Penanganan Inflasi Harus Dimulai dari Desa
Penanganan inflasi yang membayang-bayangi perekonomian nasional harus dimulai dari desa. Prinsip dasarnya, putaran uang dari hulu ke hilir berada di desa.
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan inflasi yang membayang-bayangi perekonomian nasional harus dimulai dari desa. Prinsip dasarnya, putaran uang dari hulu ke hilir berada di desa sehingga dirasakan oleh warga desa. Ditambah lagi dengan perguliran dan alokasi dana desa, serta siklus pasar di desa, hal itu akan membuat kian tingginya perputaran uang di desa.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar dalam konferensi pers secara virtual saat kunjungan kerja ke Desa Rawa Subur, Kawasan Transmigrasi Dadahub-Lamunti, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Jumat (2/9/2022), mengatakan, ”Kalau sekadar proyek, batasan proyeknya akan bubar dan harus dimulai dari nol lagi. Barang yang sudah dikerjakan entah dikemanakan akan menjadi pembahasan tersendiri.”
Halim mencontohkan proyek yang dirasakan sekadar program, yakni Unit Pengelola Kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (UPK-PNPM) dan dana bergulir. Setelah program selesai, pelaksanaannya terkatung-katung tanpa mempunyai cantolan hukum yang jelas.
Dengan lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja, lanjut Halim, badan usaha milik desa (BUMDes) dinyatakan sebagai badan hukum sehingga satu-satunya cantolan hukum yang paling tepat untuk menampung UPK-PNPM adalah BUMDes. Dana ini bukan menjadi aset desa, melainkan aset masyarakat desa. Sebab, guliran dana itu bukan diberikan kepada desa, melainkan langsung kepada warga miskin di wilayah kecamatan tersebut.
Halim menuturkan, jika sebanyak 74.961 desa di Indonesia mengalami perputaran dana masyarakat atau transaksi ekonomi yang dinamis, lalu menyatu dari hulu ke hilir, semua ini akan menjadi terobosan yang bagus untuk percepatan pemulihan ekonomi nasional.
Halim menegaskan, pihaknya telah menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) Desa PDTT Nomor 97 Tahun 2022 tentang Pengendalian Inflasi dan Mitigasi Dampak Inflasi Daerah pada Tingkat Desa. Secara riil, bentuknya berupa ekonomi sirkular, seperti di Desa Rawa Subur ada pengembangan energi baru dan terbarukan, pengembangan ayam petelur dan itik petelur, pakan, padi, dan sebagainya.
Selain itu, pihaknya juga telah menerbitkan Kepmen Desa PDTT No 82/2022 tentang Pedoman Ketahanan Pangan di Desa. Pagu dana desa untuk ketahanan pangan tahun 2022 mencapai Rp 13,6 triliun. Hingga 2 September 2022, dana ketahanan pangan sudah terpakai sebesar Rp 8,63 triliun.
Hari ini, lanjut Halim, semua negara dihantui oleh inflasi yang tinggi. Indonesia masih posisi aman, tetapi tetap diperlukan antisipasi. Presiden Joko Widodo langsung mengambil alih dengan menginstruksikan beberapa hal agar harga barang terjaga dan daya beli bisa dimiliki warga.
Menurut Halim, tingkat desa tentu memerlukan regulasi. Sebab, dana desa bisa juga dipakai untuk pengendalian inflasi dan mitigasi. Kepmen Desa PDTT No 97/2022 menjadi cantolan hukum untuk kepala desa, perangkat desa dan Badan Permusyawaratan Desa ketika memanfaatkan dana desa.
Panduan ini bertujuan untuk mengendalikan inflasi di desa, melaksanakan mitigasi dampak inflasi di desa, dan menumbuhkan peran aktif masyarakat. Pengendalian ini merupakan rangkaian kegiatan dalam lingkup wewenang desa.
Fokusnya, kata Halim, harga barang dan jasa di desa tidak mengalami kenaikan. Hal yang dilakukan, antara lain, penyediaan data dan informasi hasil produksi dan komoditas di desa, terutama pangan dan energi. Acap kali, hal yang menyebabkan inflasi adalah faktor transportasi.
Fokus lainnya adalah bantuan kepada kelompok pengelola usaha tani dan nelayan dan unit angkutan bahan pangan. Juga, penyiapan dan pengembangan pusat logistik di desa serta perdagangan sistem daring juga perlu digerakkan supaya tidak membutuhkan ongkos kirim.
”Kalau memang tidak bisa dihindari supaya harga komoditas pangan di desa murah, dana desa diperkenankan digunakan untuk subsidi angkutan bahan pangan pada BUMDes,” kata Halim.
Soal mitigasi dampak inflasi di tingkat desa, Halim menjelaskan, kegiatannya berfokus untuk memastikan warga desa memiliki kemampuan membeli kebutuhan pokok. Ini merupakan antisipasi kalau betul-betul terjadi inflasi. Mitigasi tersebut dilakukan dengan kegiatan padat karya tunai desa, penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) dana desa, penyaluran dana bergulir, dan program dana desa harus dilaksanakan dengan cara swakelola.
Demplot
”Meskipun konsep inflasi kerap bicara minimal pada tingkat kabupaten, hal itu tidak bisa lepas dari dukungan yang terjadi pada desa. Sebab, kondisi inflasi akan berdampak secara agregatif. Demplot merupakan salah satu program pemulihan ekonomi nasional pada tingkat desa,” kata Halim.
Demplot atau demonstration plot merupakan metode penyuluhan pertanian yang ditujukan kepada petani dengan cara membuat lahan percontohan. Tujuannya, petani bisa melihat sendiri dan membuktikan obyek yang didemonstrasikan.
Halim mengatakan, demplot peternakan dikembangkan di Desa Rawa Subur. Ada peternakan ayam dan itik petelur. Hasilnya dikelola untuk menjadi perputaran ekonomi di desa ini. Konsep dasarnya sama dengan desa peternak berkelanjutan di tujuh desa di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Kepala Desa Rawa Subur, Surian, menuturkan, demplot tidak hanya berfokus pada peternakan, tetapi juga pembuatan pupuk cair dan padat. Demplot korporasi berkelanjutan yang diperbantukan oleh Kementerian Desa PDTT akan terus dilanjutkan agar membantu perekonomian masyarakat desa.
Ketua BUMDes Berkah Bersama Mas Bahrun menambahkan, peternakan yang dikembangkan, seperti sapi, kambing, ayam, itik, dan ikan, dikembangkan dengan berbagai kapasitas produksinya. Ada pula pengembangan tanaman hortikultura dan biogas untuk pembuatan pupuk kompos atau organik.
”Atas demplot ini, kami bersama pemerintah desa, warga, karang taruna, dan kaum milenial akan secara optimal melanjutkan sehingga demplot ini bisa meningkatkan ekonomi warga desa,” kata Mas Bahrun.