Arif Suhartono: Langkah Pelindo untuk Indonesia
Pascamerger, Pelindo segera dihadapkan pada tantangan pengelolaan layanan kepelabuhanan di Indonesia

Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Arif Suhartono ARSIP PELINDO
Pascamerger badan usaha milik negara layanan kepelabuhanan, pengelolaan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) dipercayakan kepada Arif Suhartono selaku direktur utama sejak 1 Oktober 2021. Tantangan yang tak mudah mengingat Pelindo I, II, III, dan IV memiliki perbedaan karakteristik.
Berikut petikan wawancara dengan Dirut Pelindo Arif Suhartono di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Langkah apa yang dilakukan Pelindo untuk mengurangi problem biaya logistik?
Biaya logistik selalu didengung-dengungkan sebesar 23,8 persen. Persepsi publik seolah itu ”dosa” Pelindo. Semoga saja saya yang salah tentang persepsi publik ini. Padahal, kalau kita kembali ke data Bank Dunia, sesungguhnya ada rincian lebih detail, antara lain komponen water, land transportation, dan inventory.
Komponen water yang terdiri dari pelabuhan dan perkapalan cuma sebesar 2,8 persen atau dirata-rata hanya 1,4 persen. Jika besaran subkomponen pelabuhan 1,4 persen dibagi 23,8 persen, proporsi dari pelabuhan terhadap biaya logistik cuma 5 persen. Komponen land transportation dan inventory ini paling besar, masing-masing sekitar 8 persen.
Bicara pelabuhan, kita sebenarnya berbicara tentang ekosistem. Untuk itu, saya fokus di sisi Pelindo saja. Apa, sih, yang bisa Pelindo lakukan untuk membantu memperbaiki biaya logistik? Tentu, kita perlu bicara pola bisnis maritimnya.
Bisnis maritim merupakan bisnis terjadwal. Misalnya, kapal datang, bersandar, hingga melanjutkan perjalanan kembali. Tentu, semua ini menuntut performa yang stabil dan tinggi. Yang bisa Pelindo lakukan untuk memperbaiki logistik adalah memperpendek port stay (lama kapal bersandar di pelabuhan) dan cargo stay. Semakin pendek waktu nongkrong di pelabuhan, akan semakin banyak muatan bisa dibawa per satu satuan waktu.
Bicara pelabuhan, kita sebenarnya berbicara tentang ekosistem.
Sejak persiapan kapal datang ke terminal pelabuhan, proses bongkar muat, hingga keberangkatannya, saya selalu minta perpendek waktu bersandar di pelabuhan. Bongkar muat dan keberangkatan kembali adalah layanan marine, antara lain kecepatan kapal tunda melayani.
Inilah yang selalu saya sampaikan, layanan bongkar muat dipercepat. Tentu, fokus pada pelayanan peti kemas karena berdampak paling besar pada distribusi logistik di Indonesia.

