Kenaikan Harga BBM Tidak Akan Ganggu Stabilitas Sistem Keuangan
Dampak kenaikan harga BBM diyakini tidak akan sampai mengguncang stabilitas sistem keuangan. Kendati demikian, akan ada penurunan permintaan pembiayaan dari sektor jasa keuangan.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kenaikan harga bahan bakar minyak diyakini tidak akan mengganggu stabilitas sistem keuangan. Dampak kenaikan harga BBM sebatas pada melambatnya laju permintaan pembiayaan lembaga jasa keuangan seiring menurunnya kemampuan debitor. Dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan masih akan melaju tetap akan memberikan angin segar pada kinerja lembaga jasa keuangan.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menjelaskan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) merupakan respons dari faktor eksternal global dan persoalan tekanan fiskal di dalam negeri yang dihadapi pemerintah. Ia mengatakan, dengan adanya keputusan itu, pelaku jasa keuangan justru akan lebih percaya diri karena memperoleh kepastian bagaimana pemerintah bersikap menghadapi kondisi ini.
”Kenaikan harga BBM yang ditetapkan ini memberi kejelasan mengenai posisi dan kebijakan menghadapi tekanan fiskal dan harga komoditas yang tinggi. Kebijakan ini cukup berat, tetapi memang harus dilakukan,” ujar Mahendra dalam jumpa pers Rapat Dewan Komisioner OJK, Jakarta, Senin (5/9/2022).
Ia menjelaskan, dampak kenaikan harga BBM terhadap industri keuangan belum akan terasa dalam waktu dekat. Namun, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi sampai akhir tahun masih di kisaran 5 persen, mengindikasikan permintaan pembiayaan dari industri jasa keuangan masih akan baik. Apalagi jumlah likuiditas di perbankan masih melimpah sehingga cukup longgar dalam menyalurkan kredit.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menjelaskan, kenaikan harga BBM akan berdampak pada kenaikan harga secara langsung (first round impact) ataupun dampak tidak langsung rambatan (second round impact). Hal ini akan meningkatkan inflasi dan mengurangi daya beli.
Ia menjelaskan, dampaknya akan memengaruhi kapasitas debitor perihal pelunasan pembiayaan. Selain itu, hal ini juga akan menurunkan minat dari permintaan pembiayaan di sektor jasa keuangan. Penurunan permintaan ini diperkirakan akan berada pada segmen usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dan dari sektor-sektor yang terpengaruh secara langsung dari kenaikan harga BBM. Sebab, debitor itu akan lebih fokus mengalokasikan keuangannya pada hal-hal yang bersifat kebutuhan primer dan menunda mencari pendanaan yang belum mendesak.
Dari aspek pasar modal, kemungkinan emiten-emiten yang mengalami tekanan adalah mereka yang berada di sektor transportasi. Sebab, kenaikan harga BBM ini sudah pasti akan langsung mengerek ongkos usaha mereka.
Kendati demikian, Faisal mengatakan, kenaikan harga BBM ini tidak akan berdampak lebih luas hingga bisa mengguncang stabilitas sistem keuangan. Sebab, pertumbuhan ekonomi tetap diperkirakan baik sampai akhir tahun.
Penyaluran kredit
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan, kondisi likuiditas saat ini tengah melimpah sehingga bisa tetap menopang penyaluran kredit. Fungsi intermediasi perbankan juga dalam posisi baik.
Sampai dengan Juli 2022, penyaluran kredit masih bertumbuh 10,71 persen secara tahunan. Adapun Dana Pihak Ketiga (DPK) sampai Juli 2022 juga bertumbuh 8,59 persen. Selain itu, rasio alat likuid/non-core Deposit dan Alat Likuid/DPK masing-masing sebesar 124,45 persen dan 27,92 persen, masih terjaga di atas ambang batas masing-masing, yakni 50 persen dan 10 persen.
Ditemui di sela-sela jumpa pers BCA Wealth Summit, Direktur PT Bank Central Asia Tbk Haryanto T Budiman mengatakan, pihaknya mendukung kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi sebab bertujuan untuk menyehatkan anggaran negara. ”Kami yakin pasti sudah dipertimbangkan matang-matang,” ujar Haryanto.
Ia menambahkan pihaknya optimistis penyaluran kredit tetap lancar dan bertumbuh sesuai target, yakni 8-10 persen hingga akhir tahun.