Pupuk Bersubsidi Dibatasi Hanya untuk Urea dan NPK
Pemerintah resmi memberlakukan pembatasan pupuk bersubsidi. Dari 70 komoditas menjadi 9 komoditas saja, sedangkan jenisnya hanya urea dan NPK. Sebelumnya, pupuk jenis SP-36, ZA, dan organik juga disubsidi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA, AGNES THEDOORA
·4 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Ilustrasi pabrik pupuk
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah resmi memberlakukan pembatasan pupuk bersubsdi menjadi hanya dua jenis dan diperuntukkan pada sembilan komoditas. Hal itu dilakukan agar penyaluran subsidi lebih fokus dan tepat sasaran di tengah meningkatnya harga bahan baku pupuk di tingkat global sebagai dampak situasi geopolitik dunia.
Ketentuan mengenai pupuk bersubsidi kini mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian yang diundangkan 8 Juli 2022. Apabila sebelumnya jenis pupuk yang disubsidi mencakup urea, NPK, SP-36, ZA, dan pupuk organik, saat ini hanya urea dan NPK.
Adapun peruntukannya adalah i padi, jagung, kedelai (subsektor tanaman pangan), cabai, bawang merah, bawang putih (hortikultura), tebu rakyat, kakao, dan kopi (perkebunan). Sebelum peraturan ini berlaku, ada 70 komoditas yang menerima pupuk subsidi. Pemerintah menganggarkan Rp 25 triliun untuk menjangkau sedikitnya 16 juta petani.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Ali Jamil menuturkan, sanksi sebagai dampak konflik Rusia-Ukraina, China yang menyetop ekspor fosfat, hingga kelangkaan kalium di pasar global turut mengerek kenaikan harga pupuk. Menurut data Bank Dunia, kenaikan harga pupuk pada 2022 telah mencapai 30 persen.
”Melihat kondisi itu, pemerintah harus mengambil langkah-langkah tepat dan strategis untuk menjaga ketahanan pangan. Salah satunya melalui kebijakan pupuk bersubsidi ini,” kata Ali dalam konferensi pers Sosialisasi Kebijakan tentang Pupuk Bersubsidi di Sektor Pertanian di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (15/7/2022).
Di sisi lain, lanjut Ali, alokasi anggaran pupuk bersubsidi sama dengan tahun lalu. Oleh karena itu, penyalurannya mesti lebih efektif dan efisien sehingga produksi sejumlah bahan pokok dapat terjaga dengan baik. Pembatasan jenis dan komoditas pun merupakan upaya optimalisasi pupuk bersusbsidi yang tetap dapat diakses dengan harga terjangkau.
Ali menuturkan, pembatasan jenis dan komoditas pupuk bersubsidi berdasarkan rekomendasi dari Panitia Kerja (Panja) Pupuk Komisi IV DPR. Adapun agar lebih tepat sasaran, penetapan alokasi pupuk bersubsidi mekanismenya menggunakan data spasial. Juga mempertimbangkan luas bahan baku lahan sawah yang dilindungi dan penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) serta penyerapan pupuk bersubsidi tahun sebelumnya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian Dedi Nursyamsi menambahkan, berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) kebutuhan pupuk subsidi sekitar 24 juta ton per tahun. Namun, kenyataannya, anggaran pemerintah hanya mampu memenuhi sekitar 9 juta ton per tahun.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud menuturkan, perbaikan tata kelola pupuk bersubsidi agar penyalurannya tepat waktu, mutu, jenis, jumlah, lokasi, dan harga bagi petani. Permentan Nomor 10 Tahun 2022 menjadi langkah strategis guna mewujudkan itu.
”Ini juga untuk pembangunan ekonomi, khususnya sektor pertanian, agar inovatif dan adaptif terhadap kemajuan teknologi. Juga untuk membangun simplifikasi dan fokus pada bahan-bahan pangan utama. Dengan menjadi hanya 9 komoditas, dari 70 komoditas, diharapkan bisa mendukung terwujudnya ketahanan pangan yang lebih baik,” kata Musdhalifah.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Ilustrasi pupuk urea
Sistem distribusi
Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia Holding Company Gusrizal mengatakan, pada 2022, total stok untuk urea, yakni 8,9 juta ton, sehingga memenuhi kebutuhan sementara yang 4,1 juta ton. Kalaupun ada penyesuaian, masih ada cadangan sekitar 4 juta ton. Adapun NPK, total produksi tahun ini mencapai 3,4 juta ton, masih di atas alokasi yang 2,4 juta ton.
”Kami memastikan pabrik kami, baik urea maupun NPK, beroperasi dengan baik. Kami juga mengembangkan sistem distribusi yang dapat menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai alokasi, sesuai peraturan yang berlaku. Kami juga sudah mengembangkan digitalisasi, dari lini 1-3 (penyaluran), dan tengah mengembangkan dari lini 3 ke lini 4,” kata Gusrizal.
Sebelumnya Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Tengah Hardiono mengatakan, dengan pengurangan atau pembatasan tersebut, petani pasti terdampak. Namun, menurut dia, tanpa dibatasi pun kebutuhan petani selalu kurang sehingga petani memiliki cara sendiri-sendiri dalam menyiasati kekurangan pupuk untuk produksi usaha tani mereka.
Yang ia sayangkan ialah peniadaan pupuk organik dalam subsidi. Padahal, pupuk organik selama ini didorong agar petani tidak lagi bergantung pada pupuk kimia. Apabila terus berkembang, petani bisa lebih mandiri dalam penyediaan pupuk.
Terkait hal itu, Dedi Nursyamsi mengatakan bahwa sejatinya berbagai jenis pupuk sebenarnya dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas. Namun, dengan pertimbangan unsur hara, jenis pupuk yang makro primer ialah urea dan NPK. Akan tetapi, Ditjen PSP Kementan juga tetap mendorong melalui kegiatan unit pengolahan pupuk organik (UPPO).
Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin, yang juga dalam kelompok kerja terkait pupuk bersubsidi, menuturkan, banyak kriteria yang membuat akhirnya hanya dua jenis masuk peruntukan pupuk subsidi, di samping rekomendasi Panja Pupuk Komisi IV DPR.
”Namun, poin paling penting adalah sistem dan integrasi data dengan Simluhtan (Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian). Jadi, sasaran dipertajam. Kami, akademisi, melakukan kajian dan tahun depan akan dicoba reformasi yang lebih drastis yang mengarah ke subsidi langsung. Mungkin baru mulai dicoba tahun depan,” tuturnya.