Tantangan Pelindo Pascamerger, Menekan Biaya Logistik
Sejak merger pada 1 Oktober 2021, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) praktis jadi pengendali tata kelola gerbang pengiriman logistik, antarpulau ataupun ekspor. Tantangan terbesarnya adalah menekan biaya logistik.

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (23/9/2021).
Bank Dunia dalam laporannya tentang Indeks Performa Logistik atau Logistics Performance Index/LPI tahun 2018 menyebut, rangking Indonesia berada di urutan ke-46. Posisi itu memang naik dibandingkan tahun 2016 yang berada di urutan ke-63 dan tahun 2014 yang ada di urutan ke-57. Penentuan posisi itu didasarkan pada penilaian terhadap beberapa indikator, yakni bea cukai (customs), infrastruktur, pelayaran internasional, kompetensi logistik, pelacakan (tracking-tracing), serta ketepatan waktu (timeliness).
Pada Februari 2022, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan secara terbuka menantang Pelindo untuk mendorong efisiensi rantai logistik. Bertepatan dengan rangkaian kegiatan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia di Makassar, Sulawesi Selatan, pemerintah menargetkan penurunan biaya logistik menjadi 17 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional pada tahun 2024.
Data Kementerian Keuangan tahun 2019 menunjukkan, biaya logistik di Indonesia masih di level 23,8 persen dari PDB. Secara rinci, biaya inventori sebesar 8,9 persen, transportasi darat 8,5 persen, transportasi laut 2,8 persen, administrasi 2,7 persen, dan biaya lainnya sebesar 0,8 persen. Oleh karena itu, upaya mencapai target itu dinilai tidak mudah mengingat negara-negara tetangga pun berinovasi demi menghasilkan biaya logistik yang kompetitif.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Perdagangan Benny Sutrisno, Selasa (16/8/2022) berpendapat, berbeda dengan negara-negara lain, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 62 persen luas wilayahnya berupa laut dan perairan. Aktivitas logistiknya tentu berbeda. Pengiriman barang dari Pulau Jawa ke Papua, misalnya, membutuhkan biaya yang cukup mahal karena perlu mempertimbangkan faktor keterisian (load factor) pergi-pulang. Kontainer penuh saat berangkat, tapi kosong saat kembali.
”Ironisnya, segala aktivitas pelabuhan masih dianggap sebagai fasilitas untuk mencari uang. Bukan sekadar penentuan sesuai tarif. Sederhananya, pengiriman barang melalui jasa pelayaran tentu kita mendapatkan bill of lading (BL/resi pengiriman barang lewat kapal laut). Sementara untuk pengiriman barang ekspor dibutuhkan BL yang harus dibayar untuk penyelesaian letter of credit (L/C),” ujar Benny.
Baca juga: IMF: Kenaikan Biaya Logistik Laut Bisa Perburuk Inflasi 2022

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (23/9/2021). Siklus superkomoditas (supercycle)diperkirakan berakhir September 2022.
Di sinilah, lanjut Benny, otoritas Pelindo memiliki bagian-bagian lain di bawahnya. Acapkali, ada tarif-tarif ”di bawah” Pelindo yang mesti dibayarkan lagi oleh eksportir. Ada kesepakatan-kesepakatan yang mesti dilakukan oleh asosiasi eksportir, importir, bongkar muat, hingga pergudangan. Padahal, belum tentu semua pengusaha menjadi bagian dari asosiasi-asosiasi itu.
”Bagi (pelaku) dunia usaha, kegiatan ekspor-impor yang diinginkan adalah ’satu pintu selesai’. Ini mesti dipegang oleh Pelindo. Selama mekanisme ini tidak berubah, indeks performa logistik akan sulit diperbaiki. Begitu banyak dokumen yang mesti diurus. Akibatnya, pemilik barang cenderung tahu beres menggunakan jasa forwarder. Pengusaha sesungguhnya membutuhkan hal yang simpel dan masuk akal, Pelindo buka satu pintu saja,” kata Benny.
Menurut dia, hal lain yang perlu diperhatikan sebagaimana menjadi penilaian Bank Dunia adalah menyangkut dwelling time. Istilah ini mengacu pada waktu yang dihitung mulai dari kontainer dibongkar muat dan diangkat (unloading) dari kapal sampai peti kemas meninggalkan terminal pelabuhan melalui pintu utama.
Dahulu, kata Benny, ukuran lamanya penempatan kontainer dipatok berdasarkan tingkat okupansi 65 persen di terminal pelabuhan. Sekarang, pegangannya adalah jumlah hari. Jadi, setelah peti kemas berada di terminal, pilihannya adalah peti kemas harus keluar setelah tiga hari atau dikenai denda. Apabila dikeluarkan, peti kemas ditempatkan di lini dua (milik swasta). Tentu, ada biaya-biaya lagi yang membuka peluang ekonomi biaya tinggi.
Secara kualitatif, kata Benny, pelayanan terminal handling charge (THC) yang efisien dan efektif semestinya membuat biaya makin murah dan terjangkau. Apalagi, pelabuhan semakin banyak dibangun, infrastruktur jalan menuju pelabuhan dibangun, teknologi perdagangan makin efektif, sementara pengurusan dokumen sudah menggunakan aplikasi yang semakin mudah dan cepat.

