JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mendorong penguatan operasional layanan perbankan digital dengan mengeluarkan peraturan OJK yang mengatur soal ini. Aturan ini dibuat untuk mendorong perbankan meningkatkan operasional layanan digitalnya, memperkuat perlindungan konsumen, dan mencegah kejahatan siber yang bisa merugikan bank serta nasabah.
Deputi Komisioner Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan, pandemi Covid-19 memaksa secara tidak langsung terakselerasinya layanan perbankan digital. Perkembangan teknologi memang memberi nilai tambah seperti meningkatkan efisiensi dan kemudahan pada nasabah. Namun di saat bersamaan, juga perlu disadari ada risiko-risiko yang perlu diantisipasi sehingga diperlukan regulasi dan panduan pengembangan operasional layanan digital perbankan.
”Akselerasi digital memberi nilai tambah, tetapi juga berisiko adanya serangan siber yang juga berakibat pada kebocoran atau pencurian data nasabah. Ini yang perlu kita antisipasi dan atur agar industri ini bisa tetap bertumbuh,” ujar Dian pada sambutannya pada jumpa pers penjelasan POJK Nomor 11/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum, Jakarta, Kamis (4/8/2022).
Layanan perbankan terus bertumbuh seiring dengan makin pesatnya perkembangan teknologi. Data OJK menyebutkan, nilai transaksi e-channel perbankan pada 2015 sebesar Rp 12.348 triliun, sementara pada 2021 nilainya telah melonjak menjadi Rp 39.874 triliun. Adapun sampai dengan Mei 2022 nilainya telah mencapai Rp 20.812 triliun atau sudah melebihi setengah dari capaian tahun lalu, padahal baru 5 bulan berjalan.
Di sisi lain, risiko kejahatan siber juga mengintai. Mengutip data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), pada 2021, sektor keuangan menempati posisi kedua terbanyak sebagai obyek target serangan siber.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK Teguh Supangkat menjelaskan, aturan ini mengatur tata kelola teknologi informasi (TI) bank, arsitektur TI bank, penerapan manajemen risiko TI, ketahanan dan keamanan siber, penggunaan pihak jasa TI bank. Selain itu, juga mengatur penempatan sistem elektronik, pengelolaan data dan perlindungan data pribadi, penyediaan jasa TI bank, pengendalian audit internal, pelaporan, dan penilaian tingkat maturitas digital perbankan.
”Pada intinya, aturan ini untuk mendorong penguatan operasional layanan digital industri perbankan,” ujar Deputi.
Dihubungi terpisah Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menyambut baik kehadiran aturan ini. Pandemi telah memaksa perbankan untuk mempercepat transformasi digitalnya sehingga adanya aturan ini bisa menjadi rambu-rambu pengembangannya. ”Digitalisasi itu sebuah keniscayaan,” ujar Amin.
Ketika mengubah proses bisnis dari konvensional menjadi digital, lanjut Amin, perbankan perlu mempersiapkan dua hal, yakni prosedur standar operasi (SOP) sistem digital dan penguatan sumber daya manusia (SDM). SOP sistem digital yang rapi dan SDM yang andal mampu menciptakan layanan perbankan digital yang optimal dan mendorong perlindungan konsumen.
”Kita lihat tantangannya ada risiko serangan siber, infrastruktur teknologi yang belum merata, serta pemahaman digital yang belum merata. SOP yang baik ini bisa meminimalkan berbagai risiko serta mendorong optimalisasi layanan perbankan digital,” ujar Amin.
Respons perbankan
Dihubungi terpisah, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha mengatakan, pihaknya menyambut baik hadirnya POJK 11/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum. Hal tersebut juga selaras dengan strategi transformasi digital Bank Mandiri dalam rangka menyediakan solusi keuangan bagi nasabah, termasuk mendorong inklusi keuangan di Indonesia.
”Dalam upaya akselerasi digital, Bank Mandiri juga telah menerapkan prinsip prudensial, antara lain kecakapan dan kesiapan sistem teknologi informasi untuk menunjang keamanan dan kenyamanan transaksi keuangan nasabah. Termasuk dari sisi kesiapan SDM melalui program Mandirian Siap Jadi Digital,” ujar Rudi.
Sampai dengan semester pertama 2022, nilai transaksi aplikasi perbankan digital Livin’by Mandiri telah mencapai Rp 578 triliun. Adapun frekuensi transaksi mencapai 464 juta kali.
Senada, Direktur Utama Bank Jago Kharim Indra Gupta Siregar mengatakan, sebagai bank digital, perlindungan konsumen dan edukasi memang menjadi salah satu perhatian utama perusahaannya.
Baca juga: Transaksi Digital Perbankan Makin Mendominasi