Pemangku kepentingan ekonomi di Indonesia harus mencegah terjadinya stagflasi dengan mengendalikan inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi sekaligus.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemangku kepentingan ekonomi di Indonesia harus mencegah terjadinya stagflasi dengan mengendalikan inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi sekaligus. Pengendalian inflasi bisa dilakukan dengan mengamati sumber peningkatan inflasi dan mencoba menekannya. Adapun upaya menumbuhkan ekonomi adalah dengan terus-menerus memberikan rangsangan untuk menjaga daya beli masyarakat.
Dalam acara berjudul ”Mengelola Inflasi dan Mengantisipasi Stagnansi Ekonomi” di Jakarta, Kamis (4/8/2022), Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menjelaskan, stagflasi berasal dari dua kata, yakni stagnan dan inflasi. Kondisi stagflasi terjadi ketika perekonomian stagnan tetapi inflasi relatif tinggi. Hal ini sudah melanda sejumlah negara.
”Kondisi ini merupakan kombinasi yang buruk untuk perekonomian suatu negara. Pemangku kepentingan ekonomi Indonesia mesti mencegah hal ini terjadi di Indonesia,” ujar Tauhid.
Ia memperkirakan, stagflasi masih mungkin terjadi di Indonesia seandainya pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua tahun ini merosot jauh dibandingkan triwulan pertama yang sebesar 5,01 persen. Tren penurunan tersebut kemungkinan akan diikuti kenaikan inflasi yang bersumber dari kenaikan harga komoditas global.
Untuk mencegah hal itu terjadi, menurut Tauhid, pemerintah perlu secara bersamaan mengendalikan laju inflasi, tetapi tetap mendorong pertumbuhan ekonomi.
Untuk mengendalikan laju inflasi, perlu dilihat sumber kenaikan inflasi. Di Indonesia, inflasi didorong faktor penawaran (cost push inflation). Pendorong inflasi dari faktor penawaran adalah harga pangan bergejolak dan harga yang diatur pemerintah.
Untuk harga bergejolak, komoditas cabai dan ikan segar diperkirakan bakal mengungkit inflasi. Penyebabnya adalah adanya anomali perubahan iklim yang mengganggu panen cabai dan jalur perjalanan nelayan sehingga mengganggu rantai pasok.
Tauhid mengatakan, untuk mengendalikan lonjakan harga cabai, Indonesia perlu melakukan diversifikasi produk seperti memperluas penggunaan produk cabai olahan sebagai pengganti cabai segar. Begitu pula dengan ikan segar bisa disubstitusi dengan makanan ikan olahan. Selain itu, perlu investasi teknologi agar pertanian cabai dan penangkapan ikan bisa terus beroperasi secara rutin tanpa hambatan cuaca atau iklim.
Sementara itu, untuk menahan inflasi dari harga yang diatur pemerintah yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan ruang fiskal agar kenaikan harga keekonomisan komoditas bisa disubsidi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Peran ruang fiskal juga bisa dimanfaatkan untuk mendorong daya beli dengan terus memberikan bantuan sosial kepada masyarakat bawah. Belanja pemerintah juga perlu didorong untuk pembangunan proyek yang bisa menggulirkan efek domino perekonomian seperti proyek infrastruktur.
Dari kebijakan moneter, Tauhid menjelaskan, Bank Indonesia (BI) perlu terus menjaga tingkat suku bunga acuan tetap rendah. Harapannya, bunga kredit bank bisa tetap rendah sehingga tingkat konsumsi rumah tangga dan investasi dunia usaha terjaga.
Pemerintah juga perlu memanfaatkan momentum kinerja ekspor yang tengah meningkat. Tingginya harga komoditas yang meningkatkan valuasi kinerja ekspor, harus diikuti peningkatan frekuensi dan volume ekspor Indonesia. Caranya adalah dengan terus mempermudah perizinan dan praktik ekspor. Dengan kinerja ekspor yang tinggi, cadangan devisa dan ruang fiskal juga akan lebih tinggi.
Staf Ahli bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan Wempi Saputra menjelaskan, stagflasi sudah menjalar di banyak negara dunia, salah satunya Amerika Serikat. Pada Juli, inflasi AS mencapai 9,1 persen dan pada saat bersamaan pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2022 terkontraksi negatif 1,6 persen.
Ia menjelaskan, penyebab lonjakan inflasi yang tinggi di negara maju dipicu oleh kenaikan harga komoditas energi yang disebabkan oleh ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina. Hal ini memicu disrupsi rantai pasok global sehingga harga komoditas pun beranjak naik. Di sisi lain, daya beli belum sempat pulih betul pascapandemi.
Fiskal dan moneter
Di dalam negeri, Wempi menjelaskan, instrumentfiskal digunakan untuk mencegah terkereknya inflasi dengan subsidi APBN di sektor energi. Selain itu, APBN juga dialokasikan untuk menjaga daya beli masyarakat dengan terus memberikan bantuan sosial.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneteri Bank Indonesia Wahyu Agung Nugroho menjelaskan, untuk mencegah stagflasi pihaknya memberlakukan bauran kebijakan. Ia menjelaskan, sikap kebijakan moneter Bank Indonesia adalah menjaga stabilitas, sedangkan empat instrumen lainnya akan diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Ampat instrumen tersebut adalah kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pengembangan pasar uang, serta ekonomi keuangan inklusif dan hijau.
Wahyu dan Wempi mengatakan, upaya pengendalian inflasi dan pendorongan pertumbuhan ekonomi itu dilakukan secara koordinatif lintas kementerian lembaga, baik secara bilateral maupun dalam forum Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).