Salah satu sisi aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (23/9/2021).Kapal siap bersandar di dermaga.
Kepala Cabang Meratus Makassar Steven Kristanto mengatakan, kecepatan bongkar muat peti kemas menjadi indikator dalam jasa pelayaran. Sebagai perusahaan one stop solution jasa pelayaran yang menyediakan kapal dan kontainer, pelayanan Pelindo pascamerger terlihat banyak perubahan.
”Pelayanan bongkar muat yang dulu hanya mencapai rata-rata 30 boks per jam, sekarang bisa mencapai 40-50 boks per jam. Kondisi ini pun terus jadi evaluasi rutin kami dari pelabuhan ke pelabuhan di seluruh Indonesia. Paling tidak, Pelabuhan Makassar masuk dalam tiga besar pelabuhan yang mampu menerapkan bongkar muat yang efektif dan efisien,” kata Steven.
Pascamerger Pelindo, lanjut Steven, paling tidak, pelabuhan lain juga bisa meningkatkan pelayanan bongkar muatnya secara cepat dan efisien. Terkait biaya logistiknya, tentu kesesuaian tarif sudah disepakati oleh Asosiasi Perusahaan Bongkat Muat Indonesia (APBMI).
Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang atau disapa Franky meyakini, Pelindo mempunyai divisi aktivitas usaha yang mengemban misi efisiensi dan efektivitas operasional di lapangan. Sebagai tetangga dalam satu area di Pelabuhan Tanjung Priok, Pelindo tentu lebih aktif dalam melayani klien, dari kecepatan kapal bersandar hingga bongkar muatnya.
”Kami memang memiliki dermaga sendiri, tetapi seluruh aturan yang ditetapkan Pelindo tetap harus dipatuhi. Apalagi, Pelindo terus berkomitmen menjadikan pelabuhan sebagai kawasan bebas korupsi. Pola pembayaran transaksi jasa pelayaran juga dibenahi sistem administrasinya,” kata Franky.
Menurut Franky, semua pelabuhan semestinya memiliki standar yang sama, terutama dalam mengatur kecepatan truk kontainer masuk pelabuhan. Pengaturan bongkar muat jadi titik krusial distribusi logistik.

