Optimisme Ekonomi Indonesia Perlu Jadi Momentum Pembenahan
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini diyakini masih baik, demikian pula daya beli masyarakat. Namun, berbagai pembenahan perlu dilakukan untuk mengantisipasi 2023.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para ekonom optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup baik sampai akhir tahun ini. Namun, momentum ini harus diiringi dengan langkah pembenahan sembari mempersiapkan berbagai kemungkinan di tahun 2023.
Hal ini diungkapkan beberapa ekonom seusai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (3/8/2022). Belasan ekonom berbincang mulai pukul 12.00 sampai sekitar pukul 14.00. Perbincangan diawali dengan makan siang. Presiden Jokowi saat itu hadir dengan didampingi Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Komisaris Utama Allo Bank Aviliani menjelaskan, Presiden Joko Widodo secara umum membahas pembangunan infrastruktur, hilirisasi industri, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai penggerak ekonomi. Terkait kondisi ekonomi Indonesia saat ini, menurut Aviliani, Presiden mengatakan inflasi akan terus diawasi.
”Ini penting supaya daya beli masyarakat tidak menurun. Memang tadi belum sampai dibahas kalau tahun depan harga komoditas turun, (lantas) bagaimana? ujar Aviliani.
Department Head Industry and Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani yang juga hadir dalam pertemuan itu menjelaskan, meskipun kondisi berat, Indonesia relatif aman karena ketahanan ekonomi Indonesia berbeda. ”Kita lebih kuat, kita kan punya komoditas-ekspor batubara, CPO (crude palm oil/minyak sawit mentah). Neraca perdagangan juga (surplusnya) meningkat,” katanya.
Optimisme juga disampaikan Program Director Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti. Indonesia bisa mengembangkan ekspor dan pertumbuhan ekonomi tidak hanya bergantung pada konsumsi. Kendati demikian,dia mengingatkan banyak hal yang perlu dibenahi untuk mempertahankan peluang yang ada.
Untuk itu, beberapa hal perlu diperhatikan. Pertama, infrastruktur mulai kawasan industri, jalan, bandara, dan pelabuhan perlu terintegrasi. Dengan demikian, biaya logistik murah, harga barang bersaing di pasar global.
Department Head Industry and Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani yang juga hadir dalam pertemuan itu menjelaskan, meskipun kondisi berat, Indonesia relatif aman karena ketahanan ekonomi Indonesia berbeda.
Kedua, permintaan pasar internasional juga perlu dipahami. ”Jangan sampai hilirisasi industri hanya semata memenuhi ambisi hilirisasi, tapi tidak memperhatikan demand (permintaan) masyarakat internasional atau buyer. Contoh, kopi, market ingin certified label, tapi kita baru bisa ekspor green bean,” ujar Sri Astuti.
Selain itu, semua kepingan penting dalam rantai pasok perlu disiapkan di dalam negeri. Hilirasi juga memerlukan produk tengah (intermediate) selain bahan baku. Apabila produk tengah ini belum ada, investor bisa diundang untuk membangun pabrik yang memproduksi produk tengah ini.
Karena ekspor ini, menurut Aviliani, kendati nilai tukar rupiah terus menurun dan kini angka inflasi mencapai 4 persen dibandingkan periode sama tahun lalu, kondisi Indonesia dinilai tetap aman. ”Pemerintah Indonesia masih memiliki saldo banyak sekali, kelihatannya akan digunakan subsidi BBM (bahan bakar minyak) sampai akhir tahun. Pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan masih bisa 4,5 persen sampai 5 persen dan daya beli masih bisa dijaga. Jadi kalau sampai akhir tahun masih menjanjikan,” tuturnya.
Kendati optimisme tinggi, termasuk juga optimisme masyarakat, lanjut Aviliani, momentum ini perlu digunakan setidaknya sampai akhir tahun. Harapannya, pertumbuhan ekonomi bagus, apalagi masyarakat juga sudah mau menggunakan uang untuk konsumsi.
Aviliani mengingatkan, pemerintah perlu mempersiapkan tahun 2023 saat normalisasi kebijakan sudah kembali dan defisit anggaran kembali ke 3 persen.
Di sisi lain, Aviliani mengingatkan, pemerintah perlu mempersiapkan tahun 2023 saat normalisasi kebijakan sudah kembali dan defisit anggaran kembali ke 3 persen. Selain itu, harus diwaspadai penurunan harga komoditas yang berarti penerimaan negara mungkin tak sebesar tahun ini.
Karena itu, kata Aviliani, sementara kondisi belum sepenuhnya normal akibat perang Ukraina-Rusia setelah pandemi Covid-19, apakah masih dimungkinkan defisit di atas 3 persen. Selain itu, jika perang belum selesai dan harga sebagian barang naik, sosialisasi kepada masyarakat diperlukan. Daya beli masyarakat juga perlu tetap dijaga.
Rektor UI Ari Kuncoro seusai acara juga mengingatkan, kondisi yang relatif baik di Indonesia ini perlu dimanfaatkan. Sumber daya alam seperti nikel, bauksit, tembaga, maupun industri komponen mobil listrik adalah kesempatan Indonesia masuk rantai pasok dunia.