Stabilitas Ekonomi Penting Jelang Tahun Politik 2024
Meski memiliki bekal perekonomian dalam negeri yang dalam kondisi baik, berbagai ketidakpastian global perlu diantisipasi untuk jaga stabilitas ekonomi. Stabilitas ekonomi berpengaruh terhadap stabilitas sosial politik.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjaga stabilitas ekonomi sangat penting di tengah ketidakpastian global, terlebih menjelang tahun politik 2024 di Indonesia. Kondisi perekonomian yang stabil turut berdampak pada terjaganya stabilitas sosial dan politik sehingga arah pembangunan tetap sesuai rencana.
Demikian yang mengemuka dalam diskusi bertajuk “Dampak Instabilitas Keamanan dan Tekanan Inflasi Global Terhadap Konstalasi Politik Nasional 2024”, Selasa (16/8/2022), di Jakarta. Sebagai narasumber adalah Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, Managing Director Paramadina Public Policy Institute Ahmad Khoirul Umam, dan Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Taufan Mahdi.
“Dari sejarah kita bisa belajar bahwa, baik faktor eksternal global maupun internal dalam negeri bisa memicu gejolak ekonomi dalam negeri. Ketidakstabilan ekonomi itu bisa berujung pada guncangan sosial politik,” ujar Faisal.
Faisal menambahkan, berkaca dari sejarah di Indonesia, gejolak ekonomi dapat memicu munculnya gejolak sosial politik di masyarakat. Ia mecontohkan pada dekade 60-an di mana kebijakan mercusuar pemerintah saat itu melebihi kapasitas fiskal. Saat itu terjadi hiperinflasi hingga 594 persen dan pertumbuhan ekonomi terkontraksi negatif. Gejolak ekonomi pun memicu gejolak sosial politik di masyarakat kala itu.
Hal serupa juga terjadi saat krisis ekonomi moneter tahun 1997-1998. Saat itu, krisis ekonomi di kawasan Asia Tenggara tanpa terduga merembet ke dalam negeri. Pertumbuhan ekonomi tahun 1998 terkontraksi hingga minus 13,1 persen dan inflasi terkerek hingga 77,63 persen. Gejolak ekonomi itu pun memicu gejolak sosial politik yang berujung pada turunnya Presiden Soeharto dari kursi jabatannya.
Kendati demikian, imbuh Faisal, dalam konteks saat ini kondisi ekonomi makro Indonesia dalam posisi yang baik. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi triwulan II-2022 yang mencapai 5,44 persen. Inflasi umum relatif terjaga, yakni pada Juli 2022 sebesar 0,64 persen; inflasi umum sebesar 4,94 persen secara tahunan; dan inflasi kalender tahun berjalan sebesar 2,11 persen.
Gejolak ekonomi itu pun memicu gejolak sosial politik yang berujung pada turunnya Presiden Soeharto dari kursi jabatannya.
Indikator moneter lainnya, seperti cadangan devisa, juga dalam posisi baik. Sampai akhir Juli 2022 pada posisi 132,17 miliar dollar AS atau setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor dan pembiayaan utang luar negeri pemerintah. Ini melebihi standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
“Meski kondisi perekonomian dalam negeri baik, tekanan global yang penuh ketidakpastiin ini kian meningkat. Ini harus diantisipasi pemangku kepentingan agar menjaga kestabilan ekonomi,” kata Faisal.
Tekanan ganda
Ketidakpastiaan ekonomi global saat ini tengah menguat lantaran munculnya tekanan ganda. Menurut Umam, tekanan yang pertama bersumber dari pandemi Covid-19 yang telah memukul perekonomian banyak negara dunia. Belum sempat bangkit sepenuhnya dari krisis ekonomi, dunia kembali diterpa tekanan kedua, yakni konflik bersenjata Rusia dan Ukraina yang memicu disrupsi rantai pasok global.
Umam menambahkan, belakangan ancaman pun meningkat seiring munculnya ketegangan geopolitik Taiwan dan China. Satu ketegangan politik saja sudah mengguncang dunia, apalagi dua. Berbagai ketidakpastian global bisa merembet ke Indonesia.
Pentingnya menjaga kestabilan ekonomi untuk menjaga stabilitas sosial politik juga dikemukakan Umam. Gejolak ekonomi bisa mendorong keresahan masyarakat yang bisa memicu guncangan sosial politik. "Apalagi suhu politik kian menghangat seiring menyambut tahun politik 2024. Gejolak ekonomi bisa dipolitisasi negatif yang berpotensi ciptakan gejolak sosial," ujarnya.