General Manager (GM) Pelindo Regional 4 Kendari New Port, Suparman, menunjukkan aktivitas bongkar muat peti kemas di Terminal Peti Kemas, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (9/6/2022). Pelabuhan yang dibangun senilai Rp 1,1 triliun ini mampu menampung hingga 250.000 teus per tahun. Meski begitu, arus bongkar muat pada 2021 lalu baru mencapai 106.888 teus, atau kurang dari 50 persen.
Apa tantangan utama Pelindo saat ini?
Memang tetap saja ada yang mempertanyakan, apa bedanya Pelindo saat ini dengan mekanisme kerja Pelindo I-IV? Yang jelas, setiap Pelindo itu memiliki pengalaman, kemampuan finansial, dan kapabilitas sumber daya manusia berbeda. Dampaknya, layanannya jadi terasa berbeda-beda. Sekarang, kita akan mencoba melakukan standardisasi layanan.
Kalau sekadar mengeluarkan peti kemas dari kapal ke darat dan darat ke kapal, semua Pelindo bisa melakukan. Tetapi, bagaimana melakukan proses bongkar muat yang cepat dan aman, di situlah problemnya. Inilah yang kita transformasikan tentang penataan terminal, khususnya peti kemas, untuk menciptakan pelayanan yang stabil dan tinggi.
Itulah standar yang kita dorong, melakukan standardisasi operasional. Sebab, gap Pelindo I-IV cukup tinggi. Cara pengelolaan dan sistemnya berbeda-beda, yang akhirnya integrasi antarterminal juga sulit.
Transformasi terminal pertama-tama serupa “kejar Paket C” yang isinya awareness terkait rambu-rambu petunjuk, jalur truk, membenahi tanda-tanda bongkar muat, dan pencatatan manual. Kedua, kita melakukan standardisasi, seperti penentuan lebar trek. Ketiga, sistemisasi dengan aplikasi. Dan, keempat adalah integrasi.
Kemampuan dasar inilah yang kita ciptakan. Pada akhirnya, kita memperbaiki biaya logistik domestik.
Kita akan dorong ke arah standar tersebut. Transformasi dilakukan di terminal Pontianak, Makassar, Medan, Surabaya dan Jayapura. Tujuannya, pengetahuan sumber daya manusianya diharapkan sama, sehingga sumber dayanya juga akan berlimpah. Ini penting untuk menentukan arah Pelindo selanjutnya.
Kemampuan dasar inilah yang kita ciptakan. Pada akhirnya, kita memperbaiki biaya logistik domestik. Inilah tahap awal yang dilakukan Pelindo. Yang diperbaiki bukan hanya 10-20 persen dari pelabuhan.

Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Persero) Arif Suhartono ARSIP PELINDO
Sebagai contoh, Pelabuhan Jayapura sudah menembus rekor pelayanan. Dari 400 peti kemas, proses bongkar muat membutuhkan 48 jam. Sekarang, prosesnya hanya terjadi dalam satu shift kerja. Tentu, ada penghematan yang dirasakan oleh jasa perkapalan ataupun Pelindo. Inilah efisiensi.
Kita mendorong pula tiga subholding lainnya, yakni Subholding Pelindo Jasa Maritim (SPJM), Subholding Pelindo Multi Terminal (SPMT) untuk layanan non-petikemas, dan Subholding Pelindo Solusi Logistik (SPSL). Kurang lebih, pelayanan selama ini diperbaiki.
Khusus untuk peti kemas, pangsa pasar Pelindo saat ini sudah sekitar 90 persen. Tahapan selanjutnya, berbeda pada tiga subholding yang lain. Untuk SPJM dan SPMT, ruang untuk berkembang di pasar domestik masih cukup besar. Akan tetapi, untuk peti kemas, gap sudah berubah. Bukan lagi domestik, tetapi mulai perlu melebarkan sayap.
Bagaimana perkembangan terkait integrasi pelabuhan dan kawasan industri?
Kita mesti berbicara dengan pemerintah dan industri. Sebab, arah kita bersama adalah memperbaiki konektivitas antara pelabuhan dan kawasan industri. Pelabuhan di Jakarta sendiri, jumlah peti kemas mencapai sekitar 7,5 juta unit. Peti kemas nasional mencapai 16 juta unit.

