Formalisasi Dinilai Penting bagi Pengembangan Usaha Mikro
Formalisasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dinilai perlu untuk mendongkrak kapasitas dan daya saing usaha. Legalitas usaha dinilai akan memudahkan pelaku UMKM untuk mengakses fasilitas serta program pemerintah.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM di Indonesia dinilai memiliki peran yang penting bagi perekonomian nasional. Namun, tak semua kegiatan UMKM, terutama usaha mikro, masuk sebagai usaha formal. Formalisasi usaha mikro dianggap penting dan strategis sebagai usaha meningkatkan daya saing usaha.
Sekretaris Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Arif R Hakim, dalam keterangannya, Minggu (11/9/2022), menyatakan, kuantitas usaha mikro harus diimbangi dengan kualitas daya saing, baik dari sisi produk maupun sumber daya manusia. Peningkatan kualitas itu penting guna menghadapi disrupsi seiring perkembangan teknologi digital, globalisasi, serta gangguan seperti pandemi Covid-19.
”Pandemi yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun ini sesungguhnya memberikan tantangan yang berat bagi para pelaku usaha dan perekonomian Indonesia. Adaptasi dan transformasi menjadi salah satu strategi bagi UMKM untuk menghadapi tantangan di era disrupsi ini, termasuk dengan memanfaatkan peluang ekonomi digital,” kata Arif pada sosialisasi ”Formalisasi Usaha Mikro Strategis dan Pemasyarakatan Inkubasi bagi Calon Wirausaha Digital” yang digelar di Slawi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2019, kurang lebih 64 juta unit UMKM (99,9 persen dari total populasi usaha) telah berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Sektor UMKM menyumbang sekitar 61,07 persen produk domestik bruto, menyerap 96,9 persen tenaga kerja, dan menyumbang 11,4 persen ekspor nonmigas. Sementara jumlah UMKM yang masuk dalam rantai nilai global mencapai 4,1 persen, nilai investasi mencapai 60 persen, dan sebanyak 19,5 juta UMKM (30 persen) telah on-boarding atau masuk ke ekosistem digital.
Menurut Arif, teknologi digital semestinya mampu meningkatkan produktivitas dan mendorong pelaku UMKM naik kelas. Guna mencapai hal itu, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintan Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Implementasi kedua regulasi itu antara lain diwujudkan pada program pengembangan kapasitas usaha mikro melalui formalisasi usaha mikro strategis dan pemasyarakatan inkubasi bagi calon wirausaha digital. Menurut dia, pemerintah terus mendorong pertumbuhan ekonomi digital untuk meningkatkan produktivitas UMKM, baik diri sisi infrastruktur maupun peningkatan sumber daya manusia dalam hal literasi digital.
Dukungan tersebut juga diperlukan dari pihak lain, termasuk komunitas masyarakat di banyak daerah, agar semakin banyak usaha mikro yang naik kelas melalui digitalisasi. ”Transformasi digital usaha mikro juga harus disertai dengan transformasi usaha mikro ke formal,” ujar Arif.
Menurut Arif, pemerintah telah menyediakan fasilitasi berupa pendampingan untuk mengurus dan mendapatkan nomor induk berusaha (NIB) bagi pelaku UMKM. Begitu juga sertifikasi usaha/produk (PIRT, merek, halal, izin edar MD). Diharapkan, pelaku usaha bisa segera memiliki legalitas dan sertifikasi.
Sejak terbitnya Peraturan Pemerintah No 7/2021, pemerintah memberikan kemudahan berusaha bagi usaha mikro dan kecil (UMK). Salah satunya, kemudahan penerbitan perizinan berusaha berbasis risiko berupa NIB.
Menurut Arif, dengan memiliki NIB, legalitas UMK terjamin. NIB juga menambah peluang usaha, di antaranya fasilitas pembiayaan dari perbankan. Saat ini pencapaian penerbitan NIB secara nasional per 10 September 2022 mencapai 1,90 juta. Dari jumlah itu, 93,14 persen (1,77 juta) di antaranya adalah pelaku usaha mikro.
Kementerian Koperasi dan UKM juga menginisiasi Program Transformasi Formal Usaha Mikro (Transfumi). Kementerian Koperasi dan UKM bekerja sama dengan pihak lain membentuk sukarelawan Garda Transfumi yang memiliki tugas utama melakukan pendampingan UMKM untuk mendapatkan NIB melalui aplikasi OSS-RBA (Perizinan Daring Terpadu dengan Pendekatan Perizinan Berbasis Risiko).
Selama 2021-2022, Garda Transfumi telah terbentuk di 11 wilayah dengan jumlah 610 pendamping yang tersebar di Pulau Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, NTB, dan Sulawesi Selatan. Mereka telah mendampingi lebih dari 40.000 UMK untuk mendapatkan NIB dan jumlah itu diperkirakan masih akan terus bertambah.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR dari Daerah Pemilihan 9 Tegal Brebes, Harris Turino, mengatakan, pemerintah bersama DPR akan terus bersinergi dan berkolaborasi guna meningkatkan kapasitas UMKM dari ultra menjadi mikro, dari mikro menjadi usaha kecil, dan seterusnya.
”Tentu upaya-upaya ini juga harus disertai transformasi dari nonformal menjadi formal. Ini akan lebih memudahkan bagi pemerintah dan DPR untuk memantau dan memperkuat UMKM. Mendirikan koperasi sebagai wadah bagi UMKM akan sangat membantu bagi kami untuk menyampaikan program maupun melakukan pendampingan,” kata Harris.
Menurut Harris, UMKM di Tegal dan Brebes tergolong banyak jumlahnya. Namun, hal yang menjadi tantangan salah satunya adalah kemasan produk UMKM, khususnya produk kuliner yang kurang menarik. Padahal, sejumlah produk UMKM dari segi rasa relatif sangat enak. ”Karena itu, kami dan pemerintah sepakat mendirikan rumah kemasan untuk membantu UMKM di Tegal dan Brebes agar bisa memperbaiki kualitas kemasan produk mereka,” ujar Harris.
Kami dan pemerintah sepakat mendirikan rumah kemasan untuk membantu UMKM di Tegal dan Brebes agar bisa memperbaiki kualitas kemasan produk.
Harris menambahkan, pentingnya formalisasi usaha mikro adalah agar pelaku bisa mengakses Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM). UMKM yang berhak mendapatkan BPUM minimal harus memiliki NIB. Tahun ini, selain dinas koperasi, DPR dibolehkan mengusulkan usaha mikro yang berhak mendapatkan BPUM.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UMKM Kabupaten Tegal Supriyanti menyatakan, pihaknya berterima kasih kepada pemerintah dan DPR karena telah menfasilitasi UMKM di Kabupaten Tegal untuk mendapatkan NIB dan dukungan lainnya. ”Dari sekitar 65.000 UMKM di Kabupaten Tegal, diperkirakan baru 3.000 (unit) yang sudah memiliki izin usaha dan 500 (unit) yang sudah memiliki surat keterangan usaha atau SKU dari kelurahan,” kata Supriyanti.