Ruang Negosiasi Penetapan Upah Minimum Perlu Kembali Dibuka
Salah satu opsi untuk mendorong kenaikan upah minimum yang lebih proporsional di tengah rezim UU Cipta Kerja adalah dengan kembali membuka ruang negosiasi antara Dewan Pengupahan di daerah dan gubernur.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Massa buruh dari berbagai serikat pekerja dan elemen buruh menggelar aksi di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat, Rabu (8/12/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Penyesuaian kenaikan upah minimum tahun 2023 perlu dilakukan sebagai dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak dan tren kenaikan inflasi. Ruang negosiasi antara kelompok buruh, pengusaha, dan pemerintah daerah perlu kembali dibuka agar persentase kenaikan upah minimum tidak lagi berada di bawah tingkat inflasi.
Sebelumnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan mengubah formula dan tata cara penetapan upah minimum. Regulasi turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu meniadakan negosiasi dan tawar-menawar penetapan upah minimum seperti yang sebelumnya berlaku.
Dengan regulasi baru itu, upah minimum hanya berpatok pada rumus baku dan data makro yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik. PP No 36/2021 itu sebelumnya sudah diberlakukan untuk penetapan kebijakan upah minimum tahun 2022. Hasilnya, rata-rata persentase kenaikan upah minimum tahun ini adalah 1,09 persen, di bawah tren inflasi.
Untuk mencegah agar kenaikan upah minimum tahun 2023 tidak kembali berada di bawah tren inflasi, ruang negosiasi antara kelompok pekerja, pengusaha, dan pemerintah daerah itu perlu kembali dibuka.
Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Hermanto Ahmad, Selasa (13/9/2022), mengatakan, jika ruang negosiasi tidak dibuka, kenaikan upah minimum tahun depan berpotensi bisa berada di bawah tingkat inflasi lagi. Apalagi, dengan naiknya harga BBM, kenaikan inflasi ke depan diperkirakan bisa di kisaran 6-8 persen.
”Kita harus realistis. Kalau tahun depan kita tetap memakai formula PP No 36/2021 tanpa ada penyesuaian dan membuka ruang negosiasi, akan susah. Padahal, kenaikan daya beli pekerja sebenarnya juga dibutuhkan untuk iklim usaha dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Hermanto saat dihubungi.
Pada Senin (12/9/2022), Hermanto dan jajaran Dewan Pengurus Pusat KSPSI bertemu dengan Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono serta Deputi Bidang Protokol Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin di Wisma Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta. Audiensi itu dilakukan di tengah unjuk rasa buruh memprotes kenaikan harga BBM dan kondisi pengupahan.
Dalam pertemuan itu, serikat buruh meminta agar ada penyesuaian kebijakan upah minimum tahun 2023 sesuai dengan kondisi perekonomian saat ini. Buruh juga meminta agar penetapan upah minimum tidak mengacu pada PP No 36/2021, mengingat Undang-Undang Cipta Kerja saat ini sedang dalam proses revisi pasca-putusan Mahkamah Konstitusi.
Jika ruang negosiasi tidak dibuka, kenaikan upah minimum tahun depan berpotensi bisa berada di bawah tingkat inflasi lagi.
Menurut Hermanto, pengaturan pengupahan seharusnya dikembalikan ke mekanisme tripartit melalui dewan pengupahan. ”Sistem kenaikan upah harus kembali mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL) pekerja, tingkat inflasi, dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah,” katanya.
Menindaklanjuti
Dalam pertemuan dengan perwakilan KSPSI itu, Heru Budi Hartono mengatakan akan menindaklanjuti masukan dari buruh pada Selasa ini melalui rapat koordinasi dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Investasi (Kompas, 12/9/2022).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pekerja berjalan kaki di jalur pedestrian Jalan Sudirman, Jakarta, saat jam pulang kerja, Selasa (23/8/2022).
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Direktur Pengupahan Kemenaker Dinar Titus Jogaswitani mengatakan, jajaran direktorat jenderal Kemenaker saat ini sedang berada di Bali untuk menggelar pertemuan antarmenteri ketenagakerjaan negara-negara G20 sehingga tidak bisa menghadiri pertemuan yang dimaksud.
Pada hari yang sama dengan audiensi kelompok buruh dengan perwakilan Istana, Senin, Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) juga mengadakan pertemuan kedua untuk membahas persiapan upah minimum. Pertemuan itu dihadiri oleh perwakilan dari unsur buruh, pengusaha, dan pemerintah (Kemenaker).
Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional dari unsur serikat buruh Surnadi mengatakan, dalam rapat tersebut dibahas hal-hal teknis berupa sosialisasi data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang akan digunakan untuk menghitung kenaikan upah minimum. Selain itu, dibahas juga kemungkinan penyesuaian kenaikan upah atas dampak kenaikan harga BBM.
Menurut dia, salah satu opsi yang dibahas untuk mendorong kenaikan upah minimum yang lebih proporsional itu adalah dengan membuka ruang negosiasi di tingkat daerah, antara Dewan Pengupahan dan gubernur. Maka, ada kemungkinan upah minimum bisa dinaikkan di atas hasil perhitungan berdasarkan formula di PP No 36/2021.
”Pada dasarnya pasti tetap memakai rumus (yang ada di PP No 36/2021), tetapi nanti sifatnya akan lebih membuka negosiasi di tingkat daerah. Untuk upah di atas upah minimum akan dirundingkan,” kata Surnadi.
Menunggu data
Untuk saat ini, Dewan Pengupahan masih menunggu disampaikannya data terbaru dari BPS. Berdasarkan target rencana aksi persiapan penetapan upah minimum, sepanjang September, BPS akan mengolah data yang dibutuhkan untuk menghitung upah minimum sesuai permintaan Kemenaker, lalu menyerahkan hasilnya ke Kemenaker.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Seorang mahasiswa di Palembang membentangkan pesan menolak kenaikan harga BBM bersubsidi saat berunjuk rasa di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (8/9/2022).
Berikutnya, pada Oktober, Kemenaker akan mengeluarkan surat menaker yang isinya meminta dukungan penetapan upah minimum ke pemerintah daerah. Secara paralel, akan diadakan rapat koordinasi dengan kepala dinas dan sekretaris daerah.
Pada November, data dari BPS akan disampaikan oleh Menaker kepada semua gubernur, yang kemudian akan menetapkan upah minimum provinsi (UMP) paling lambat 21 November 2022 dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) paling lambat 30 November 2022.
Berdasarkan PP No 36/2021, setidaknya ada 18 data yang dibutuhkan oleh Dewan Pengupahan untuk menghitung besaran persentase kenaikan upah minimum pada 2023, baik di daerah yang telah memiliki upah minimum maupun yang belum. ”Data dari BPS baru akan dikirim di tanggal 5 November, baru Dewan Pengupahan bisa mengolahnya,” kata Surnadi.