Likuiditas Perbankan Tersalurkan untuk Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan penyaluran kredit yang lebih besar ketimbang pertumbuhan dana pihak ketiga menunjukkan likuiditas yang selama ini tersimpan sudah tersalurkan menjadi kredit untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Likuiditas yang selama ini tersimpan di perbankan kini sudah tersalurkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan fungsi intermediasi berjalan makin optimal. Salah satu indikatornya adalah pertumbuhan penyaluran kredit yang lebih tinggi daripada pertumbuhan dana pihak ketiga.
Mengutip data Bank Indonesia (BI), penyaluran kredit perbankan pada Agustus 2022 tercatat tumbuh 10,62 persen secara tahunan. Capaian itu lebih tinggi ketimbang dana pihak ketiga (DPK) Agustus 2022 yang juga tumbuh sebesar 7,77 persen secara tahunan.
Fenomena pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK ini sudah berlangsung sejak Juni 2022. Pertumbuhan kredit pada Juni mencapai 10,66 persen secara tahunan, sedangkan pertumbuhan DPK pada Juni sebesar 9,13 persen secara tahunan. Adapun pertumbuhan kredit pada Juli 2022 mencapai 10,71 persen secara tahunan, sementara pertumbuhan DPK sebesar 8,59 persen.
Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Lana Soelistianingsih mengatakan, lebih derasnya pertumbuhan kredit ketimbang pertumbuhan DPK adalah suatu pertanda baik bagi pemulihan ekonomi. Ini artinya likuiditas atau tabungan masyarakat yang pada saat pandemi disimpan perbankan, kini sudah tersalurkan dalam bentuk kredit untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
”Sebelumnya banyak dana menganggur di bank karena kondisinya belum mendukung. Kini likuiditas itu sudah mengalir kembali ke sistem ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Lana dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (27/9/2022),
Lana menambahkan, walau pertumbuhan DPK melandai, kondisi likuiditas perbankan dalam kondisi terjaga dan mencukupi untuk penyaluran kredit. Hal ini tecermin dari rasio alat likuid terhadap DPK masih tinggi, mencapai 26,52 persen.
Keyakinan bahwa likuiditas tetap terjaga juga dikemukakan sebelumnya oleh Gubernur BI Perry Warjiyo pekan lalu dalam jumpa pers Rapat Dewan Gubernur BI.
Sejak memberlakukan kenaikan persentase giro wajib minimum (GWM) pada 1 Maret 2022 hingga 15 September 2022, likuiditas perbankan yang terserap mencapai Rp 269,3 triliun. Kendati demikian, Perry menilai, likuiditas yang ada saat ini masih cukup untuk penyaluran kredit perbankan sehingga tetap mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dihubungi terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, fenomena pertumbuhan penyaluran kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK itu merupakan pertanda baik bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan kredit yang cepat menunjukkan bahwa permintaan kredit tengah meningkat.
Hal tersebut, menurut Piter, menandakan dunia usaha yang memproduksi barang dan jasa sudah siap kembali ekspansi, lalu membutuhkan permodalan sehingga mengambil kredit perbankan. Pada gilirannya, situasi tersebut diharapkan dapat menciptakan nilai tambah dan mendorong lajut pertumbuhan ekonomi.
Tak hanya meningkatnya permintaan kredit dari dunia usaha, imbuh Piter, pertumbuhan kredit ini juga menunjukkan konsumsi masyarakat meningkat. Dengan konsumsi masyarakat yang meningkat, mesin pertumbuhan ekonomi diharapkan bisa berjalan lebih cepat.
”Dana yang selama ini di perbankan bisa tersalurkan karena kebutuhan pembiayaan atau kredit yang makin meningkat seiring pemulihan ekonomi. Ini sesuatu yang normal seusai tekanan ekonomi pascapandemi mulai mereda dan kondisi membaik. Ini yang harus kita sambut gembira,” kata Piter.
Guna tetap menjaga pertumbuhan DPK, LPS juga memutuskan menaikkan suku bunga penjaminan sebesar 25 basis poin. Dengan demikian, kini bunga penjaminan simpanan rupiah di bank umum menjadi 3,75 persen dan simpanan valuta asing (valas) di bank umum menjadi 0,75 persen. Adapun bunga penjaminan simpanan rupiah di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menjadi 6,25 persen.
Tingkat bunga penjaminan ini akan berlaku mulai 1 Oktober 2022 sampai dengan 31 Januari 2023. Kenaikan ini dilakukan setelah tingkat bunga penjaminan yang sebelumnya bertahan 1 tahun sejak ditetapkan mulai September 2021.
Kenaikan suku bunga penjaminan ini dilakukan seusai BI secara berturut-turut menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin sepanjang tahun ini. Adapun rinciannya sebesar 25 basis poin pada Agustus 2022 dan 50 basis poin pada September 2022.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan, keputusan menaikkan suku bunga penjaminan itu diambil untuk tetap memberikan stimulus pertumbuhan ekonomi dan menjaga stabiitas keuangan.
Menurut Purbaya, pascakenaikan suku bunga acuan BI, bunga penjaminan juga perlu dinaikkan untuk menjaga likuiditas dan stabilitas sistem keuangan. Pascakenaikan suku bunga acuan BI, bunga deposit perbankan memang ikut meningkat, tetapi belum signifikan. Ia mengatakan, kenaikan suku bunga deposito perbankan lebih merespons kenaikan bunga penjaminan LPS.
Setelah bunga penjaminan naik, lanjut Purbaya, bunga deposito akan pelan-pelan naik dengan menyesuaikan likuditas setiap perbankan.
”Transmisi kenaikan suku bunga penjaminan terhadap bunga deposito mungkin sampai dengan empat bulan ke depan. Proyeksi kami sampai akhir tahun bunga deposito akan meningkat setengah dari kenaikan bunga penjaminan. Jadi, kalau bunga penjaminan naik 25 basis poin, bunga deposito kemungkinan naik di kisaran 10-15 basis poin,” ucap Purbaya.
Sampai dengan September 2022, menurut data LPS, rata-rata bunga deposito untuk Kelompok Bank Modal Inti (KBMI) 1 berada di kisaran 2,7 persen, KBMI 2 berada di kisaran 2,34 persen, KBMI 3 berada di kisaran 2,05 persen, dan KBMI 4 di kisaran 1,88 persen.
Dihubungi terpisah, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Royke Tumilaar mengatakan, kenaikan bunga penjaminan adalah salah satu faktor penentu dalam kenaikan bunga simpanan atau deposito. Namun, pihaknya akan menghitung kembali rencana besaran kenaikan suku bunga deposito.
“Belum tentu besarannya sebesar kenaikan bunga penjaminan. Tapi, referensinya sudah ada dari bunga LPS,” ujar Royke.