Produksi Gula Digenjot, Petani Minta Persoalan Dibereskan
Petani tebu meminta sejumlah permasalahan produksi dibenahi agar semangat berproduksi. Mereka juga berharap dilibatkan sehingga tak hanya orientasi konsumen, tetapi produsen juga dipikirkan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mewaspadai potensi dampak situasi global sehingga kian intensif mempersiapkan pemenuhan kebutuhan gula konsumsi. Petani tebu meminta sejumlah permasalahan produksi dibenahi agar semangat berproduksi. Petani tebu berharap diperhatikan sehingga tidak hanya orientasi konsumen, tetapi juga produsen dipikirkan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas tentang perbaikan tatanan kebijakan gula nasional di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (20/7/2022). Presiden mendorong jajarannya mempersiapkan kebutuhan gula nasional dengan baik, terutama memperkuat pemenuhan kebutuhan gula konsumsi (Kompas, Kamis 21/7/2022).
Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen saat dihubungi, Sabtu (23/7/2022), mengatakan, sejumlah hal mendesak yang dibenahi dalam produksi tebu nasional, salah satunya, perlu ada perbaikan benih yang efisien dan tahan cuaca. Kemudian, pasokan kebutuhan air dalam produksi harus benar-benar diperhatikan.
Sarana produksi pertanian seperti pupuk juga kerap menjadi masalah. ”Sejak dua tahun lalu kita sudah sulit mendapat pupuk subsidi. Kami sudah ikhlas untuk fokus ke nonsubsidi saja, tetapi barang (nonsubsidi) juga sulit. Kalaupun ada, harganya sudah melonjak. Waktu masih terima subsidi, pupuk ZA nonsubsidi sekitar Rp 3.000 per kilogram, kini termurah Rp 6.000 per kilogram,” katanya.
Guna meningkatkan produksi, kata Soemitro, pupuk menjadi hal amat penting. Menurut dia, untuk tebu, kebutuhan pupuk ZA berkisar 8 kuintal-1 ton per hektar. Namun, saat masih mendapat subsidi, jatah terakhir hanya 1 kuintal per hektar.
Saat ini telah diundangkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian yang diundangkan 8 Juli 2022. Dalam aturan itu, pupuk subsidi hanya dibatasi pada pupuk urea dan NPK. Sementara subsidi untuk pupuk SP-36, ZA, dan pupuk organik dihapus.
Soemitro juga mengatakan pemerintah harus memperbaiki pabrik-pabrik yang ada saat ini. ”Di samping itu, harga jangan dikendalikan HET (harga eceran tertinggi). Mesti pakai ekonomi yang sehat. Kalau mau dibatasi, ya, gula pemerintah saja, jangan gula petani. (Kebijakan) jangan hanya selalu berorientasi konsumen, tetapi produsen juga mesti dipikirkan," ucapnya.
Ia pun berharap APTRI dilibatkan dalam upaya membenahi tata kelola produksi gula nasional. Dengan demikian, diharapkan segala permasalahan yang selama ini menghinggapi produksi tebu dan gula nasional bisa diselesaikan bersama.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo seusai rapat terbatas, Rabu lalu, mengatakan, secara umum, kebutuhan gula nasional ialah 7,3 juta ton, terdiri dari kebutuhan konsumsi 3,2 juta ton dan industri 4,1 juta ton. Sementara jumlah produksi gula nasional adalah 2,35 juta ton. Namun, Soemitro mempertanyakan penghitungan data tersebut dan berharap neraca gula nasional diperbaiki.
Pengurangan impor
Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) Arief Prasetyo Adi melalui keterangan tertulis, Kamis (21/7/2022), mengatakan, pihaknya akan terus mengawal stabilisasi pasokan dan harga gula. Selain itu, penguatan stok gula dengan melibatkan berbagai pihak dan pemangku kepentingan juga akan didorong.
”Sebagai salah satu komoditas pangan yang memengaruhi inflasi, Presiden Joko Widodo mengarahkan agar mempersiapkan kebutuhan gula nasional dengan baik. Bertahap mengurangi impor dan swasembada gula dalam lima tahun ke depan,” kata Arief.
Guna mencapai itu, perbaikan kegiatan on farm (di lahan) dan off farm (pascapanen) akan dilakukan secara detail. On farm seperti koordinat lokasi penanaman tebu, ketepatan jumlah dan waktu pemupukan, serta persiapan bibit. Sementara off farm, antara lain, penyiapan perbaikan pabrik, peningkatan rendemen untuk gula berbasis tebu, dan pemanfaatan teknologi.
Di samping itu, NFA juga akan memastikan stabilitas harga jual gula dari tingkat petani hingga konsumen.
”Kami akan kawal dari hulu hingga hilir. Untuk memastikan stabilisasi perlu dijaga kepastian harga di tingkat petani agar minat petani untuk menanam tebu tetap tinggi sehingga ketersediaan bahan baku tebu dapat dipastikan,” ujarnya.
Harga gula petani berbanding lurus dengan produktivitas petani. Saat ini pabrik gula diminta membeli Rp 11.500 per kg dengan harga acuan Rp 13.500 per kg di tingkat konsumen, penyesuaian naik Rp 1.000 dari tahun lalu.
Strategi lain, lanjut Arief, yakni penguatan produksi oleh BUMN dengan bermitra dengan ahli dari luar negeri melalui pendekatan bisnis, penguatan stok, yang akan berujung hilirisasi gula. BUMN tersebut adalah perusahaan induk PT Perkerbunan Nusantara (PTPN) dan induk BUMN di bidang pangan, ID Food. Di sisi lain, swasta dan asosiasi juga dilibatkan.
Pelibatan para pihak tersebut, di antaranya, akan diwujudkan dengan kolaborasi dalam pendistribusian gula ke wilayah rawan pangan. Dengan demikian, nantinya diharapkan harga jual gula tetap stabil dan mengurangi disparitas harga.