Volume ekspor pada bulan-bulan berikutnya masih akan positif dengan catatan dampak risiko global terhadap kinerja ekspor secara menyeluruh terus diwaspadai sehingga dapat termitigasi.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (16/7/2018).
JAKARTA, KOMPAS — Neraca perdagangan Indonesia hingga akhir tahun 2022 menghadapi sentimen penurunan volume ekspor seiring perlambatan ekonomi global. Perkembangan kebijakan perdagangan internasional mesti termonitor agar ditemukan langkah terbaik untuk memitigasi penurunan kinerja ekspor.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan barang Indonesia masih mencatatkan surplus sebesar 5,76 miliar dollar AS di tengah penurunan harga komoditas global. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus selama 28 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Surplus tersebut didapat dari nilai ekspor minyak dan gas (migas) dan nonmigas pada Agustus 2022 sebesar 27,91 miliar dollar AS, tumbuh 9,17 persen secara bulanan. Nilai impor juga meningkat 3,77 persen dari bulan lalu menjadi 22,15 miliar dollar AS, tetapi tetap lebih rendah dari volume ekspor.
Pemerintah akan terus memonitor perkembangan kebijakan perdagangan internasional terkait komoditas strategis Indonesia. APBN akan terus digunakan agar dapat menopang kinerja ekspor dalam konteks memperkuat pemulihan ekonomi pascapandemi.
Analis Makroekonomi PT Bank Danamon Indonesia Tbk Irman Faiz mengatakan, penurunan harga komoditas akibat perlambatan permintaan global berpotensi memperlambat kinerja ekspor. Jika perlambatan ekonomi global terus berlanjut, diperkirakan volume ekspor akan menurun di masa mendatang.
Surplus neraca perdagangan pada Agustus 2022 ditopang oleh peningkatan volume ekspor meskipun terjadi penurunan pada sejumlah harga komoditas. Surplus tersebut juga ditopang oleh kinerja volume impor yang masih melambat. ”Di saat volume impor terus bertambah sejalan dengan pemulihan ekonomi domestik, neraca perdagangan bisa kembali defisit,” ujarnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio N Kacaribu optimistis volume ekspor pada bulan-bulan berikutnya masih akan positif dengan catatan dampak risiko global terhadap penurunan kinerja ekspor terus diwaspadai agar risiko perlambatan ekspor dapat termitigasi secara optimal.
BADAN PUSAT STATISTIK
Perkembangan ekspor dan impor Indonesia Agustus 2022
”Pemerintah akan terus memonitor perkembangan kebijakan perdagangan internasional terkait komoditas strategis Indonesia. APBN akan terus digunakan agar dapat menopang kinerja ekspor dalam konteks memperkuat pemulihan ekonomi pascapandemi,” katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (18/9/2022).
Febrio menambahkan, salah satu kebijakan fiskal yang diharapkan dapat mendorong volume ekspor agar tetap optimal adalah kebijakan penerimaan negara yang diarahkan mengurangi beban eksportir produk sawit dan turunannya.
Kebijakan tersebut dilakukan dengan menurunkan Pungutan Ekspor menjadi 0 dollar AS per ton sejak 15 Juli hingga 31 Agustus 2022 melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) kepada Kementerian Keuangan. Belakangan kebijakan pembebasan tarif pungutan ekspor untuk produk CPO dan turunannya diperpanjang hingga 31 Oktober 2022.
Kebijakan ini dinilai efektif dalam mendorong percepatan ekspor dan mengerek harga tandan buah segar (TBS) di level petani. Volume ekspor pada Juli 2022 tercatat 3,32 juta ton, naik 14 persen dari periode Juni 2022 sebesar 2,91 juta ton. Meningkatnya volume ekspor ini diikuti dengan kenaikan harga TBS di level petani.
Febrio mengatakan, tingginya nilai ekspor tentunya akan semakin memperkuat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dampak kinerja ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi akan dipadukan dengan pertumbuhan konsumsi masyarakat yang diharapkan akan terus menguat seiring semakin terkendalinya pandemi Covid-19.
”Pengeluaran pemerintah yang juga meningkat di tengah penyaluran berbagai program seperti bantuan sosial, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 di perkirakan akan sesuai atau bahkan melebihi target pemerintah,” katanya.
Dihubungi terpisah, Head of Center Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Rizal Taufikurahman menilai, pemerintah masih dapat memanfaatkan keuntungan yang dihasilkan dari surplus ekspor komoditas unggulan, seperti batubara, nikel, baja, gas bumi, hingga CPO untuk bantalan sosial masyarakat dalam menghadapi krisis.
”Dalam situasi saat ini, pemerintah harus memprioritaskan pembenahan masalah pangan terlebih dahulu karena itu berkaitan erat kaitannya dengan kelangsungan hidup masyarakat dan pergerakan inflasi,” kata Rizal.
Menurut dia, idealnya pemerintah harus menahan terlebih dahulu mengalokasikan belanja untuk pembangunan infrastruktur baru. ”Beban APBN memang berat, tetapi bisa dilakukan penyesuaian, utamanya untuk kebutuhan menjaga pertumbuhan ekonomi yang sedang bagus,” katanya.