Serapan minyak kelapa sawit mentah relatif rendah meskipun sejumlah kebijakan dikeluarkan untuk mempermudah ekspor CPO. Pemerintah meyakini kondisi ini hanya sementara.
Oleh
agnes theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kendati sejumlah kebijakan diambil untuk menggenjot ekspor dan mengosongkan tangki minyak kelapa sawit mentah, serapan minyak kelapa sawit mentah masih relatif rendah. Pelaku industri mengusulkan agar pemerintah menghapus kebijakan kewajiban memasok kebutuhan pasar domestik untuk kembali menggeliatkan ekspor.
Baru-baru ini, Kementerian Perdagangan menaikkan rasio pengali ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil /CPO) dan produk turunannya menjadi sembilan kali lipat dari realisasi kewajiban pengusaha dalam memasok kebutuhan pasar domestik (domestic price obligation/DMO). Sebelumnya, rasio pengali ekspor CPO itu tujuh kali lipat dari realisasi DMO.
Kebijakan tersebut menjadi langkah terbaru pemerintah untuk menggenjot kembali ekspor CPO dan menaikkan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani selepas kebijakan larangan ekspor CPO pada 28 April-23 Mei 2022 yang menyebabkan tangki-tangki penyimpanan CPO di dalam negeri penuh dan harga TBS sawit petani anjlok.
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, Kamis (4/8/2022), mengatakan, di atas kertas, kebijakan peningkatan rasio pengali ekspor CPO dari realisasi DMO sebesar sembilan kali lipat (rasio 1:9) itu seharusnya bisa berdampak lebih baik terhadap ikhtiar meningkatkan ekspor dan mengosongkan tangki CPO.
Namun, pelaku industri sangsi kebijakan itu akan efektif di tengah kondisi pasar global yang sedang lesu dan harga CPO dunia yang cenderung menurun. Hal itu terlihat dari serapan CPO yang relatif rendah dan tangki-tangki CPO yang masih penuh meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan untuk mempermudah ekspor.
Menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), per Juli 2022, kondisi pasokan CPO di dalam negeri mencapai 7,2 juta ton. Sementara ekspor pada Juli 2022 ini diperkirakan hanya sekitar 1,8 juta ton.
Menurut Sahat, eksportir kesulitan mencari pembeli dari luar negeri di tengah kondisi pasar global yang lesu serta kesulitan mencari kapal untuk mengangkut CPO karena jumlahnya yang masih terbatas. Di sisi lain, proses mendapatkan persetujuan ekspor sebagai syarat melakukan ekspor juga dinilai masih rumit dan sulit dijalankan oleh eksportir.
”Pada bulan Juni lalu, kondisinya over supply. Sekarang, harga (CPO) turun sehingga sudah tidak terlalu menarik lagi untuk diperdagangkan kembali,” katanya saat dihubungi.
Di sisi lain, eksportir juga tidak mampu mendistribusikan minyak goreng curah rakyat sampai ke 18.000 titik jual sebagaimana kewajiban DMO yang disyaratkan pemerintah. ”Produsen minyak goreng tidak mempunyai keahlian untuk mendistribusikan produk minyak goreng curah rakyat itu dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah diatur,” ujarnya.
Eksportir kesulitan mencari pembeli dari luar negeri di tengah kondisi pasar global yang lesu serta kesulitan mencari kapal untuk mengangkut CPO karena jumlahnya yang masih terbatas.
Menghapus DMO
Ia pun mengusulkan agar distribusi minyak goreng rakyat itu dapat diserahkan kepada badan usaha milik negara (BUMN), seperti BULOG dan ID.Food, untuk menjamin serapan dan distribusi minyak goreng bisa menjangkau hingga daerah pelosok.
Bentuknya pun harus berupa kemasan yang menarik bagi konsumen, dengan harga di bawah HET, yang bisa dicapai jika pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung oleh pemerintah. ”Pola terbaik harus berupa kemasan, bukan curah. Sebab, curah itu kenyataannya di lapangan sering mengalami ”kebocoran” selama proses pengangkutan dan pengemasan kembali,” katanya.
Menurut dia, jika persoalan utama ketersediaan minyak goreng di dalam negeri sudah tertangani, pemerintah dapat menghapus kebijakan DMO dan ekspor bisa kembali bergerak sesuai mekanisme pasar. Ia meyakini, jika DMO dicabut, pasokan CPO di tangki-tangki penyimpanan CPO akan lebih cepat terserap.
Ekspor CPO diperkirakan bisa mencapai volume 3,5 juta sampai 3,7 juta ton per bulan, serta dapat mendorong produksi TBS sawit petani lebih cepat terserap dan mendongkrak harga TBS.
”Pasti (pasokan CPO) akan langsung turun karena eksportir sudah punya kepastian untuk bisa mengekspor, baik dari segi waktu, volume, maupun harga. Mau mencari kapal tanker pun tidak perlu takut-takut lagi. Kepastian mengekspor ini penting,” ujarnya.
Sebelumnya, hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal Gapki Eddy Martono. Menurut dia, kebijakan peningkatan rasio pengali ekspor CPO dari realisasi DMO tidak akan serta-merta mempercepat ekspor. Ia juga berharap pemerintah dapat menghapus kebijakan DMO. ”Jika nanti stok minyak goreng seret dan harganya naik, pemerintah dapat menerapkannya (DMO) kembali,” kata Eddy (Kompas, 3/8/2022).
Ia meyakini, jika DMO dicabut, pasokan CPO di tangki-tangki penyimpanan CPO akan lebih cepat terserap.
Hanya sementara
Secara terpisah, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika membenarkan masih ada beberapa kendala yang berada di luar kendali pemerintah sehingga membuat serapan CPO tidak selancar yang diharapkan. Kendala itu, menurut dia, berada di ranah sektor swasta (business to business/B2B).
Kendala tersebut, antara lain, melemahnya permintaan pasar terhadap minyak sawit karena adanya minyak substitusi, kesulitan eksportir mendapatkan kapal tanker untuk mengangkut CPO, serta sejumlah faktor B2B lainnya.
Ia meyakini, kondisi rendahnya serapan CPO saat ini hanya akan berlangsung sementara. Menurut dia, produksi CPO mulai meningkat seiring dengan operasional pabrik kelapa sawit dan peningkatan harga jual TBS di tingkat petani.
”Ini hanya sementara dan diharapkan 1-2 bulan ke depan rantai pasokan dari TBS, CPO, dan minyak goreng akan mulai normal lagi, baik untuk domestik maupun ekspor,” ucap Putu.
Selain itu, jumlah produsen CPO yang telah mendapatkan nomor registrasi untuk menyalurkan minyak goreng curah rakyat dari hasil DMO CPO per 4 Agustus 2022 adalah 49 produsen, bertambah dari kondisi pada bulan Juni sebanyak 25 produsen.
”Masih ada juga 15 pengajuan pendaftaran produsen CPO dalam tahap verifikasi kelengkapan berkas. Ini menunjukkan semakin banyak produsen CPO yang akan menyalurkan CPO DMO untuk mendapatkan hak ekspor CPO pada Agustus ini,” katanya.