Polemik Pembatasan Kunjungan Bisa Coreng Citra Pariwisata Nasional
Berlarutnya polemik pembatasan wisatawan Pulau Komodo dan Padar dinilai bisa memengaruhi citra pariwisata nasional. Selain visi konservasi, pemerintah diharapkan mempertimbangkan dampaknya terhadap perekonomian lokal.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Implementasi kebijakan pembatasan jumlah wisatawan berkunjung ke Pulau Komodo dan Pulau Padar akan dimulai Senin (1/8/2022). Namun, penolakan kebijakan masih terus bergulir di kalangan pelaku usaha wisata dan sempat muncul rencana mogok sepanjang Agustus 2022. Polemik ini, apabila dibiarkan berlarut-larut, dinilai bakal memengaruhi citra pariwisata nasional.
Ketua Umum Asosiasi Kapal Wisata (Askawi) Manggarai Barat Ahyar Abadi, saat dihubungi Minggu (31/7/2022), membenarkan adanya rencana mogok. Askawi Manggarai Barat, khususnya, telah menginstruksikan kepada semua pengelola kapal wisata untuk tidak mengangkut wisatawan mulai Senin. Hingga Minggu, menurut dia, ada sekitar 30 kapal wisata yang membatalkan perjalanan menuju Taman Nasional Komodo (TNK) Pulau Komodo atau Padar.
”Rencana aksi ini kami lakukan sebagai bentuk protes atas (kebijakan pengenaan) biaya konservasi beserta tiket masuk ke TNK yang sebesar Rp 3,75 juta per orang. Pemerintah provinsi ngotot. Saat (kunjungan) Presiden (Joko Widodo) beberapa hari lalu, kami (pelaku usaha) tidak bisa berdialog walaupun kami telah mengemis minta dialog,” katanya.
Di Instagram, akun Labuan Bajo Info mengunggah dokumen nota kesepahaman lintas asosiasi pelaku pariwisata dan individu pelaku pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (30/8/2022). Substansi utamanya adalah selama Agustus 2022, pelaku usaha di Labuan Bajo, termasuk TNK dan destinasi wisata Manggarai Barat, tidak akan melayani aktivitas wisata sebagai bentuk protes terhadap rencana kenaikan tiket TNK.
Saat dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, PHRI berharap pemerintah memahami kondisi pelaku usaha pariwisata di sekitar TNK yang terdampak pandemi Covid-19 selama 2020-2021. Kebijakan pembatasan kunjungan wisatawan yang salah satunya ditandai dengan penerapan biaya konservasi ditambah tiket masuk Rp 3,75 juta per orang akan memengaruhi proses pemulihan industri pariwisata yang terpuruk akibat pandemi Covid-19.
”Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan potensi dampak kemanusiaan, tanpa mengabaikan visi konservasi di TNK. Kami telah berdiskusi internal dengan sesama pelaku usaha di bawah Gabungan Industri Pariwisata Indonesia sebelum bertemu dengan pemerintah,” ujarnya.
PHRI berpendapat polemik kebijakan yang berlarut-larut akan memengaruhi citra industri pariwisata nasional. Apalagi, kata Maulana, Indonesia sedang mempersiapkan acara G20. Pemerintah semestinya segera mencari opsi jalan keluar mengatasi polemik, seperti mempertimbangkan opsi penundaan.
Kepercayaan
Kepala Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada Mohamad Yusuf mengatakan, industri pariwisata memiliki multidampak, baik sosial, ekonomi, maupun budaya. Oleh karena itu, perumusan kebijakan pembangunan industri semestinya melibatkan multipemangku kepentingan di industri, mulai dari pemerintah, masyarakat lokal, hingga pelaku usaha.
”Pengambilan kebijakan pengembangan industri pariwisata harus transparan. Apalagi dalam konteks destinasi warisan dunia. Perumusan kebijakan semestinya transparan mulai dari pengelola, desain pembangunan, hingga model pengelolaan,” ujarnya.
Lebih jauh, Yusuf memandang prinsip menjaga kepercayaan wisatawan seharusnya selalu dipegang oleh pelaku pariwisata. Apabila prinsip ini tidak dipelihara, destinasi wisata akan sulit dikembangkan.
Dia berharap, rencana mogok sejumlah pelaku usaha pariwisata Labuan Bajo menyikapi kebijakan pembatasan wisatawan ke TNK Pulau Komodo dan Pulau Padar bisa dihindari. Yusuf berpendapat, jika aksi mogok terjadi, hal itu akan merugikan banyak pihak, terutama wisatawan. ”Wisatawan bisa menjadi distrust. Polemik ini sebaiknya diselesaikan dengan duduk bersama pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pelaku usaha, lalu mencari solusi terbaik,” kata Yusuf.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Fransiskus Xaverius Teguh saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya berusaha membangun komunikasi intens, termasuk dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kemenparekraf mendorong penguatan manajemen organisasi dan tata kelola destinasi pariwisata. Pelaku usaha pariwisata dan masyarakat harus dilibatkan.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) telah melakukan kajian Daya Dukung Daya Tampung Wisata berbasis jasa ekosistem di Pulau Komodo dan Padar.
Kajian ini dilakukan oleh tim ahli yang diketuai Irman Firmansyah dari IPB University dengan Komite Pengarah Jatna Supriatna, Guru Besar Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Hasil kajian menunjukkan ada perubahan perilaku komodo, seperti berat badan melebihi ideal dan komodo jadi kurang waspada.
Dari hasil kajian itu diputuskan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Komodo dan Padar dibatasi hanya 200.000 orang per tahun. Selain itu, setiap wisatawan wajib membayar biaya pungutan konservasi, termasuk tiket masuk, Rp 3,75 juta (Kompas, 12/7/2022).