Ketidakcocokan Keterampilan dengan Kebutuhan Pasar Jadi Permasalahan di NTB
Hingga saat ini tercatat masih ada lebih dari 100.000 pengangguran dari berbagai latar belakang pendidikan di NTB, termasuk dari lulusan SMK yang seharusnya lebih cepat diserap dunia kerja.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Petugas di bagian suvenir menyapa pengunjung yang mengikuti kegiatan Mandalika Track Walk, Jumat (5/8/2022). Mandalika Track Walk menjadi kegiatan untuk semakin mendekatkan masyarakat ke Sirkuit Mandalika.
MATARAM, KOMPAS — Hingga saat ini masih ada lebih dari 100.000 pengangguran dengan latar belakang pendidikan yang beragam di Nusa Tenggara Barat. Kondisi itu terjadi salah satunya karena persoalan hilir, di mana ada ketidakcocokan keahlian calon pekerja dengan kebutuhan pasar di daerah tersebut.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB I Gede Putu Aryadi di Mataram, Rabu (14/9/2022), mengatakan, berdasarkan data Badan Pusa Statistik Provinsi NTB, angkatan kerja di NTB hingga Februari 2022 sebanyak 2,78 juta orang.
Dari semua angkatan kerja itu, kata Gede, tingkat pengangguran terbuka atau TPT sebesar 3,92 persen. Artinya, masih ada sekitar 109.000 pengangguran dengan latar belakang pendidikan yang beragam.
Menurut Gede, peningkatan TPT terbesar justru terjadi pada lulusan sekolah menengah kejuruan atau SMK. Padahal, lulusan SMK digadang-gadang langsung bekerja. ”Malah tidak banyak yang terserap dunia industri,” kata Gede.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Dua karyawan di restoran JM Hotel Kuta, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Senin (25/7/2022), berbincang dengan wisatawan asing yang datang berlibur ke kawasan tersebut. Seiring makin menggeliatnya kawasan Mandalika, masyarakat juga tak ingin sekadar menonton dan saat ini mulai mengambil bagian.
Gede menduga, hal itu terjadi karena persoalan di hilir, yakni penyerapan pengangguran pada lapangan kerja belum berjalan lancar. Di samping itu, angkatan kerja di NTB belum memiliki informasi dan pengetahuan yang memadai tentang dunia kerja.
Malah tidak banyak yang terserap dunia industri.
Menurut Gede, terjadi mismatch karena keahlian dengan kebutuhan pasar belum cocok. Kondisi itu tidak lepas dari banyak lembaga pelatihan kerja dan sekolah kejuruan yang masih mempertahankan kejuruan yang sifatnya manajemen atau administrasi.
”Sementara tren pekerjaan sekarang telah banyak mengalami pergeseran. Tren dunia industri saat ini lebih mengedepankan keahlian implementasi,” kata Gede.
Keahlian
Menurut Gede, memasuki dunia kerja memang tidak cukup hanya dengan ilmu dan pengetahuan dasar. Para pencari kerja, termasuk lulusan SMK, harus memiliki keahlian, sikap, dan karakter. Implementasi dunia pendidikan dan dunia kerja sangat berbeda.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Seorang pedagang oleh-oleh menawarkan jualannya kepada wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Kuta Beach Park (KBP) di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Kuta, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kamis (28/7/2022). Mandalika kini menjadi magnet bagi pariwisata Lombok yang terus dikunjungi wisatawan, baik lokal, domestik, maupun mancanegara. Dampaknya tidak hanya masyarakat di dalam kawasan, tetapi juga luar kawasan Mandalika yang turut dikunjungi wisatawan.
Gede mengatakan, terkait dengan hal itu, telah ada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK. Inpres itu menginsturksikan semua perangkat pemerintah yang mengurusi SMK di seluurh Indonesia agar merombak sistem pendidikan dan pelatihan vokasi sesuai dengan permintaan pasar.
Di NTB, kata Gede, pembelajaran di SMK sudah bekerja sama dengan dunia usaha. Misalnya, mendatangkan instruktur dan para ahli dalam dunia industri. Siswa kemudian dilatih dan dididik langsung oleh ahli, baik kemampuan maupun budaya kerjanya.
”Setelah itu, diberikan uji sertifikasi. Jika lulus, akan langsung direkrut ke dalam perusahaan industri tersebut,” kata Gede.
Gede menambahkan, terkait dengan hal itu, pihaknya telah membangun kolaborasi dengan pihak terkait, seperti lembaga pelatihan kerja, lembaga vokasi, dan perguruan tinggi, untuk menyiapkan pencari kerja di NTB.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Sejumlah barista asal Lombok Tengah menyiapkan kopi yang akan disajikan untuk penonton MotoGP di gedung VIP Deluxe Sirkuit Internasional Jalan Raya Pertamina Mandalika, Kuta, Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Minggu (20/3/2022). Asosiasi Kopi Indonesia (Aski) NTB melibatkan sekitar 18 barista dari berbagai kafe di Lombok untuk terlibat dalam kegiatan tersebut.
Di NTB, salah satu sektor yang cukup aktif menerima kegiatan menyiapakan tenaga kerja adalah pariwisata. Para pelajar SMK yang mengambil jurusan terkait, seperti perhotelan dan usaha jasa perjalanan wisata, rutin mengikuti pelatihan hingga magang di hotel atau restoran.
Selama pemagangan, kata Syamsul Bahri, berbagai kegiatan diberikan agar peserta benar-benar siap ketika nanti terjun ke dunia kerja. Baik softskill maupun hardskill. Termasuk juga karakter, seperti rasa percaya diri mereka.
Meski telah dilatih dan memiliki keahlian, informasi pasar kerja juga harus ada, termasuk di dalamnya penyuluhan, bimbingan, dan perantaraan kerja. Target dari pelayanan yang telah diatur lewat Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 39 Tahun 2016 tentang Penempatan Tenaga Kerja itu adalah yang belum bekerja atau pengangguran.
”Penyuluhan dan bimbingan penting untuk para pencari kerja sehingga bisa menghindari ketidakcocokan (keahlian dengan kebutuhan pasar) dunia kerja,” kata Gede.