunga industri tekfin pendanaan ini karena sifatnya yang telah terdesentralisasi.
Namun, saat ini juga OJK mendukung dan mengarahkan suku bunga konsumtif jangka pendek pada angka maksimal 0,4 persen per hari dan bunga pinjaman produktif sebesar 12-24 persen per tahun.
Menurut Huda, besaran angka bunga pinjaman ini harus dihitung terlebih dahulu oleh AFPI karena mereka pasti akan mempertimbangkan beban pemasaran dalam penentuan suku bunga. Sebab, suku bunga yang rendah bisa membuat lender tidak tertarik untuk mendanai sektor produktif.
”Artinya, harus ada insentif dalam bentuk lainnya ke lender. Mungkin saya rasa bunga 12-24 persen itu bukan per tahun, melainkan per 90 hari. Karena kalau per tahun jadi disinsentif bagi lender dan akan merugikan platform,” ujar Huda.
Ia menambahkan, penetapan besaran bunga ini juga penting untuk membantu konsumen agar bisa membedakan perusahaan tekfin legal yang berizin dan terdaftar dengan entitas pinjaman online ilegal.
”Pemberian ketentuan besaran bunga bisa menjadi petunjuk bagi konsumen untuk membantu membedakan entitas yang legal dan ilegal,” ujar Huda.
Entitas pinjaman daring ilegal memberikan bunga lebih dari 1 persen per hari dengan masa pengembalian sangat singkat, penagihan yang merendahkan martabat, dan mencuri data pribadi nasabah.
Mengutip data OJK, sampai dengan Juli 2022, jumlah pinjaman yang diberikan industri tekfin pendanaan mencapai Rp 18,99 triliun bertumbuh 21,26 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Adapun jumlah akun penerima pinjaman mencapai 15,50 juta akun, menurun 42,76 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Ilegal
Sebelumnya, Senin, AFPI resmi melaporkan dugaan tindak pidana kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengenai replikasi 28 platform tekfin yang legal resmi berizin dan terdaftar OJK oleh entitas pinjaman daring ilegal.
Kuasa hukum AFPI, Mandela Sinaga, menjelaskan, modus yang digunakan pinjaman daring ilegal ini adalah melakukan replikasi dengan membuat aplikasi, website, akun Whatsapp, hingga akun media sosial, seperti Instagram dan Facebook. Sejumlah platform tersebut terindikasi palsu dengan mengatasnamakan, mencatut, dan/atau menyalahgunakan nama, logo, ataupun merek milik penyelenggara platform pinjaman online yang telah berizin.
”Setelah itu, terduga pelaku memberikan penawaran kepada masyarakat dengan bertindak seakan-akan sebagai pinjaman online berizin,” ujar Mandela dalam keterangan resminya.
Tidak hanya merugikan pada 28 penyelenggara pinjaman online berizin yang menjadi korban, tindakan replikasi tersebut juga menyebabkan kerugian materil bagi masyarakat. Akibat replikasi-replikasi ini, masyarakat harus menghadapi penagihan yang tidak beretika, pengenaan bunga menjerat, dan penyalahgunaan data pribadi.
Mandala mengungkapkan, laporan kepada Bareskrim Polri dibuat pada 20 September 2022 setelah AFPI mendapatkan banyak pengaduan dari masyarakat. Selain itu, AFPI juga mendapat aduan dari 28 penyelenggara platform pinjaman berizin yang menjadi korban dugaan tindak pidana replikasi.
Sejak 2018 hingga Agustus 2022, Satgas Waspada Investasi (SWI) telah memblokir atau menutup pinjaman daring ilegal sebanyak 4.160 entitas. Pada tahun ini saja, sejak Januari hingga Agustus 2022, SWI telah menutup 403 entitas pinjaman daring ilegal. Jumlah itu empat kali lipat lebih banyak daripada pinjaman daring yang legal atau biasa disebut industri teknologi finansial (tekfin) pinjaman antarpihak (peer to peer lending/P2P lending) yang berizin dan terdaftar OJK yang sebanyak 102 entitas usaha.