Lindungi ABK, Implementasi Perjanjian Kerja Laut Perlu Didorong
Implementasi perjanjian kerja laut kapal perikanan perlu didorong guna memberikan kepastian perlindungan terhadap awak kapal perikanan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perlindungan terhadap awak kapal perikanan cenderung rendah. Pemerintah perlu lebih intensif mendorong para pelaku usaha kapal perikanan menerapkan perjanjian kerja laut dengan anak buah kapal.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Mohammad Abdi Suhufan menilai, mekanisme perjanjian kerja laut (PKL) sudah cukup relevan dalam upaya perlindungan anak buah kapal (ABK) pada kapal perikanan. Namun, hanya sedikit pelaku usaha kapal perikanan yang mengimplementasikan PKL.
Dicontohkan, kapal perikanan berukuran besar di atas 30 gros ton (GT) dengan izin pemerintah pusat berjumlah sekitar 4.800 kapal. Jika 1 kapal memiliki 30 ABK, dibutuhkan realisasi PKL untuk 144.000 awak kapal perikanan. Namun, dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), hingga 10 Juli 2022 awak kapal perikanan yang memiliki PKL tercatat baru 82.282 awak kapal.
”Pemerintah dinilai perlu mewajibkan semua pelaku usaha kapal perikanan menerapkan PKL,” kata Abdi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (23/7/2022).
Ia juga menyoroti perlunya pemerintah menguji efektivitas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 33 Tahun 2022 tentang tata kelola ABK. Inspeksi bersama dengan otoritas ketenagakerjaan dinilai perlu dilakukan untuk menguji sejauh mana ketentuan itu sesuai dengan standar ketenagakerjaan.
Sebelumnya, KKP menyatakan terus berupaya menekan tingkat eksploitasi awak kapal perikanan. Upaya itu dengan mendorong implementasi PKL sebagai bukti hubungan kerja dengan pemilik kapal perikanan.
Direktur Kapal Perikanan dan Alat Penangkapan Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Mansur mengatakan, PKL berguna untuk meminimalkan risiko eksploitasi serta memberikan perlindungan dan pemenuhan hak dan kewajiban awak kapal perikanan. Penerapan PKL juga memberikan jaminan sosial untuk awak kapal perikanan melalui BPJS Ketenagakerjaan.
”Jaminan sosial akan melindungi awak kapal terhadap risiko kerja, seperti kecelakaan kerja ataupun kematian,” ujarnya dalam keterangan pers, Jumat, seusai kegiatan Evaluasi Implementasi PKL dan Jaminan Sosial bagi AKP yang melibatkan pemerintah daerah dan semua pelabuhan perikanan di Indonesia, Rabu.
Kepala Pelabuhan Perikanan Samudra (PPS) Bitung Ady Candra menyampaikan, masih kerap terjadi kendala implementasi PKL di lapangan. Salah satunya, belum semua pemilik kapal perikanan teredukasi tentang pentingnya PKL.
”Perlu dilakukan sosialisasi yang masif dengan pendekatan persuasif. Pelaksanaannya bisa dilakukan bertahap berdasar ukuran kapal perikanan serta mengatur mekanisme transparansi dalam sistem pengupahan AKP,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Muhammad Zaini Hanafi mengatakan, transparansi pengupahan perlu dipastikan, khususnya yang menggunakan sistem bagi hasil. Kajian lebih lanjut perlu dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan.
”Jika norma dalam undang-undang tersebut dirasa sudah tidak relevan atau perlu penyesuaian pengaturannya, mungkin perlu diusulkan untuk revisi terhadap ketentuan tersebut,” ujar Zaini.