Agar Hak Kekayaan Intelektual Bisa Menjadi Jaminan Utang
Agar hak kekayaan intelektual bisa menjadi agunan utang bank, perlu regulasi tambahan yang mengatur secara detail agar bisa memberikan perlindungan dan kepastian, baik untuk bank maupun calon debitor.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·5 menit baca
Ide pemerintah untuk menjadikan hak kekayaan intelektual (HKI) sebagai jaminan utang adalah inovasi yang memberi angin segar bagi pelaku industri kreatif. Sebab, hasil kerja keras mereka berupa HKI akan bisa digunakan untuk jaminan utang lembaga keuangan. Namun, sebagaimana lazimnya inovasi yang mendobrak, perlu berbagai penyesuaian dari berbagai pihak agar inovasi itu bisa terlaksana.
Inisiatif itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 24 tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Aturan itu telah diteken Presiden Joko Widodo pada 12 Juli 2022 dan mulai berlaku satu tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Sembari menanti pelaksanaan aturan itu pada 12 Juli 2023, segenap pemangku kepentingan perlu mempersiapkan diri.
Dalam diskusi ”Prospek Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sebagai Jaminan Utang” yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute, Kamis (1/9/2022), dikumpulkan semua pemangku kepentingan terkait hal ini mulai dari OJK, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, akademisi hukum, dan insan perbankan. Masing-masing menyuarakan aspirasinya agar tercipta sinergisitas demi tercapainya HKI sebagai jaminan utang.
Direktur Consumer Banking PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI Corina Leyla Karnalies mengatakan, perbankan sejatinya menyambut baik inisiatif pemerintah untuk menjadikan HKI sebagai jaminan utang bagi pelaku industri kreatif. Sebab, perbankan melihat potensi yang besar dari industri kreatif dan berbagai nilai tambah yang bisa diberikan terhadap perbankan dan ekonomi secara keseluruhan.
Meski demikian, Corina mengatakan, ada sejumlah tantangan yang perlu diselesaikan untuk mewujudkan HKI sebagai jaminan bank. ”Pertanyannya adalah bagaimana menghitung kebutuhan kredit dan komponen apa saja yang perlu dihitung? Bagaimana menilai dan menghitung valuasi kekayaan intelektual sebagai objek pembiayaan? Siapa penilai suatu kekayaan intelektual?” ujar Corina.
Corina menambahkan, hal-hal ini perlu diatur lebih detail. Sebab, perbankan perlu perhitungan yang tepat dan memitigasi risiko dari setiap penyaluran kredit.
Guru Besar Bidang Kekayaan Intelektual dan Hukum Keuangan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Rahmi Jened menjelaskan, pembahasan HKI sebagai jaminan utang ini sudah bergulir sejak 2010. Ia menjelaskan, dengan adanya PP Nomor 24 Tahun 2022 maka HKI yang sebelumnya adalah jaminan pelengkap untuk mengambil utang, kini berubah menjadi jaminan utama.
Artinya, apabila dulu pelaku industri kreatif mau mengambil utang di bank, HKI dulu hanya sebagai jaminan pelengkap saja. Namun kini, cukup HKI saja sudah bisa dijadikan jaminan utama.
Perubahan itu memerlukan sejumlah aturan lebih detail untuk memberikan kepastian, baik kepada perbankan maupun debitor, yang merupakan pelaku industri kreatif. Perbankan itu pada dasarnya akan memberikan kredit apabila sudah percaya pada calon debitornya akan bisa melunasi kredit itu. Karena itu, disusun berbagai peraturan dan penilaian kriteria-kriteria calon debitor yang layak memperoleh kredit bank.
Apabila ingin menjadikan HKI sebagai jaminan utang, maka perbankan harus difasilitasi cara bagaimana perbankan bisa menghitung nilai ekonomis HKI itu. Tak hanya itu, perbankan juga perlu berbagai aturan pendukung lainnya agar menghindarkan perbankan dari risiko kegagalan pembayaran.
”Jika kita peras intisarinya, perbankan itu butuh bisa mempercayai calon nasabahnya. Caranya adalah dengan lebih mengenal profil ekonomi calon debitornya,” ujar Rahmi.
Menyadari adanya tantangan yang perlu diselesaikan juga dikemukakan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae. Ia menjelaskan, salah satu tantangan terbesar adalah dari sisi stabilitas sistem keuangan. HKI masih sering dinilai sebagai sektor dengan produktivitas rendah dan memberikan penghasilan yang fluktuatif sehingga dikategorikan sebagai penyumbang risiko stabilitas.
”Hal ini membuat pembiayaan berbasis HK menuntut bank menyiapkan pencadangan yang lebih besar,” ujar Dian.
Persiapan lanjutan
Dari sisi regulasi, Dian menjelaskan, dari peraturan OJK yang berlaku saat ini tidak ada larangan menjadikan HKI sebagai agunan kredit. Pihaknya juga mendukung pengembangan potensi HKI dan implementasinya sebagai obyek jaminan utang.
Pihaknya menyarankan, dari di sisi kelembagaan agar pemerintah dapat membentuk instansi registrasi, pencatatan transaksi, dan penjamin HKI. Selain itu, perlu diciptakan ekosistem dan pasar yang siap membeli dari berbagai produk dan jenis HKI.
”Dan yang tidak kalah penting, dukungan dalam hal insentif program penjaminan maupun subsidi bunga dari pemerintah melalui piloting HKI sebagai agunan, dengan demikian menciptakan confidence, baik dari sisi perbankan maupun perusahaan pembiayaan,” ujar Dian.
Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nia Niscaya mengatakan, inisiatif menjadikan HKI sebagai utang bank diyakini bakal meningkatkan nilai tambah industri kreatif ke depan. Hal ini juga mendorong pertumbuhan ekosistem industri kreatif ke depan.
Pada 2022, nilai tambah ekonomi kreatif diperkirakan mencapai Rp 1.236 triliun meningkat 3,77 persen dari 2021 yang sebesar Rp 1.191 triliun. Tahun depan nilai tambah ekonomi kreatif diperkirakan mencapai Rp 1.279 triliun.
Ia menjelaskan, persyaratan pengajuan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual harus mengajukan proposal pembiayaan, memiliki usaha ekonomi kreatif, memiliki perikatan kekayaan intelektual dengan produk ekonomi kreatif, dan memiliki sertifikasi kekayaan intelektual.
Nia menambahkan, pihaknya sudah memiliki target kinerja tahun ini dan tahun depan untuk menindaklanjuti penerbitan PP No 24/2022. Tahun ini, pihaknya, antara lain, akan melakukan penyiapan akses data kekayaan intelektual yang dijadikan obyek penjaminan, meningkatkan kompetensi profesi penilai kekayaan intelektual, penyiapan sistem pencatatan fasilitas pendanaan ekonomi kreatif, dan penyusunan regulasi terkait di sektor jasa keuangan.
Tahun depan, pihaknya berencana menyiapkan platform pendaftaran penilai kekayaan intelektual dan fasilitasi sistem pemasaran berbasis kekayaan intelektual.
Analis Hukum Ahli Madya Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Rikson Sitorus mengatakan, dengan terbitnya PP No 24/2022, maka kendala-kendala yang timbul selama ini dalam penerapan HKI sebagai penjaminan utang dapat diminimalkan dan kemudian diimplementasikan.