(untuk tematis KEK) Gedung pembangkit listrik di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Kabupaten Gresik, Jawa Timur, Jumat (3/9/2021). JIIPE terdiri dari 3.000 Ha yang terbagi menjadi Kawasan Industri 1800 Ha, Deep Seaport 400 Ha, dan Kawasan Perumahan 800 Ha.
Kargo terbesar berasal dari daerah timur, seperti Bekasi, Karawang, dan Cikarang. Dengan jalan tol Cibitung-Cilincing yang diperkirakan hampir rampung, tentu konektivitas dengan pelabuhan akan jauh lebih bagus pula.
Khusus Pelabuhan Kalibaru, kita akan menghubungkan dengan akses timur New Priok. Tentu, akan menjadi konektivitas yang bagus antara Pelindo dan Kawasan Berikat Nusantara (KBN) sehingga menciptakan nilai tambah.
Sebenarnya, yang paling ideal adalah bagaimana membuat kawasan industri tepat berada di belakang pelabuhan. Contoh yang bagus, misalnya, Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik yang dikerjasamakan dengan PT AKR Corporindo Tbk.
Sebenarnya, yang paling ideal adalah bagaimana membuat kawasan industri tepat berada di belakang pelabuhan.
Kita selalu komunikasi dengan pemerintah agar membuat industri tepat berada di belakang pelabuhan. Artinya, janganlah diberikan izin pengembangan wilayah di belakang pelabuhan, kecuali untuk industri.
Ini perlu menjadi kebijakan nasional, sehingga pengalaman di Pelabuhan Tanjung Priok tidak boleh terjadi di tempat lain, khususnya pelabuhan baru. Hal ini perlu komitmen bersama antara pemerintah dan Pelindo.
Bagaimana gambaran rencana membangun transshipment hub?
Dengan kemampuan transformasi domestik, kita sebenarnya sudah mampu melakukan transformasi terminal di luar Indonesia. Untuk lompat ke sana, kita melakukan secara bertahap. Pelindo sudah punya rencana untuk masuk menggarap kawasan regional.
Ada beberapa faktor kunci untuk dapat mewujudkan transshipment hub, di antaranya, lokasi yang strategis di rute-rute utama, penentuan fokus segmen pasar transshipment hub, kerja sama dan aliansi dengan mitra strategis, dan regulasi terkait dengan azas cabotage.
Dari sisi posisi geografis, Indonesia terletak di jalur utama perdagangan internasional dengan cukup banyak feeder network. Dari sisi produktivitas dan reliabilitas operasional, Pelindo memiliki pengalaman dan kemampuan yang memadai untuk pelayanan kapal internasional. Tentunya, hal ini juga perlu didukung kerja sama dengan aliansi shipping line internasional untuk memastikan permintaan yang berkelanjutan dalam waktu panjang.
Saat ini, Pelindo melihat adanya ceruk yang besar di salah satu pelabuhan di Indonesia. Ada penambahan waktu pelayaran yang dirasakan oleh industri pelayaran sekitar 48 jam bolak-balik. Tentu, akan menambah biaya industri jasa perkapalan. Butuh strategi matang untuk mendorong kompetisi yang sehat supaya bisa masuk ke layanan global.
Saat ini, Program Tol Laut juga sedang berjalan. Pelindo mengambil peran apa?
Skala ekonomi terkait ini penting sekali. Dengan adanya layanan yang lebih terukur dan terstandar, pelayaran komersial akan jauh lebih bagus. Pada akhirnya, Pelindo berharap ada efisiensi pelayaran.

Kapal perintis sebagai pendukung program tol laut menyinggahi pelabuhan di Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku, pada Minggu (7/8/2022). Pelayaran perintis membuka keterisolasian warga di daerah itu.
Ibaratnya, perjalanan Jakarta-Probolinggo, janganlah menggunakan angkutan kota. Artinya, perjalanan Jakarta-Surabaya menggunakan bus besar, bahkan kalau perlu bus tingkat. Kemudian, Surabaya-Probolinggo menggunakan angkot.
Yang terjadi saat ini, kapal-kapal tol laut adalah kapal-kapal kecil. Misalnya, kapal dengan kapasitas 100-150 teus, bahkan ada yang di bawah itu. Tentu, skala ekonominya kurang bagus. Jadi, antar-titik besar menggunakan kapal komersial, baru kemudian antar-titik kecil menggunakan kapal tol laut.
Tentunya, subsidi pemerintah ke tol laut menjadi berkurang. Namun, konsumen akhir akan mendapatkan keuntungan yang tidak berubah.
Baca juga: Politik Pelabuhan Merger Pelindo