Di antara polaritas dunia yang kian tajam, ketegangan geopolitik, dan ancaman krisis global, kerja sama tetap disadari sebagai satu-satunya jalan keluar. Itulah yang harus terus diupayakan.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
Belum sepenuhnya pulih dari tekanan ekonomi pascapandemi, dunia kembali disudutkan ke pinggir jurang krisis ekonomi yang lebih buruk. Ketegangan geopolitik buntut perang Rusia-Ukraina menimbulkan disrupsi rantai pasok global yang memicu krisis pangan dan energi. Tak ketinggalan juga hiperinflasi dan lonjakan utang negara di berbagai belahan dunia.
Di tengah tantangan global yang kian meningkat itu, Indonesia selaku presidensi G20 coba mendobrak dinding-dinding pembatas demi mengatasi krisis global. Jalan yang mesti ditempuh adalah mempererat kerja sama global.
Upaya Indonesia ini tecermin dalam Chair’s Summary yang dirilis pada akhir pertemuan ke-3 tingkat menteri keuangan dan gubernur bank sentral (Finance Minister Central Bank Governor/FMCBG) kelompok negara G20, Sabtu (16/7/2022). Chair’s Summary adalah kesimpulan pemimpin sidang yang merupakan benang merah sikap delegasi negara-negara G20 dalam pertemuan FMCBG tersebut.
Semangat untuk mempererat kerja sama global tersirat kuat dalam Chair’s Summary. Pada risalah yang terdiri atas 14 paragraf itu, delapan kali kata ”koordinasi” berulang disebutkan. Begitu pula dengan kata ”kerangka kerja”, 14 kali dalam risalah itu. Sementara istilah ”kolaborasi” dan ”kerja sama” masing-masing diulang dua kali.
Di tengah tantangan global yang kian meningkat itu, Indonesia selaku pemegang presidensi G20 coba mendobrak dinding-dinding pembatas demi mengatasi krisis global.
Semangat untuk mengajak pemulihan ekonomi berkelanjutan juga tersirat. Enam belas kali ”berkelanjutan” disebutkan dalam risalah ini. Kata ”stabilitas” bisa ditemukan enam kali, sedangkan ”pemulihan” tiga kali.
Kata-kata tersebut sejalan dengan semangat G20 presidensi Indonesia yang mengusung tema Recover Together, Recover Stronger. Indonesia ingin mengajak semua negara bangkit bersama-sama dari keterpurukan ekonomi pascapandemi. Salah satu upayanya adalah mendorong kolaborasi global untuk mengatasi berbagai tantangan.
”Dunia memerlukan lebih banyak jembatan (untuk komunikasi), bukan dinding (penghalang), apalagi perang,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pidato pembukaan acara FMCBG ketiga G20 Presidensi Indonesia di Nusa Dua, Bali, Jumat (15/7/2022).
Hasil pertemuan
Sebanyak 12 paragraf dari total 14 paragraf Chair’s Summary itu memuat kesepakatan antarnegara G20. Sementara dua paragraf lainnya menyatakan adanya hal-hal yang tidak mencapai kesepakatan.
Ketidaksepakatan yang tecermin pada dua paragraf pertama berkait dengan perang Rusia dan Ukraina serta implikasinya. Mayoritas negara menyepakati perang itu memicu pemburukan perekonomian global. Namun, salah satu delegasi anggota G20—tidak disebutkan nama negaranya—menyatakan pemburukan ekonomi global terjadi karena berbagai bentuk sanksi yang diterapkan terkait perang tersebut.
Ketidaksepakatan yang tecermin pada dua paragraf pertama berkait dengan perang Rusia dan Ukraina serta implikasinya.
Sementara itu, poin-poin yang disepakati, antara lain, menggarisbawahi pentingnya mempererat kolaborasi global. Salah satunya tecermin dari komitmen negara-negara untuk membentuk Financial Intermediary Fund (FIF) for Pandemic Prevention Preparedness and Response (PPR).
Pembentukan FIF merupakan salah satu dari agenda penguatan arsitektur kesehatan global dan upaya merespons pemulihan pascapandemi. Selain itu, FIF dibentuk untuk lebih siap mengantisipasi jika di masa mendatang kembali terjadi pandemi.
Sampai saat ini, FIF telah mengumpulkan dana 1,28 miliar dollar AS (Rp 18,94 triliun), antara lain berasal dari Amerika Serikat, Komisi Eropa, Jerman, Indonesia, Singapura, Inggris, Welcome Trust, serta Bill and Melinda Gates Foundation. Dalam diskusi selama dua hari, negara-negara lain menyusul ikut mengumpulkan dana, antara lain Italia, China, Uni Emirat Arab, Jepang, dan Korea Selatan. Tata kelola FIF masih akan terus dimatangkan dan menurut rencana akan diluncurkan tahun ini.
Selain itu, forum juga mendukung implementasi perpajakan internasional. Mereka sepakat mendukung kemajuan yang dicapai dalam penerapan standar transparansi pajak yang disepakati secara internasional.
Tak hanya menyepapakati berbagai kerangka kerja sama global, para menteri keuangan G20 juga menyepakati perlunya koordinasi global untuk mengatasi krisis pangan dan energi serta dampak inflasi global yang merebak ke seluruh dunia. Diperlukan kerangka kerja dan kerja sama global, baik dari segi fiskal, moneter, maupun sistem keuangan untuk menciptakan pemulihan ekonomi yang lebih stabil.
Dari pertemuan dengan gubernur bank sentral, dicapai kesepakatan untuk menjaga kestabilan moneter guna menciptakan perekonomian yang lebih berkelanjutan. Selain itu, pembahasan juga diarahkan pada bagaimana digitalisasi bisa memperluas inklusi keuangan. Layanan jasa keuangan harus bisa menyentuh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta kaum rentan, seperti wanita dan anak-anak.
Para gubernur bank sentral juga bersepakat untuk mematangkan konsep mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC). Di sela-sela pembahasan FMCBG, Perry menjelaskan, lima negara Asia Tenggara juga bersepakat mengembangkan sistem pembayaran lintas negara (cross border payment). Kelima negara tersebut adalah Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Merespons hasil pertemuan itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, kendati tidak tercapai komunike atau konsensus bersama semua anggota G20, mayoritas paragraf di Chair’s Summary sudah mencerminkan keinginan negara-negara untuk berkolaborasi mengatasi krisis bersama.
Pertemuan di Bali merupakan kegiatan lanjutan setelah pertemuan FMCBG pertama Presidensi G20 Indonesia secara hibrida di Jakarta, Februari lalu, serta FMCBG kedua, April lalu, di Washington DC, Amerika Serikat.
FMCBG pertama menghasilkan komunike mengenai penangguhan utang bagi negara-negara miskin. Adapun FMCBG kedua menyepakati peran penting keuangan berkelanjutan untuk pemulihan ekonomi global yang inklusif, tangguh, dan ramah lingkungan.
Pertemuan FMCBG yang digelar pada 15-16 Juli ini membahas tujuh agenda utama. Agenda pembahasan ini menyangkut ekonomi global dan risiko, kesehatan global, arsitektur keuangan internasional, permasalahan sektor keuangan, keuangan berkelanjutan, infrastruktur, dan perpajakan internasional.
Di antara polaritas dunia yang menajam, ketegangan geopolitik, dan ancaman krisis global, kerja sama tetap disadari sebagai satu-satunya jalan keluar. Itulah yang harus terus diupayakan.