Data jumlah trayek dan angkutan kontainer yang dilakukan dalam Program Tol Laut tahun 2021 yang dihimpun Kementerian Perhubungan, sebagaimana disampaikan dalam Forum Bisnis “Kemudahan Distribusi Logistik melalui tol laut dalam Mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah” secara virtual yang diselenggarakan Kementerian Perhubungan, Jakarta, Kamis (10/2/2022).
Simpul transportasi
Direktur Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai Kementerian Perhubungan Capt Mugen Sartoto secara terpisah mengakui, terkait ekonomi biaya tinggi, pelabuhan sering dipandang sebagai salah satu simpul transportasi penyumbangnya.
”Saat ini, sebetulnya ada pendampingan dari tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) yang membantu kementerian/lembaga yang berada di pelabuhan untuk menata ulang kegiatan di pelabuhan. Handling container sendiri hanya sebuah mata kegiatan di pelabuhan yang memang patut diduga berkontribusi cukup besar dalam biaya logistik,” kata Mugen.
Sampai poin ini, kata Mugen, beberapa penataan dilakukan oleh kementerian teknis terkait pendampingan dari Stranas PK. Banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan untuk mendongkrak rangking indeks performa logistik.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada akhir Agustus 2022 menunjukkan sejumlah kemajuan Program Tol Laut sejak diluncurkan tahun 2015. Ada peningkatan, baik jumlah trayek, pelabuhan yang disinggahi, daya angkut, maupun muatan. Saat ini, tol laut melayani 33 trayek dengan 32 kapal yang menyinggahi 130 pelabuhan.
Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina Berpotensi Picu Kenaikan Biaya Logistik Laut
Tol laut memerlukan dukungan dari pemangku kepentingan lain, baik kementerian/lembaga, BUMN, operator, maupun mitra kerja. Peran pemerintah daerah penting dalam mengoptimalkan pemanfaatan komoditas unggulan daerah agar muatan balik tol laut semakin optimal.
Direktur Utama Pelindo Arif Suhartono saat wawancara dengan Kompas berulang menyebutkan, bicara pelabuhan, sebenarnya berbicara tentang ekosistem. Fokus dari sisi Pelindo, apa yang bisa Pelindo lakukan untuk membantu menekan biaya logistik, jika menilik angka 1,4 persen atau setara 5 persen total biaya logistik nasional?
Publik mempersepsikan bahwa persoalan itu seolah merupakan ”dosa” Pelindo. Padahal, data Bank Dunia secara terinci menyebut komponen biaya, antara lain, komponen water, land transportation, inventory, dan sebagainya. Komponen water terdiri dari pelabuhan dan perkapalan cuma sebesar 2,8 persen atau rata-rata hanya 1,4 persen. Jika besaran subkomponen pelabuhan 1,4 persen dibagi 23,8 persen, proporsi pelabuhan terhadap biaya logistik hanya 5 persen.
”Publik hanya melihat angka besarnya 23,8 persen. Sementara, komponen land transportation dan inventory inilah yang paling besar, masing-masing sekitar 8 persen. Tentu, kita perlu bicara pola bisnis maritimnya,” ujar Arif.

Kapal tol laut bersandar di Pelabuhan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Selasa (25/2/2020). Kendati dilayani tol laut, harga barang di daerah itu tidak turun.
Bisnis maritim merupakan bisnis terjadwal. Misalnya, kapal datang, bersandar, hingga melanjutkan perjalanan kembali. Tentu semua ini menuntut performa yang stabil dan tinggi. Menurut dia, yang bisa Pelindo lakukan untuk memperbaiki logistik adalah memperpendek port stay dan cargo stay.
Port stay itu menunjukkan lamanya kapal bersandar di pelabuhan. Sependek mungkin waktu kapal bersandar di pelabuhan, itu akan berdampak pada peningkatan opportunity stayling time. Akhirnya kapal bisa membawa muatan semakin banyak per satu satuan waktu. Sebab, waktu nongkrong di pelabuhan semakin pendek.
Bagi (pengelola) kapal, mereka hanya menghitung waktu sejak datang hingga berangkat kembali. Untuk itu, sejak persiapan kapal datang ke terminal pelabuhan, proses bongkar muat hingga keberangkatannya, pihaknya selalu minta untuk memperpendek waktu bersandar di pelabuhan. Bongkar muat dan keberangkatan kembali adalah layanan marine, antara lain, kecepatan kapal tandu segera melakukan pelayanan.
”Inilah yang selalu saya sampaikan, layanan bongkar muat dipercepat. Tentu, fokus pada pelayanan peti kemas karena memberi dampak paling besar pada distribusi logistik di Indonesia,” kata Arif.
Pelindo berkomitmen untuk berkontribusi pada penurunan biaya logistik, utamanya melalui standardisasi operasional pelabuhan, digitalisasi, dan perbaikan sistem operasional pelabuhan. Standardisasi yang telah dan sedang dilakukan, antara lain, di Pelabuhan Ambon, Makassar, dan Belawan.
Pascamerger Pelindo telah mencanangkan visi untuk menjadi pemimpin ekosistem maritim terintegrasi dan berkelas dunia. Pelindo berupaya mewujudkan jaringan ekosistem maritim nasional melalui peningkatan konektivitas jaringan dan integrasi pelayanan guna mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Arif mengakui, pembentukan subholding diharapkan mampu menajamkan spesialisasi dan kompetensi dari bisnis inti Pelindo, di antaranya peti kemas, nonpeti kemas, jasa marine dan kepelabuhanan, serta jasa logistik agar koordinasi serta eksekusi terkait proses logistik dan kepelabuhanan menjadi lebih dewasa, efisien, dan lincah.
Setelah hampir satu tahun pascamerger, Pelindo menghadapi tantangan nyata, yakni mewujudkan target penurunan biaya logistik. Apakah mampu? Mari, kita tunggu hasilnya.
Baca juga: Tol Laut Dievaluasi