Pembangunan infrastruktur jalan, pos perbatasan, dan transportasi perlu dipercepat untuk menunjang perekonomian wilayah perbatasan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan infrastruktur dan transportasi di batas negara perlu dipercepat untuk mendorong pemerataan ekonomi di wilayah perbatasan. Pemerintah tengah menargetkan tahap lanjutan pembangunan pos lintas batas negara (PLBN) terpadu di kawasan perbatasan.
Pembangunan itu meliputi 11 PLBN, yang diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan 11 Pos Lintas Batas Negara Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyampaikan, pembangunan PLBN tidak hanya bertujuan untuk pos lintas batas negara, tetapi juga akan didorong menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Dengan demikian, kehadiran PLBN akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan perbatasan.
”Pembangunan PLBN tidak hanya sebagai gerbang masuk tetapi menjadi embrio pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan,” kata Basuki dalam keterangan pers, Rabu (10/8/2022).
Direktur Bina Penataan Bangunan, Ditjen Cipta Karya, Kementerian PUPR Boby Ali Azhari mengemukakan, nilai kontrak pengerjaan 11 PLBN terpadu itu sebesar Rp 1,62 triliun dengan skema tahun jamak. Dari target 11 PLBN itu, terdata 5 PLBN dalam status selesai dibangun, 4 PLBN dalam pengerjaan, dan 2 PLBN masih belum digarap.
Sejumlah lima PLBN yang telah selesai meliputi PLBN Sota di Merauke (Papua) yang tuntas pada 2019. Selain itu, empat PLBN yang selesai di tahun 2022 yakni PLBN Sei Pancang di Nunukan (Kaltara), PLBN Serasan di Kabupaten Natuna (Kepulauan Riau), PLBN Yetetkun di Kabupaten Boven Digoel (Papua), dan PLBN Napan di Kabupaten Timor Tengah Utara (Nusa Tenggara Timur).
Sementara itu, terdapat pembangunan dua PLBN yang belum mulai dilaksanakan karena persoalan batas negara. Dua proyek PLBN itu yakni PLBN Sei Kelik di Sintang (Kalimantan Barat) dan PLBN Oepoli di Kupang (NTT). ”(Proyek itu) Belum dilaksanakan karena masih ada permasalahan batas negara,” ujar Boby dalam keterangan tertulis.
Adapun sejumlah empat PLBN dalam tahap pengerjaan, yakni PLBN Long Midang dan PLBN Labang di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), PLBN Long Nawang di Kabupaten Malinau (Kaltara), dan PLBN Jagoi Babang di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. PLBN Jagoi Babang yang berbatasan dengan Serikin (Malaysia) ditargetkan tuntas bulan Oktober 2022, sedangkan 3 PLBN lain ditargetkan tuntas pada akhir tahun 2022 hingga tahun 2023.
Tahap pembangunan PLBN Terpadu Jagoi Babang yang dimulai November 2020 kini mencapai 89,21 persen. Proyek tahun jamak itu bersumber dari APBN tahun 2020-2022 sebesar Rp 209,14 miliar dan dilaksanakan oleh Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BBPW) Kalimantan Barat Ditjen Cipta Karya.
Kepala BBPW Kalimantan Barat Deva Kurniawan Rahmadi mengatakan, kehadiran PLBN Terpadu Jagoi Babang ini memiliki nilai strategis bagi Indonesia. Setiap minggu, jumlah pelintas di PLBN Jagoi Babang diperkirakan mencapai 100-150 orang.
”PLBN Terpadu Jagoi Babang ini merupakan beranda terdepan Indonesia karena hanya berjarak sekitar 60 kilometer dengan ibu kota Negara Bagian Sarawak, Malaysia Timur, serta dapat ditempuh hanya dengan 1,5 jam perjalanan,” ujar Deva.
Sebelumnya, Kementerian PUPR telah menyelesaikan pembangunan tiga PLBN Terpadu lainnya di Kalimantan Barat, yakni PLBN Entikong di Kabupaten Sanggau, PLBN Aruk di Kabupaten Sambas, dan terakhir PLBN Badau di Kabupaten Kapuas Hulu.
Perbatasan Kalimantan Barat-Sarawak, Malaysia, mulai dibuka untuk lalu lintas orang dan kendaraan pribadi sejak April 2022 setelah ditutup dua tahun akibat Covid-19. Selain itu, perdagangan komoditas juga dinormalisasi. (Kompas, 20/5/2022). Potensi Indonesia antara lain produk pertanian yang menjadi kebutuhan Sarawak, seperti minyak kelapa sawit mentah, beras, sayur-mayur, buah-buahan, serta perikanan. Adapun Malaysia menyediakan produk kebutuhan dari sektor konstruksi.
Secara terpisah, pengajar Transportasi Unika Soegijopranoto, Djoko Setijowarno, mengemukakan, pembangunan pos perbatasan dan jaringan jalan perlu segera diikuti dengan fasilitas transportasi supaya ekonomi bisa bertumbuh. Hingga kini, sebagian besar kawasan perbatasan tidak memiliki angkutan umum dan kalaupun tersedia kondisinya sangat buruk.
Ia menambahkan, PLBN merupakan simpul transportasi dan ekonomi sehingga harus ditopang oleh pembangunan terminal penumpang. ”Tanpa ditunjang terminal dan sarana angkutan umum memadai, pertumbuhan ekonomi di perbatasan sulit terwujud,” katanya.
Dicontohkan, di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, angkutan umum yang tersedia merupakan bus-bus bekas yang dipasok dari Sulawesi Selatan dengan kondisi sudah tidak layak. Sebagian kendaraan bahkan telah berumur 15 tahun.