120 Pelaku Usaha Manfaatkan Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
Fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor diharapkan mendongkrak daya saing produk dan pemasaran industri kecil menengah. Per Juli 2022, sebanyak 120 pelaku usaha telah menerima fasilitas tersebut.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Hingga 31 Juli 2022, jumlah pelaku industri kecil dan menengah atau IKM yang menerima fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor atau KITE mencapai 120 pelaku usaha. Lebih dari setengahnya merupakan industri skala menengah. Fasilitas itu diharapkan membantu IKM semakin berdaya saing di pasar internasional, termasuk masuk ke rantai pasok bagi perusahaan yang berada dalam kawasan berikat.
Fasilitas KITE memberi kemudahan bagi IKM. Bentuknya berupa pembebasan bea masuk serta pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor.
Direktur Fasilitas Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Untung Basuki di sela-sela tur media 2022 di Bandung, Jawa Barat, Rabu (10/8/2022), menyampaikan, 120 IKM penerima fasilitas KITE IKM berlatar belakang di sektor furnitur; barang kerajinan; tekstil, pakaian jadi, dan aksesori; rambut palsu dan bulu mata palsu; olahan makanan dan minuman; dan lainnya.
Lokasi IKM penerima fasilitas KITE IKM terbanyak di Jawa Tengah, lalu Jawa Barat, Bali, dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada semester I-2022, ekspor produk dari KITE IKM mencapai 32,886 juta dollar AS atau naik 68,22 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara dengan perbandingan yang sama, impor IKM yang menerima fasilitas KITE IKM mencapai 6,985 juta dollar AS pada semester I-2022 dan mencapai 4,009 juta dollar AS pada semester I-2021.
Di luar IKM ekspor yang menerima fasilitas KITE IKM, lanjut dia, ada pula 393 usaha kecil menengah yang telah berperan dalam rantai pasok bagi kawasan berikat/KITE. Sebanyak 188 usaha di antaranya bergerak di sektor industri pertanian dan perkebunan.
Menurut dia, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu juga ikut membina usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui Klinik Ekspor. Jumlahnya per 31 Juli 2022 tercatat 3.414 usaha. Dari jumlah itu, terdapat 388 UMKM yang sudah ekspor dan berpotensi ditingkatkan.
”Kami pun bersinergi dengan lembaga lain, seperti Bank Indonesia dan perbankan. Potensi IKM atau UMKM yang bisa ekspor dan masuk ke rantai pasok industri cukup besar. Memang, harus digali dan dalam konteks ke rantai pasok harus disesuaikan juga dengan kebutuhan industri,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai Jawa Barat Yusmariza menyampaikan, per 31 Juli 2022 sebaran penerima fasilitas tempat penimbunan berikat (TPB)/KITE mencapai 808 perusahaan. Dari jumlah itu, 14 perusahaan merupakan IKM penerima fasilitas KITE. Mereka bergerak memproduksi garmen (5 IKM), sulam/bordir (1 IKM), olahan kayu (2 IKM), alat musik (1), kopi (1), mebel (1), manggis (1), alat kesehatan (1), serta bumbu, rempah, dan makanan (1). Menurut dia, performa produksi IKM penerima fasilitas KITE mengalami kenaikan selama satu semester terakhir.
Lebih jauh, Yusmariza menambahkan, pihaknya juga mendirikan Rumah Solusi Ekspor dan Impor Jawa Barat sebagai bentuk perwujudan pelayanan hulu -hilir ekspor dan impor yang bisa dimanfaatkan IKM. Di dalam rumah solusi terdapat sejumlah asosiasi pelaku industri juga, seperti Dewan Pengurus Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil, Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat Jawa Barat, dan Ikatan Eksportir dan Importir.
Salah satu IKM di Bandung yang memperoleh fasilitas KITE ialah PT Genta Trikarya. IKM ini memproduksi gitar sejak 1959 dan mulai merintis ekspor tahun 1991. Selain merek sendiri, PT Genta Trikarya juga melayani permintaan produksi gitar dari merek lain, seperti Faith.
Direktur Utama PT Genta Trikarya, Agung Nasution, menceritakan, pihaknya telah menerima fasilitas KITE sekitar tahun 2018. Menurut dia, ada beberapa keuntungan setelah memperoleh fasilitas itu, seperti semakin mudah, cepat, dan banyak membeli bahan baku. Dengan demikian, perusahaan bisa mengerjakan dan mengirim pesanan gitar pelanggan lebih cepat.
”Fasilitas KITE membuat kami selaku IKM mampu menekan modal kerja. Kami biasanya harus mengalokasikan anggaran untuk bea masuk 5 sampai 10 persen,” ujarnya.
Senior Vice President Smart City dan Ekosistem, Divisi Solusi Wholesale PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI, Donny Bima Herjuno, berpendapat, kunci sukses UMKM bisa menembus ekspor terletak pada produk, adanya sumber permodalan, dan akses pasar. Produk UMKM harus berkualitas, kapasitas produksi cukup, serta mempunyai lisensi dan sertifikasi.
Sumber permodalan berkaitan dengan akses UMKM ke perbankan dan skema pembayaran ekspor. Adapun akses pasar berarti UMKM telah memiliki informasi pasar tujuan yang cukup dan jaringan ke pembeli potensial.
Menurut dia, BNI telah memiliki program XPora yang bertujuan menciptakan akses UMKM/IKM eksportir ke pembeli di luar negeri, menawarkan solusi keuangan ke diaspora untuk meningkatkan skala bisnis, dan berkolaborasi dengan institusi/asosiasi untuk mempromosikan produk Indonesia. XPora juga menawarkan solusi pembiayaan, seperti kredit modal kerja dan pembiayaan rantai pasok.