Presiden Setujui Pembangunan Pabrik CPO dan RPO Mini Berbasis Koperasi
Pembangunan pabrik CPO dan RPO diusulkan mulai Januari 2023. Pemerintah juga berupaya agar harga tandan buah segar sawit bisa mencapai Rp 2.400 per kilogram, seperti menghapus pungutan ekspor CPO dan turunannya.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·5 menit baca
MAWAR KUSUMA WULAN/KOMPAS
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop dan UKM) Teten Masduki dalam keterangan pers selepas mengikuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, 18 Juli 2022.
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo telah menyetujui pembangunan pabrik minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak makan merah (red palm oil/RPO) mini berbasis koperasi. Pembangunan pabrik ditargetkan sudah dimulai pada Januari 2023. Satu pabrik CPO dan RPO mini akan membutuhkan investasi sebesar Rp 23 miliar dengan return of investment atau ROI selama 4,3 tahun.
”Pak Presiden tadi sudah menyetujui untuk pembangunan minyak makan merah berbasis koperasi,” ujar Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop dan UKM) Teten Masduki dalam keterangan pers seusai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (18/7/2022).
Teten menyebut pihaknya mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar pembangunan pabrik CPO dan RPO mini berbasis koperasi ini sudah dimulai pada Januari 2023. Teten menargetkan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) bisa menyelesaikan detail engineering design (DED) paling lambat pada Agustus 2022. Apabila telah selesai, bisa langsung masuk ke tahap produksi dengan melibatkan badan usaha milik negara (BUMN) ataupun swasta.
Menurut Teten, investasi sebesar Rp 23 miliar tersebut untuk produksi 10 ton minyak makan merah per hari. Investasi ini bisa diintegrasikan dengan working capital ataupun Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) dengan bunga 5 persen. Untuk mesinnya, bisa dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan untuk pengembangan sawit di on-farm bisa dengan skema kredit usaha rakyat (KUR) dari Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara).
”Jadi, dalam model kami, si koperasi membeli tunai sawitnya, TBS (tandan buah segar)-nya dari petani sehingga si petani tidak lagi dipusingkan harus menjual sawitnya ke mana. Lalu, koperasi mengolahnya menjadi CPO dan menjadi RPO, kemudian mereka pasarkan. Kalau ini terintegrasi dengan program (pengurangan) stunting, juga misalnya PTPN (PT Perkebunan Nusantara) menjadi off taker ya, selain juga petani bisa menjual sendiri,” tambah Teten.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop dan UKM) Teten Masduki dalam keterangan pers selepas mengikuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (18/7/2022).
Untuk mencapai target produksi 10 ton per hari, kelapa sawit yang dibutuhkan sekitar 50 ton per hari atau dari luasan lahan 1.000 hektar. Untuk itu, pemerintah menargetkan agar setiap 1.000 hektar lahan sawit ada satu pabrik CPO dan RPO mini ini.
”Sekarang sudah ada sebenarnya beberapa koperasi petani sawit yang luasan lahannya di atas 1.000 hektar. Ini sudah siap, baik yang di Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Kalimantan Barat, maupun Kalimantan Selatan. Tapi, Pak Presiden sekali lagi minta piloting dulu. Ini juga kami nanti akan kerja samakan dengan PTPN,” ucapnya.
Pembangunan pabrik CPO dan RPO mini berbasis koperasi dinilai bisa menjadi solusi bagi distribusi minyak makan sebagai suplai untuk masyarakat.
Harga lebih murah
Hilirisasi kelapa sawit dilakukan sebagai salah satu solusi untuk menyerap tandan buah segar (TBS) dari petani sawit yang terkadang sulit dijual, harganya rendah, atau petani tidak punya teknologi untuk mengolah sawitnya menjadi CPO dan RPO. ”Ini saya kira akan menjadi solusi karena 35 persen produksi sawit atau CPO ini berasal dari petani mandiri, petani swadaya. Kalau dilihat dari luas lahannya 41 persen lebih. Jadi, ini cukup,” kata Teten.
Pembangunan pabrik CPO dan RPO mini berbasis koperasi dinilai bisa menjadi solusi bagi distribusi minyak makan sebagai suplai untuk masyarakat. Apalagi, minyak makan merah yang berwarna lebih merah dibandingkan dengan minyak goreng biasa ini sudah diketahui sehat, kandungan proteinnya tinggi, dan tinggi kandungan vitamin A.
