Neraca Perdagangan Indonesia-Swiss Kembali Surplus
Neraca perdagangan Indonesia-Swiss pada semester I-2022 kembali mencatatkan surplus. Selain emas, ekspor mebel, kulit, dan mesin listrik Indonesia ke Swiss naik signifikan.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pada semester I-2022, neraca perdagangan Indonesia -Swiss mengalami surplus sebesar 1,38 miliar dollar AS. Surplus ini dipengaruhi oleh kenaikan ekspor Indonesia berupa emas, mebel, kulit, dan mesin listrik ke negara tersebut.
Nilai ekspor Indonesia ke Swiss pada semester I-2022 mencapai 1,60 miliar dollar AS atau naik 60 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Sementara nilai impor Indonesia dari Swiss tercatat 210,95 juta dollar AS atau naik 12,8 persen dibandingkan semester I-2021.
Surplus perdagangan ini bukan pertama kalinya terjadi. Pada semester I-2021, neraca perdagangan Indonesia-Swiss juga surplus sebesar 787,33 juta dollar AS.
Duta Besar Indonesia untuk Swiss dan Liechtenstein Muliaman D Hadad, dalam keterangan resmi yang diterima Kompas, Kamis (21/7/2022), menyebutkan, komoditas utama ekspor Indonesia ke Swiss masih didominasi oleh emas, logam mulia, dan perhiasan, yakni 84 persen dari total ekspor Indonesia ke Swiss atau senilai 1,34 miliar dollar AS. Ekspor emas tersebut naik 83,1 persen dibandingkan semester I-2021.
”Ekspor mebel, kulit, dan mesin listrik juga naik signifikan, yakni masing-masing naik 21,2 persen, 13,4 persen, dan 10 persen,” ujar Muliaman.
Selain emas, komoditas yang secara konsisten menempati komoditas teratas pada ekspor Indonesia ke Swiss adalah alas kaki, tekstil bukan rajutan, dan tekstil rajutan. Masing-masing menyumbang lebih kurang 4,0 persen, 2,2 persen, dan 1,2 persen terhadap total perdagangan.
Menurut Muliaman, pencapaian positif perdagangan Indonesia ke Swiss merupakan kabar baik di tengah ekonomi global yang masih tidak menentu, apalagi sejak perang Ukraina -Rusia dan inflasi global. Indonesia menjadi memiliki kesempatan untuk mengisi kebutuhan komoditas negara lain yang mulanya disuplai oleh Ukraina, Rusia, ataupun negara pemasok yang terkena dampak perang. Sebagai gambaran, Swiss merupakan salah satu importir emas Rusia, sementara Indonesia juga merupakan salah satu eksportir emas terbesar dunia.
”Seperti diketahui, saat ini para pemimpin negara-negara terkaya di dunia (G7) bersiap untuk memberlakukan larangan impor logam mulia dari Rusia oleh Swiss. Fokus G7 adalah emas, yang merupakan komoditas ekspor terbesar kedua Rusia setelah energi,” kata Muliaman.
Ia menambahkan, berdasarkan data Swiss Federal Office for Customs and Border Security (FOCBS), peringkat Indonesia terhadap total perdagangan ke Swiss telah naik menjadi peringkat ke-33. Pada semester I-2022, Indonesia masih menempati peringkat ke-43.
Selama pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia 2022 di Davos, Swiss, Mei 2022, Indonesia dan Swiss juga telah menandatangani empat perjanjian ekonomi. Keempatnya adalah Bilateral Investment Treaty, perjanjian Kadin dengan Economiesuisse di sektor perdagangan dan sustainability, perjanjian Kadin dengan Innosuisse di sektor capacity building dan inovasi, serta perjanjian pendirian Indonesia Trading House antara Kadin dan diaspora pengusaha Indonesia di Swiss.
Sebelumnya, mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia Januari–Juni 2022 mencapai 141,07 miliar dollar AS atau naik 37,11 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Sementara ekspor nonmigas mencapai 133,31 miliar dollar AS atau naik 37,33 persen.
Dalam konferensi pers hibrida, Jumat (15/7/2022), di Jakarta, Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, Indonesia kembali mempertahankan surplus neraca perdagangan. Komoditas yang berperan utama dalam surplus pada perdagangan nonmigas meliputi bahan bakar mineral, minyak, dan minyak hewan/nabati serta besi dan baja. Sementara komoditas yang menyebabkan defisit pada perdagangan migas adalah minyak mentah dan hasil minyak.
Dilihat dari sisi sektor industri, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Juni 2022 naik 25,82 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Lalu, ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 13,19 persen, sedangkan ekspor hasil tambang dan lainnya naik 107,19 persen.
”Sejumlah negara masih melakukan restriksi ekspor, seperti gandum (delapan negara) dan gula (delapan negara). Selain adanya restriksi ekspor beberapa komoditas, kenaikan harga komoditas, seperti minyak mentah, dan perkembangan nilai tukar rupiah yang mengalami pelemahan beberapa waktu terakhir memengaruhi ekspor-impor,” ujarnya.