Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II tahun 2022 dinilai bersifat situasional dan didorong oleh faktor keberuntungan. Di bawah ancaman inflasi dan resesi global, kondisi ke depan diperkirakan akan lebih sulit.
Oleh
agnes theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perekonomian pada triwulan II-2022 tumbuh mengesankan. Meski demikian, faktor fundamental perekonomian perlu terus diperkuat. Pertumbuhan ekonomi masih lebih banyak ditopang oleh keberuntungan dan bersifat situasional. Sementara ancaman inflasi di tingkat produsen dan konsumen membayangi keberlanjutan pemulihan ekonomi ke depan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan II tahun 2022 tumbuh 5,44 persen secara tahunan (year on year), melanjutkan pertumbuhan positif pada triwulan I-2022 sebesar 5,01 persen secara tahunan. Sementara secara triwulanan, ekonomi Indonesia tumbuh 3,72 persen.
Kepala BPS Margo Yuwono, Jumat (5/8/2022), mengatakan, sepanjang triwulan II-2022, kinerja perekonomian Indonesia banyak dipengaruhi oleh faktor domestik dan global. Secara domestik, perekonomian ditopang oleh pelonggaran mobilitas pascapandemi Covid-19 dan momentum Hari Raya Idul Fitri yang mendorong konsumsi masyarakat.
Adapun secara global gangguan rantai pasok berdampak pada kenaikan harga komoditas unggulan yang memberi keuntungan (windfall) terhadap kinerja ekspor nasional meski sempat tertahan sejenak akibat pemberlakuan larangan ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan turunannya pada Mei 2022.
”Capaian ini juga sejalan dengan pola pertumbuhan triwulanan, di mana triwulan II ekonomi selalu tumbuh positif dan lebih tinggi karena faktor musiman,” kata Margo dalam telekonferensi pers.
Dari segi lapangan usaha, motor pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2022 adalah sektor industri pengolahan yang tumbuh 4,01 persen secara tahunan dan memberikan andil 0,82 persen, transportasi dan pergudangan yang tumbuh 21,27 persen dan memberi andil 0,76 persen. Adapun bidang perdagangan tumbuh 4,42 persen dengan andil 0,58 persen serta informasi dan komunikasi tumbuh 8,05 persen dengan andil 0,50 persen.
Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,51 persen secara tahunan dengan andil 2,92 persen, disusul capaian ekspor yang tumbuh 19,74 persen dengan andil 2,14 persen, serta investasi lewat pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang tumbuh 3,07 persen dengan andil 0,94 persen.
Margo menilai, di tengah tantangan kondisi ekonomi global, kebijakan subsidi, program bantuan sosial, dan pengekangan suku bunga acuan cukup efektif dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi. ”Berbagai langkah itu dapat mengendalikan inflasi domestik, menjaga daya beli masyarakat, dan menjaga kondisi dunia usaha tetap kondusif,” kata Margo.
Di tengah tantangan kondisi ekonomi global, kebijakan subsidi, program bantuan sosial, dan pengekangan suku bunga acuan dinilai cukup efektif dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi.
Fundamental lemah
Kendati perekonomian tumbuh tinggi, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat, capaian pertumbuhan pada triwulan II-2022 itu lebih bersifat situasional ketimbang ditopang menguatnya fundamental ekonomi. ”Bisa dibilang, capaian di triwulan II-2022 ini karena kita lucky (beruntung), bukan karena policy (kebijakan),” tuturnya.
Hal itu karena pertumbuhan ekonomi lebih banyak didorong oleh faktor situasional dan keberuntungan seperti windfall dari kenaikan harga komoditas, aktivitas masyarakat yang meningkat lantaran pembatasan mobilitas yang dilonggarkan, serta momentum mudik dan Idul Fitri pada triwulan II-2022.
Sementara itu, pertumbuhan sektor utama penopang perekonomian masih di bawah kondisi normal. Industri pengolahan sebagai sektor yang memberi andil terbesar pada pertumbuhan ekonomi justru melambat dari sebelumnya. Pada triwulan II-2022, industri manufaktur tumbuh 4,01 persen, melambat dibandingkan triwulan I-2022 yang tumbuh 5,07 persen.
Demikian pula, konsumsi rumah tangga sebagai motor utama pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran masih dibayangi ancaman kenaikan inflasi yang semakin tinggi. Per Juli 2022, tingkat inflasi sudah mencapai 4,94 persen.
Pemerintah berulang kali menegaskan inflasi inti masih terkendali, tetapi kondisi terakhir sebesar 2,86 persen pada Juli 2022 patut diwaspadai karena nyaris menyentuh batas target 3 persen yang dipasang Bank Indonesia. Lagi pula, menurut Tauhid, inflasi inti tidak menggambarkan kebutuhan riil masyarakat, khususnya dari kelompok ekonomi menengah-bawah.
”Yang perlu diperhatikan itu inflasi di Indeks Harga Konsumen (IHK) yang berhubungan langsung dengan kebutuhan sehari-hari masyarakat, bukan inflasi inti,” katanya.
Capaian pertumbuhan pada triwulan II-2022 itu lebih bersifat situasional, ketimbang karena menguatnya fundamental ekonomi.
Kondisi ke depan pun diperkirakan bakal lebih sulit. Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, konsumsi rumah tangga per triwulan II-2022 masih terjaga karena terbantu momen Lebaran dan inflasi yang masih ditahan di tingkat produsen.
Namun, produsen diperkirakan tidak bisa berlama-lama menanggung kenaikan inflasi dan akan mulai mentransmisikan beban itu ke konsumen melalui kenaikan harga barang jadi. Apalagi, pada triwulan III-2022 tidak ada faktor situasional seperti momentum Idul Fitri yang bisa mendongkrak konsumsi masyarakat.
”Kenaikan harga barang jadi ini akan memberikan tekanan inflasi yang semakin besar di triwulan berikutnya dan akan mengerem konsumsi rumah tangga,” ujar Faisal.
”Windfall” berakhir
Sementara itu, harga berbagai komoditas unggulan Indonesia yang saat ini mulai menurun di tingkat internasional seperti minyak dan CPO juga bisa mengakhiri fase ”durian runtuh” yang masih dinikmati di triwulan II-2022. ”Imbasnya, surplus perdagangan kemungkinan mengecil dan pertumbuhan ekonomi kita di triwulan berikutnya tidak akan setinggi saat ini,” katanya.
Untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi, pemerintah diharapkan dapat mendorong penguatan produksi dan konsumsi domestik. Caranya dengan membenahi program bantuan sosial dan subsidi energi yang saat ini masih belum tepat sasaran, serta memberikan insentif bagi dunia usaha di tengah iklim berusaha yang tidak tentu.
”Pemerintah perlu membantu agar dampak dari inflasi global terhadap produsen ini bisa diredam dan inflasi di tingkat konsumen juga bisa ditahan. Saat-saat seperti ini, kebijakan yang sifatnya disinsentif atau membebani dunia usaha sebaiknya ditunda dulu,” ujar Faisal.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, capaian pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2022 itu menunjukkan bahwa tren pemulihan ekonomi semakin menguat. Ia memperkirakan pertumbuhan akan terus berlanjut, tercermin dari kinerja positif sejumlah indikator makro ekonomi.
Untuk memastikan hal tersebut, pemerintah akan konsisten menjalankan berbagai strategi dan kebijakan untuk mendorong akselerasi pemulihan dan meningkatkan resiliensi ekonomi. ”Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan sebesar 5,2 persen pada tahun 2022 ini bisa tercapai,” kata Airlangga.