ARSIP KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM
Kelapa sawit yang diproduksi menjadi minyak makan merah.
Malaysia bahkan sudah memproduksi dan mengekspor RPO ke China. Saat ini, pasar bagi minyak makan merah ini cenderung belum terbentuk di dalam negeri. ”Karena telanjur minyak goreng yang bening, yang merah itu justru jauh lebih sehat dan juga bisa dipakai untuk program stunting,” kata Teten.
Selain warna yang berbeda, proses produksi minyak makan merah berbeda karena tidak melalui tahapan bleaching seperti pada minyak goreng. ”Lebih murah karena prosesnya lebih sederhana,” ucapnya.
Teten menjelaskan, saat ini teknologi produksi untuk minyak makan merah sudah dirancang oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Kota Medan, Sumatera Utara. Teten berharap PPKS dapat segera membuat DED sehingga mesin tersebut bisa segera diproduksi untuk menjadi proyek percontohan.
”Nanti, ya, kita akan putuskan (di mana), tapi salah satunya ya tentu Sumatera, Kalimantan, tapi ada koperasi-koperasi yang juga secara keuangan mereka bisa membangun sendiri dengan keuangan dan mereka juga, kan, koperasi ini punya anggota cukup besar dan anggotanya juga UMKM, kan. Jadi, saya optimistis minyak makan merah ini karena sehat dan juga bisa lebih murah, ini bisa diterima oleh pasar,” ungkap Teten.
Teten menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan upaya yang dilakukan pemerintah sebagai solusi atas dua hal, yakni stabilitas harga TBS petani dan suplai minyak goreng. Teten berharap dengan adanya pabrik CPO dan RPO berbasis koperasi, kesejahteraan petani sawit bisa membaik.
Kesejahteraan petani
Jika petani bisa mengolah sendiri kelapa sawitnya dengan pabrik pengolahan CPO dan RPO, Teten memperkirakan nilai tukar petani dan kesejahteraan petani akan lebih baik. ”Ya, ini optimalisasi jadi hilirasi sawit rakyat yang selama ini mereka jual sawitnya ke industri. Mereka selalu ada problem dengan harga TBS yang tidak stabil atau mereka terlambat diserap itu susut 20 persen, kan, semalam sehingga petani dirugikan,” katanya.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam keterangan pers selepas mengikuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (18/7/2022).
Ditemui seusai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut bahwa harga TBS saat ini berada pada kisaran Rp 1.600 per kilogram. Dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, harga TBS diharapkan bisa naik Rp 2.000-Rp 2.500 per kg. ”Saya dengar sudah Rp 1.600 sekarang. Setelah Rp 1.600 ini, dua minggu ke depan sudah bisa sesuai dengan yang kita harapkan,” ucapnya.
Menurut Zulkifli, produksi CPO saat ini adalah 48 juta ton ditambah sisa stok tahun lalu sebesar 4 juta ton sehingga total 52 juta ton. Sebanyak 9 juta ton digunakan untuk produksi B30, 9 juta ton untuk minyak goreng dalam negeri dan turunannya, sedangkan 30,6 juta ton sudah dihilirisasi menjadi berbagai produk seperti margarin. ”Yang ekspor dalam bentuk CPO itu kira-kira hanya 3,4 juta (ton). Dari 52 juta, ekspor CPO hanya 3,4 juta,” ucapnya.
Harga TBS saat ini berada pada kisaran Rp 1.600 per kilogram. Dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, harga TBS diharapkan bisa naik Rp 2.000-Rp 2.500 per kg.
Namun, hambatan dalam ekspor CPO masih terjadi. Akibat tangki penuh, misalnya, harga TBS menjadi lebih murah. Menurut Zulkifli, pemerintah akan melakukan segala upaya agar harga TBS bisa mencapai sekitar Rp 2.400. Menteri Keuangan, misalnya, sudah menghapus pungutan ekspor CPO dan turunannya hingga 31 Agustus 2022.
”Jadi, tidak ada alasan lagi harga buah tandan ini nantinya akan jadi di bawah Rp 2.000. Kalau hitung-hitungan saya seharusnya Rp 2.000 sampai Rp 2.400 per kilogram di tingkat petani. Tentu perlu waktu, ya, karena ini kan baru berlaku 2-3 hari ini,” kata Zulkifli.