Mereka yang Menyulap Masalah Menjadi Peluang Bisnis Baru
Transisi energi yang beralih dari energi fosil yang kotor ke energi bersih membuahkan peluang baru. Sejumlah "start up" mengambil peran untuk mengoptimalkan peluang tersebut.
Oleh
ARIS PRASETYO, MEDIANA
·4 menit baca
Berawal dari kekesalan Kevin Phang yang harus berebut colokan listrik dengan sesama penghuni semasa kuliah di Beijing, China, beberapa tahun lalu, tercetus ide agar pengisian daya sepeda motor listrik bisa lebih praktis. Lahirlah model bisnis penukaran motor listrik sehingga pelanggan tak berlama-lama mengisi daya.
”Saat di apartemen, saya langsung mencari colokan listrik yang disediakan gratis untuk mengisi daya baterai motor listrik. Namun, oleh penghuni lain yang tiba belakangan, colokan itu dilepas untuk dipakai pada motor miliknya. Akhirnya, motor listrik saya tak cukup penuh dayanya saat dipakai lagi,” tutur Kevin, Co-Founder Smooth Motor Indonesia, Jumat (5/8/2022), di Jakarta, mengenang pengalamannya menggunakan sepeda motor listrik di China kala itu.
Pada 2019, Kevin bertemu Irwan Tjahaja, yang kini menjabat Founder Smooth Motor Indonesia. Dari pertemuan itulah lahir ide untuk menciptakan sepeda motor listrik yang mudah diisi ulang daya baterainya. Bukan dengan sistem pengisian daya cepat (fast charging), melainkan dengan menukar baterai yang habis dayanya dengan baterai yang sudah terisi penuh.
”Motor listrik tidak dibeli lantaran ada ketakutan di masyarakat kita soal kehabisan baterai. Harus mengisi ulang berjam-jam. Nah, masalah ini yang kami carikan solusinya dengan memperbanyak stasiun penukaran baterai kendaraan motor listrik. Tak perlu ngecas, cukup ditukar dan hanya perlu sembilan detik saja,” ucap Kevin.
Pada Agustus 2021, lahir beberapa jenis sepeda motor listrik buatan Smooth. Untuk mempermudah pelanggannya, saat ini tersedia 300-an titik stasiun penukaran baterai yang beroperasi di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Tahun ini, menurut Kevin, ditargetkan ada 1.000 stasiun penukaran baterai di beberapa kota besar di Indonesia, yang 700-800 stasiunnya berlokasi di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Kisah serupa dituturkan Chris Longdong, pendiri Waus Energy, start up bahan bakar biosintesis. Ide mengembangkan bahan bakar biosintesis bermula dari permasalahan yang dia hadapi. Usaha garmen dan kuliner yang ia kelola menghasilkan sampah plastik serta minyak goreng bekas (jelantah).
”Usaha kuliner yang berdiri tahun 2016 biasa menggoreng tahu, pisang, dan ayam. Saya tidak mau menggunakan ulang minyak yang telah dipakai menggoreng karena memengaruhi kualitas makanan yang disajikan. Pada awalnya minyak goreng bekas dibawa karyawan, tetapi lambat laun itu berbahaya buat kesehatan mereka,” ujar Chris.
Volume minyak goreng bekas bisa mencapai 5 liter per hari. Dalam sebulan, volumenya bisa mencapai 150 liter. Membuang ke saluran air akan menimbulkan masalah baru. Chris teringat pengalaman orangtuanya yang menggunakan minyak goreng bekas untuk menyalakan lampu penerangan di kebun. Dari sanalah tercetus ide mengolah minyak goreng bekas untuk bahan bakar kompor minyak tanah.
Chris menggunakan campuran cacahan plastik bekas ke dalam minyak jelantah. Sifat minyak jelantah yang kental harus diencerkan agar bisa menjadi bahan bakar. Cara itu berhasil. Ia memakai kompor berbahan bakar minyak jelantah bercampur cacahan plastik sebagai sarana memasak bahan-bahan makanan setengah jadi. Sementara untuk memasak makanan jadi, Chris menggunakan kompor elpiji.
”Saya bisa menghemat pengeluaran bahan bakar hingga Rp 8 juta per bulan,” ucap Chris.
Dukungan swasta
Bisnis di sektor energi bersih ataupun efisiensi energi yang banyak digarap oleh sejumlah start up umumnya didukung dan dibantu oleh lembaga yang mendanai dan mendampingi proses bisnis start up tersebut. Swap Energi Indonesia, perusahaan yang menawarkan solusi pengendara kendaraan listrik lewat penukaran baterai, adalah salah satu start up yang mendapat pendampingan dari New Energy Nexus Indonesia.
Program Director New Energy Nexus Indonesia Diyanto Imam mengatakan, New Energy Nexus memiliki visi dan misi membantu start up di bidang energi bersih. Sejak 2019 terdapat 69 start up bidang energi bersih di Indonesia yang dibantu melalui program inkubasi ataupun akselerasi bisnis. Di antara beberapa start up itu telah terfasilitasi memperoleh pendanaan hibah ataupun komersial.
Inovasi teknologi ataupun model bisnis yang bisa muncul selama proses transisi energi begitu luas. Menurut Diyanto, start up bidang energi bersih bisa mencakup baterai, penyimpanan baterai, panel surya, manajemen energi, efisiensi energi, dan benda terhubung internet (IoT).
”Solusi teknologi yang mereka tawarkan mulai dari perangkat keras hingga perangkat lunak. Karena cakupan inovasi yang luas ini, start up energi bersih memiliki peluang bertumbuh yang besar,” ujarnya.
Bisnis di sektor energi bersih ataupun efisiensi energi yang banyak digarap oleh sejumlah start up umumnya didukung dan dibantu oleh lembaga yang mendanai dan mendampingi proses bisnis start up tersebut.
Waus Energy juga mendapatkan hibah melalui program IN-Connect by KUMPUL pada 2021. Di acara tersebut, Waus Energy dipertemukan dengan Medco Foundation. Waus Energy akhirnya mendapatkan hibah untuk membuat mesin reaktor Waus Syntetic skala semi-industri. Chris mengaku berupaya keras meyakinkan Medco Foundation bahwa minyak goreng bekas pun sebenarnya bisa dimurnikan dan dipakai kembali untuk bahan bakar kompor minyak.
Menurut Direktur Eksekutif Yayasan Indonesia Cerah Adhityani Putri, minat perusahaan swasta atau organisasi nirlaba membiayai start up bidang energi bersih selalu ada. Sebagai organisasi masyarakat sipil, Yayasan Indonesia Cerah memiliki kesamaan visi dengan para start up bidang energi bersih, yaitu kesejahteraan sosial hanya bisa dicapai dengan lingkungan hidup yang sehat. ”Ekonomi hijau itu prasyarat,” ujarnya.
Untuk turut mendorong pembangunan ekonomi hijau di Indonesia, tambah Putri, Yayasan Indonesia Cerah membantu dengan tiga cara. Cara pertama adalah mendukung langsung aktivitas promosi start up ke masyarakat. Kedua, menjadi pengguna solusi teknologi ataupun layanan start up tersebut. Ketiga, membantu start up mendobrak kebijakan atau regulasi yang menghambat.