Perusahaan investasi Mirae Asset Sekuritas optimistis bursa saham di Tanah Air akan tumbuh positif pada akhir tahun ini. Bursa Efek Indonesia menargetkan 55 perusahaan masuk ke bursa tahun ini.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga akhir tahun ini, Mirae Asset Sekuritas berencana membawa 12 perusahaan untuk masuk bursa. Mirae juga optimistis bursa saham masih akan berkembang dan positif pada akhir tahun. Sementara itu, Manulife Asset Management menilai berbagai faktor eksternal membuat pasar saham menjadi lebih fluktuatif.
”Hingga akhir tahun ini, kami memiliki beberapa mandat yang masih kami proses IPO-nya (penawaran umum saham perdana), perusahaan itu berasal dari sektor perkebunan, pengolahan minyak sawit, tekfin (teknologi finansial), industri nikel, agen pemegang merek mobil, dan perbankan,” kata Head of Investment Banking Mirae Asset Sekuritas, Mukti Wibowo Kamihadi di Jakarta, Selasa (9/8/2022).
Menurut dia, mandat itu bisa saja bertambah dengan target 11-12 perusahaan dapat masuk bursa setelah melepaskan saham perdana mereka. Hambatannya hanyalah waktu. Namun, dia belum bisa memperkirakan berapa nilai dana yang berpotensi dihimpun dari perusahaan yang masuk bursa tersebut. ”Ini sudah bulan Agustus, sudah semakin mendekati akhir tahun,” ujarnya.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman mengatakan, target BEI pada tahun ini sebanyak 55 perusahaan masuk ke bursa. Hingga Selasa (9/8/2022), tercatat 41 emiten baru di bursa. Mirae Asset membantu delapan emiten masuk bursa.
Sementara itu, Senior Investment Information Mirae Asset Nafan Aji Gusta memprediksi pasar saham dan animo perusahaan dalam melepaskan sahamnya ke publik akan tinggi meski menjelang tahun pemilu. Namun, dalam jangka pendek, inflasi dan tren kenaikan suku bunga masih menjadi faktor yang menahan laju Indeks Harga Saham Gabungan.
Pemulihan ekonomi
Optimisme serupa juga diungkapkan oleh Katarina Setiawan, Chief Economist and Investment Strategist Manulife Aset Manajemen. Menurut dia, perekonomian utama dunia, seperti Amerika Serikat, Eropa, dan China, cenderung mengalami normalisasi pada semester kedua tahun ini.
”Namun, Indonesia masih akan berada dalam siklus pemulihan ekonomi. Hal ini tecermin dari proyeksi pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan tidak mengalami revisi signifikan. Bisa disimpulkan bahwa siklus ekonomi Indonesia berbeda dibandingkan dengan negara maju,” kata Katarina.
Sementara itu, Senior Portofolio Manager, Equity, Manulife Asset Management Samuel Kesuma menambahkan, kondisi ekonomi makro yang suportif mendukung pasar saham. ”Dipengaruhi kekhawatiran perlambatan ekonomi global akibat pengetatan moneter agresif, investor asing membukukan aksi jual yang cukup menyeluruh di kawasan Asia, termasuk Indonesia,” ujarnya.
Meski demikian, lanjut dia, kondisi makro Indonesia lebih solid dan disertai pertumbuhan pendapatan perusahaan yang diperkirakan tumbuh pada laju yang sehat. ”Hal ini diharapkan dapat mendorong pergerakan harga pasar saham, terutama ketika sentimen global sudah lebih membaik,” ujar Samuel.