Di Tengah Ketidakpastian Global, Investasi Tetap Didorong
Pemerintah dan dunia usaha mengantisipasi dampak dari ketidakpastian ekonomi global terhadap kondisi perekonomian dalam negeri. Meski bersikap waspada, optimisme tetap terjaga.
Oleh
agnes theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinamika ekonomi global berpotensi kian tak menentu karena ketegangan geopolitik di sejumlah poros serta ancaman resesi global. Pemerintah mewaspadai imbas dari gejolak perekonomian dunia itu terhadap kinerja investasi dan kondisi berusaha di dalam negeri. Di sisi lain, dunia usaha tetap berusaha menjaga optimisme.
Seperti diketahui, pemerintahan Presiden Joko Widodo memasang target realisasi investasi pada tahun 2022 ini senilai Rp 1.200 triliun, lebih tinggi dari target yang dipasang di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2022 senilai Rp 968 triliun.
Sampai semester I-2022, realisasi investasi meningkat 32 persen secara tahunan senilai Rp 584,6 triliun, nyaris mencapai separuh dari target investasi tahun ini.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Senin (8/8/2022), mengatakan, kondisi ekonomi global yang tak menentu saat ini membuat semua negara kehilangan rujukan kebijakan yang komprehensif untuk mengelola perekonomian. ”Sebab, kondisinya semua sedang di luar kelaziman. Ada perang, konflik, pandemi, dan inflasi di mana-mana,” ujarnya dalam konferensi pers.
Belum selesai perang antara Rusia dan Ukraina, ketegangan geopolitik lain akhir-akhir ini muncul antara China dan Taiwan. Bahlil mengatakan, berbeda dengan Rusia-Ukraina yang bukan investor utama di Indonesia, konflik China-Taiwan perlu disikapi dengan hati-hati karena keduanya termasuk negara yang banyak berinvestasi di Indonesia.
Pada tahun 2021, China menduduki posisi sebagai negara dengan investasi asing (penanaman modal asing/PMA) ketiga terbanyak di Indonesia dengan nilai realisasi investasi 3,2 miliar dollar AS atau 10,2 persen dari total realisasi investasi. Sementara, Taiwan di urutan ke-12 dengan realisasi investasi 316,9 juta dollar AS.
”Seberapa besar kira-kira dampak dari konflik ini kepada kita, ini yang sedang kami pelajari. Mudah-mudahan dampak dari persoalan politik luar negeri mereka itu tidak terlalu dalam terhadap investasi kita,” kata Bahlil.
Pemerintah berharap input dari pelaku sektor riil guna merumuskan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas industri nasional.
Di sektor riil, pemerintah juga mulai intens menggelar pertemuan dengan berbagai asosiasi industri untuk mengantisipasi dampak gejolak ekonomi global terkini terhadap sektor industri. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, pemerintah berharap input dari pelaku sektor riil guna merumuskan kebijakan yang tepat untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas industri nasional.
Beberapa hal yang perlu diantisipasi adalah dampak krisis geopolitik dan resesi global yang dapat semakin mendorong peningkatan harga energi dan bahan baku lainnya yang dibutuhkan sektor industri untuk beroperasi. Kondisi itu bisa memengaruhi rantai pasok industri serta memperlambat kinerja ekspor sektor manufaktur.
Melemahnya pertumbuhan ekonomi di beberapa negara tujuan ekspor, khususnya China sebagai mitra dagang utama berbagai negara, dapat ikut melesukan ekspor sektor manufaktur dan menggeser peta pasar dunia. ”Pasar global semakin menciut, itu bisa memengaruhi pasar dalam negeri ataupun pasar tujuan ekspor produk manufaktur kita,” kata Agus.
Optimistis
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, ini bukan pertama kalinya terjadi ketegangan politik antara Amerika Serikat, Taiwan, dan China. Bukan pertama kali pula China memberikan sanksi perdagangan terhadap Taiwan.
Sebelumnya, tensi politik China-Taiwan tidak secara langsung memengaruhi hubungan ekonomi bilateral kedua negara itu dengan Indonesia. Jadi, kali ini pun, dunia usaha masih optimistis efek konflik tersebut terhadap potensi investasi Taiwan di Indonesia tidak akan signifikan.
”Paling ekstrem mungkin hanya dalam bentuk penundaan sementara, kecuali bisa nanti berujung pada hal-hal yang lebih bersifat violent seperti konflik militer Rusia-Ukraina. Tetapi, saya rasa potensi konflik terbuka seperti itu tidak besar,” ujar Shinta.
Dunia usaha justru lebih khawatir dengan potensi resesi ekonomi global, khususnya jika krisis terjadi di negara-negara sumber investasi terbesar Indonesia
Alih-alih konflik geopolitik, dunia usaha justru lebih khawatir dengan potensi resesi ekonomi global, khususnya jika krisis terjadi di negara-negara sumber investasi terbesar Indonesia, seperti AS, Uni Eropa, dan Jepang. Tingkat inflasi di sejumlah negara mitra dagang dan investor utama Indonesia terus melejit tinggi.
”Kondisi krisis di negara-negara asal investasi asing itu akan menekan volume investasi global dan menekan arus investasi ke negara berkembang. Ini secara tidak langsung akan membatasi dan mengekang potensi realisasi Indonesia,” katanya.