Pemburukan Ekonomi Global Bakal Lemahkan Kinerja Ekspor Indonesia
Dampak yang perlu diwaspadai dari perlambatan ekonomi global adalah penurunan terhadap permintaan ekspor yang akan berimplikasi pada stabilitas neraca dagang.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah negara yang saat ini tengah menghadapi ancaman resesi adalah mitra dagang atau investor utama RI. Meski peluang Indonesia untuk mengalami resesi terhitung kecil, imbas resesi global tetap mengancam perekonomian dalam negeri.
Dalam survei yang dirilis Bloomberg pada pekan lalu, Indonesia dianggap sebagai satu dari segelintir negara di Asia dengan probabilitas sangat kecil untuk mengalami resesi.
Peningkatan risiko global seperti tekanan inflasi yang tinggi dan persisten serta pengetatan kebijakan moneter yang cepat menjadi faktor utama yang mendorong peningkatan potensi resesi sejumlah negara di dunia.
Dampak yang perlu diwaspadai dari perlambatan ekonomi adalah penurunan terhadap permintaan ekspor yang akan berimplikasi juga pada stabilitas neraca dagang.
Probabilitas resesi untuk Indonesia pada survei Bloomberg sebesar 3 persen, lebih rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya, seperti Filipina (8 persen), Thailand (10 persen), Vietnam (10 persen), dan Malaysia (13 persen).
Peluang Indonesia mengalami resesi juga jauh lebih kecil daripada sejumlah mitra dagang utama Indonesia, seperti Jepang (25 persen), China (20 persen), dan Amerika Serikat (40 persen).
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, meski potensi Indonesia untuk mengalami resesi sangat kecil, resesi di sejumlah negara maju berpotensi menimbulkan gejolak di pasar keuangan, serta perlambatan ekonomi global.
Dampak yang perlu diwaspadai dari perlambatan ekonomi global, lanjutnya, adalah penurunan terhadap permintaan ekspor yang akan berimplikasi pada stabilitas neraca dagang.
”Penurunan ekspor lantas akan berdampak pada penurunan neraca perdagangan Indonesia sehingga transaksi berjalan juga berpotensi mengalami penurunan,” kata Josua.
Padahal, neraca dagang menjadi komponen penting dalam perekonomian Indonesia. Meski kontribusinya tidak sebesar konsumsi rumah tangga, surplus neraca dagang tetap berpengaruh terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) nasional.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, selama semester I-2022 surplus neraca perdagangan mencapai 24,89 miliar dollar AS, naik sebesar 110,22 persen jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu.
Josua memambahkan, penurunan ekspor juga bisa berdampak pada melambatnya aliran investasi dan penanaman modal asing (PMA). Hal ini dipengaruhi oleh melemahnya kinerja sektor-sektor yang berorientasi ekspor.
Menurut Josua, sejumlah negara yang saat ini tengah menghadapi ancaman resesi merupakan investor utama penanaman modal di Indonesia. Jika terjadi resesi, investasi yang masuk juga akan terhambat.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Pengunjung berbelanja bahan makanan di pusat perbelanjaan ritel Hypermart di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis (24/9/2020).
”Baik pelemahan perdagangan maupun investasi diperkirakan berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia,” katanya.
Dalam keterangan tertulis, Kepala Badan Kebijakam Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio N Kacaribu mengemukakan, tingkat inflasi yang moderat dan keseimbangan eksternal yang terjaga menjadi penopang kekuatan ekonomi Indonesia di tengah meningkatnya tantangan ekonomi global.
Tingkat inflasi Indonesia pada Juni 2022 tercatat 4,4 persen secara tahunan. ”Capaian ini menjadi salah satu yang paling moderat di antara negara G20 dan ASEAN,” ujarnya.
Adapun terjaganya keseimbangan eksternal Indonesia tecermin pada transaksi berjalan Indonesia pada triwulan I-2022 yang mampu mencatatkan surplus 0,07 persen terhadap PDB, antara lain didukung oleh surplus neraca perdagangan dalam 26 bulan berturut-turut.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengingatkan, meski indikator ekonomi Indonesia positif, pemerintah tetap perlu waspada. Kebijakan pemerintah yang salah atau tidak tepat sasaran, lanjutnya, bisa memperbesar probabilitas Indonesia ikut terjun ke jurang resesi.
”Hal paling utama yang perlu kita waspadai adalah inflasi di sektor pangan. Pemerintah harus jeli dalam mengambil kebijakan agar lonjakan inflasi pangan tidak terjadi di Indonesia,” ujarnya.