Investasi sejatinya bukan kompetisi tentang siapa meraih hasil paling tinggi, melainkan kompetisi dengan diri sendiri untuk meraih tujuan finansial. Berikut sejumlah tips agar kita tak terjebak ”FOMO” dalam berinvestasi.
Oleh
Dedi Setiawan
·4 menit baca
Fear of missing out atau FOMO biasanya dikaitkan dengan kecenderungan orang untuk tidak mau ketinggalan suatu tren karena banyak orang yang melakukannya. Apalagi di media sosial, banyak hal viral yang membuat orang FOMO, termasuk investasi.
Selain itu, muncul fenomena pemengaruh (influencer) atau selebgram mempromosikan suatu produk investasi dengan iming-iming imbal hasil tinggi dan risiko rendah. Banyak orang yang terpikat karenanya. Mereka, tanpa pikir panjang dan mengecek legalitas dan logis, langsung menaruh uang ke produk tersebut.
Beberapa waktu lalu juga sempat heboh adanya ”pom-pom” saham, yakni artis merekomendasikan membeli saham tertentu karena ada keuntungan yang menggiurkan. Banyak orang segera membeli saham itu tanpa analisis, baik teknikal maupun fundamental. Kemudian, banyak orang mengunggah di media sosial imbal hasil yang tinggi dari produk reksa dana atau saham. Padahal, produk itu belum tentu cocok untuk tujuan keuangan kita.
Sekarang jenis investasi makin beragam dan semakin mudah dilakukan. Sebab, semua transaksi bisa dilakukan secara daring melalui ponsel. Investasi di aset kripto, misalnya, cukup booming di kalangan anak muda dengan untung yang dinilai menggiurkan. Cryptocurrency merupakan mata uang digital yang ada dan digunakan di dunia maya.
Cara berinvestasi kripto adalah dengan melakukan jual beli aset kripto melalui exchange atau bursa. Namun, perlu diingat bahwa fluktuasinya sangat tinggi, yang artinya berbanding lurus dengan risikonya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak melakukan pengawasan dan pengaturan aset kripto, tetapi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Fenomena lain yang ramai adalah binary option, yaitu menebak di antara dua pilihan harga emas, saham, atau forex. Dengan kata lain, tidak ada underlying barang yang diperdagangkan mengingat sifatnya hanya untung-untungan dalam menebak harga suatu komoditas sehingga jenis ini mirip judi. OJK juga menyatakan tidak pernah mengeuarkan izin untuk binary option.
Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi yang merupakan kumpulan berbagai otoritas di Indonesia secara periodik mengumumkan produk investasi ilegal serta memblokir situsnya. Walaupun demikian, tak tertutup kemungkinan munculnya modus investasi dengan iming-imingi imbal hasil yang besar lainnya.
Belajar dari berbagai kasus investasi ilegal, langkah mempelajari manfaat dan risiko produk investasi menjadi sebuah keniscayaan. Tentu kita tidak ingin uang yang kita hasilkan dari jerih payah bekerja atau usaha justru raib karena kita tidak cermat dalam memilih produk investasi.
Ada beberapa dasar yang perlu ditetapkan dalam berinvestasi, yaitu tentukan tujuan investasi, berapa lama jangka waktu, dan baru ditentukan produk yang sesuai sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan tersebut. Tentu istilah don’t put eggs in one basket sudah sering kita dengar dalam berinvestasi. Namun, bukan berarti kita bisa sembarangan menaruh uang investasi ke berbagai produk yang tidak kita ketahui manfaat dan risikonya.
Guna meminimalkan risiko, kita juga harus memonitor perkembangan investasi secara berkala, apakah sesuai dengan target atau tidak. Agar tidak FOMO, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berinvestasi. Pertama, pahami tujuan investasi. Sebelum berinvestasi, tentukan terlebih dulu tujuan keuangan yang hendak dicapai, kemudian jangka waktu, target imbal hasil, dan berapa uang yang disisihkan untuk investasi.
Jangan lupakan karakteristik investor ataupun produk investasi mengingat saat ini semakin banyak alternatif produk investasi. Tak hanya saham, obligasi, atau reksa dana, tetapi juga ada teknologi finansial (fintech) peer to peer lending, securities crowdfunding, dan lainnya. Investasi untuk membayar uang sekolah yang akan dilakukan kurang dari satu tahun dengan saham, misalnya, dirasa kurang tepat karena risiko yang tinggi.
Kedua, informasi dari sumber yang tepercaya. Di zaman serba digital, banyak informasi yang tersebar di berbagai media, termasuk melalui grup Whatsapp. Kita harus mampu menyaring kebenaran informasi, salah satunya melalui situs dan media sosial regulator yang memberikan info soal investasi dan perlindungan konsumen.
Berita terkait investasi juga harus dicek sumbernya, apakah berasal dari media yang kredibel atau tidak. Sebenarnya, informasi media juga bisa dimanfaatkan dengan positif, misalnya pelatihan untuk memperdalam ilmu investasi.
Ketiga, pahami kondisi keuangan pribadi. Gunakan ”uang dingin” atau bukan uang yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup, apalagi uang pinjaman. Peer pressure dan media sosial kadang membuat orang menjadi kompetitif dalam berinvestasi sehingga lupa untuk mengecek kembali manfaat dan risiko produk investasi. Jangan lupa untuk penuhi dana darurat dan asuransi untuk proteksi diri dan keluarga terlebih dulu.
Keempat, mulai dari yang kecil dan segera atau start small and now. Tak ada kata terlambat dalam investasi. Makin lama horizon berinvestasi, makin besar kesempatan memperoleh imbal hasil lebih besar melalui instrumen yang beragam. Belajar dari pengalaman juga akan menambah pengetahuan dan keterampilan dalam menempatkan dana investasi. Dollar cost averaging atau berinvestasi secara berkala merupakan salah satu alternatif untuk mendisiplinkan diri melalui autodebet rekening.
Investasi bukanlah kompetisi tentang siapa yang dapat meraih imbal hasil paling tinggi. Investasi sejatinya lebih pada berkompetisi dengan diri sendiri untuk dapat meraih tujuan finansial melalui berbagai instrumen keuangan dan investasi.