Tingkatkan Dekarbonisasi, Pertamina Tak Korbankan Fosil
Menurut data Pertamina, dalam proyek dekarbonisasi, sejumlah program yang disiapkan salah satunya ialah penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon atau CCUS.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — PT Pertamina (Persero) mengarahkan bisnisnya pada energi yang lebih bersih, seperti proyek-proyek dekarbonisasi. Namun, upaya itu tak berarti mengorbankan energi fosil, seperti minyak dan gas bumi, karena akan jalan beriringan dengan mengacu target bauran energi terbarukan. Ketahanan energi nasional pun menjadi prioritas.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, saat bincang dengan media di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu (31/8/2022), mengatakan, dirinya tak akan memilih salah satu antara dekarbonisasi dan energi terbarukan. Keduanya berjalan bersama karena target emisi nol bersih (NZE) pada 2060 pun berarti emisi yang dihasilkan jumlahnya sama dengan yang diserap.
”NZE ini kan menghasilkan karbon emisi tidak apa-apa, tetapi ada juga program-program untuk menurunkan emisi. Ini semua harus didorong karena presiden menyatakan transisi ke energi terbarukan tak boleh korbankan ketahanan energi atau menjadi tak bisa diakses. Yang pertama harus kita amankan adalah ketahanan energi nasional,” ujar Nicke.
Menurut Nicke, tiga hal utama dalam menjaga ketahanan energi nasional ialah ketersediaan, dapat diakses oleh seluruh masyarakat, dan harganya terjangkau. Apabila belum masuk pada keekonomian, subsidi diberikan, seperti yang hari ini diberikan pada bahan bakar minyak (BBM) jenis pertalite dan biosolar.
Transisi energi terus didorong tanpa mengganggu tiga aspek tersebut karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Upaya pengembangan energi terbarukan Pertamina pun mengacu pada Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), yang menargetkan bauran energi baru dan terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050.
”Produk yang dihasilkan Pertamina yang sifatnya energi terbarukan masih di bawah 3 persen. Kami akan tingkatkan menjadi 17 persen pada 2030. Dalam mendukung target bauran energi nasional, kami alokasikan untuk pengembangan energi terbarukan sekitar 14 persen. Ini lebih tinggi dari rata-rata perusahaan energi dunia yang mengalokasikan sekitar 9 persen,” ujar Nicke.
Menurut data Pertamina, dalam proyek dekarbonisasi, sejumlah program yang disiapkan salah satunya ialah penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon (carbon capture, utilization, and storage/CCUS). Selain itu, pemanfaatan energi panas bumi, hidrogen, bioenergi, baterai, dan sistem penyimpanan energi kendaraan listrik serta pengembangan solar-wind-hydro.
Direktur Utama Pertamina Power Indonesia (PPI) sebagai Subholding Power and New Renewable Energy (Pertamina NRE) Dannif Danusaputro menuturkan, CCUS memegang peranan penting dalam menghadirkan energi yang lebih rendah karbon. Juga sebagai salah satu penunjang tercapai target emisi nol bersih pada 2060. Di sisi lain, investasi juga dibutuhkan.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan, sejauh ini, pemerintah berupaya mengembangkan ekonomi hijau (green economy) dengan mengembangkan proyek-proyek yang bankable. Juga memasukkan faktor pendukung untuk investasi pertumbuhan hijau, serta merancang instrumen ekonomi dan kebijakan yang inovatif. ”Energi baru dan terbarukan punya potensi untuk menjadi penggerak industri lokal, investasi, dan penciptaan lapangan kerja, serta memastikan ketahanan energi dan mitigasi perubahan iklim,” ujar Arifin.
Upaya lain yang ditawarkan ialah meningkatkan aksi kolaborasi antar-kementerian dan pemangku kepentingan dalam mengawasi pelaksanaan proyek-proyek strategis. Arifin berharap, semua pihak terkait dapat membantu pelaksanaan audit, memberikan akses terhadap data dan informasi yang diperlukan terkait dengan pemeriksaan dengan aturan berlaku.
Kurangi impor
Di sisi lain, Pertamina juga terus berupaya dalam meningkatkan produksi bahan bakar minyak, terlebih proyek Proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balongan tahap pertama telah rampung. Hal tersebut berkontribusi menambah peningkatan produksi di kilang tersebut dari sebelumnya 125.000 barel per hari menjadi 150.000 barel per hari.
Dengan rampungnya proyek untuk menghasilkan pertamax atau BBM RON 92 tersebut, impor BBM dapat dikurangi sehingga akan membawa dampak positif bagi defisit neraca perdagangan. Dengan penambahan 25.000 barel per hari, maka pengurangan impor BBM bisa mencapai 9,1 juta barel per tahun.
Selain itu, proyek RDMP Balikpapan, Kalimantan Timur, juga diharapkan segera rampung. ”Akhir tahun depan, RDMP Balikpapan selesai. (Itu) Akan menambah produksi sekitar 100.000 barel per hari,” ujar Nicke.