Otoritas Jasa Keuangan menyadari bahwa industri keuangan nonbank perlu segera direformasi agar bisa stabil, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan semakin aman bagi konsumen.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan atau OJK akan mempercepat reformasi pada industri keuangan nonbank atau IKNB yang meliputi asuransi, dana pensiun, multifinance, dan teknologi keuangan. Salah satu bentuk reformasi adalah memperkuat pengawasan dan tata kelola industri ini.
Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, industri keuangan nonbank diupayakan bisa menyusul industri perbankan yang sudah memulai reformasi dan penguatan kapasitas sejak tahun 1998. Hasilnya, kini industri perbankan dalam kondisi stabil dan berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Reformasi serupa coba dilakukan di sektor IKNB.
”Di industri asuransi dan IKNB secara menyeluruh saat ini belum terjadi reformasi. Ini yang kami percepat,” ujar Ogi saat jumpa pers tentang perkembangan IKNB di Kantor OJK Jakarta, Selasa (13/9/2022).
Ia menjelaskan, secara khusus semangat pengawasan IKNB akan beralih dari rule based (pengawasan berbasis aturan) menjadi principle based (pengawasan berbasis prinsip usaha). Hal itu akan dipadu dengan risk based (pengawasan berbasis risiko) dan supervision technology atau suptech (pengawasan memanfaatkan teknologi).
Dengan demikian, lanjut Ogi, pengawasan akan jadi lebih fleksibel sepanjang perusahaan menjalankan usahanya sesuai prinsip dan risiko yang termitigasi dengan baik. Selain itu, penggunaan teknologi juga akan makin memperkuat pengawasan karena berbasis data yang akurat.
Ogi juga menjelaskan, pihaknya akan mempererat koordinasi dengan asosiasi profesi pelaku jasa keuangan, seperti aktuaria, akuntansi, dan audit internal. Para asosiasi profesi itu didorong menegakkan kode etik profesi dan mengembangkan kompetensi sumber daya manusia di sektor IKNB.
Tantangan reformasi dan penguatan IKNB cukup besar mengingat luasnya spektrum dan jenis usaha di industri ini. Pengawasan IKNB mencakup industri asuransi umum, asuransi jiwa, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, lembaga keuangan mikro, perusahaan teknologi finansial, dan berbagai inovasi keuangan digital.
”Segala jasa keuangan yang bukan termasuk bank dan pasar modal pasti akan dikategorikan dalam IKNB. Inilah yang membuat industri ini begitu luas dari aspek jasa dan ragamnya,” ujar Ogi.
Dihubungi terpisah, pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, perubahan konsep pengawasan dari rule based menjadi principle based yang dipadu risk based dan suptech ini sangat perlu dilakukan. Sebab, saat ini berbagai produk IKNB erat bersinggungan dengan produk jasa keuangan lain.
Misalkan saja produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (Paydi) atau unitlink yang dipasarkan lewat bank atau bancassurance. Paydi merupakan produk asuransi, tetapi investasi nasabahnya di aspek pasar modal dan penawarannya oleh bank. Kolaborasi teknologi finansial dan berbagai inovasi keuangan digital dengan industri asuransi juga menghasilkan berbagai produk asuransi baru. Semua ini perlu diperkuat pengawasan dan tata kelolanya.
”Pengawasan harus lebih fleksibel dan tidak lagi terkotak-kotak sehingga terintegrasi secara menyeluruh sesuai prinsip jasa keuangan dan mitigasi risiko yang tepat,” ujar Irvan.
Irvan menegaskan, berbagai upaya penguatan pengawasan tata kelola itu harus mengarah pada perlindungan konsumen. Hal ini agar IKNB tetap kredibel dan dipercaya nasabah.
Kinerja industri
Mengutip data OJK, total aset industri asuransi komersial (asuransi umum, asuransi jiwa, dan reasuransi) per Juli 2022 sebesar Rp 834,52 triliun atau naik 8,40 persen secara tahunan dari sebelumnya Rp 769,85 triliun.
Secara agregat, investasi total industri asuransi komersial per Juli 2022 bertumbuh 6,79 persen ke posisi Rp 634,07 triliun. Akumulasi pendapatan premi perusahaan asuransi komersial periode Januari-Juli 2022 tercatat mengalami kenaikan 0,38 persen menjadi Rp 166,3 triliun.
Sementara itu, klaim asuransi komersial pada periode Januari Juli 2022 mencatatkan kenaikan sebesar 8,27 persen secara tahunan menjadi Rp 117,03 triliun.
Dari aspek permodalan, di sektor asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan rasio berbasis risiko (RBC) 493,85 persen dan 313,99 persen sehingga berada jauh di atas ambang batas minimum RBC sebesar 120 persen.
Untuk sektor pembiayaan, piutang pembiayaan sebelum dikurangi pencadangan meningkat 6,24 persen secara tahunan. Piutang pembiayaan neto juga meningkat 7,12 persen secara tahunan.
Sementara itu, untuk sektor dana pensiun, investasi dana pensiun tumbuh positif secara tahunan sebesar 2,99 persen menjadi Rp 322,51 triliun.
Adapun industri teknologi finansial pinjaman antar-pihak pada Juli 2022 mencatatkan pertumbuhan pembiayaan 88,84 persen secara tahunan menjadi Rp 45,73 triliun.