Mobil Listrik, Menangkap Peluang Sekaligus Mengurangi Emisi
Di tengah kegalauan pasar mobil listrik, aneka moda transportasi publik yang diinisiasi pemerintah ataupun swasta semakin menunjukkan sebuah keniscayaan. Pengurangan emisi adalah tantangan terbesar yang dihadapi dunia.
Di tengah kegalauan pasar mobil listrik, aneka moda transportasi publik yang diinisiasi pemerintah—dengan penyediaan bus ataupun kereta listrik—ataupun swasta semakin menunjukkan sebuah keniscayaan. Tak sekadar digoda untuk memiliki, tetapi publik lambat laun juga diyakinkan akan tersedianya jaminan sarana infrastruktur pengisian daya listriknya.
Teknologi terus berkembang. Kesadaran kolektif global akan semakin terbatasnya bahan bakar fosil mendorong inovasi teknologi kendaraan dengan bahan bakar non-fosil, antara lain mulai dari kombinasi bahan bakar minyak (BBM) dan motor listrik yang disebut teknologi hibrida, berkembang inovasi kendaraan murni listrik berbasis baterai, yang berbahan bakar hidrogen.
Saat dunia menggaungkan industri hijau dan energi ramah lingkungan (green energy), berbagai upaya efisiensi penggunaan bahan bakar minyak ditempuh. Di sisi lain, komitmen negara-negara mengurangi dampak emisi global ikut pula mendorong perlunya upaya-upaya riil jangka panjang. Untuk memerangi bencana perubahan iklim, semua negara membuat komitmen yang dituangkan dalam program kerja.
Berdasarkan estimasi Second Biennial Update Report Indonesia, Pemerintah Indonesia menyampaikan kebutuhan total pendanaan pengurangan emisi CO2 sebesar Rp 3.461 triliun atau 247,30 miliar dollar AS. Dari jumlah itu, antara lain, sektor kehutanan hanya membutuhkan Rp 77,8 triliun atau 5,6 miliar dollar AS, sedangkan kebutuhan dana sektor energi dan transportasi mencapai Rp 3.307 triliun atau 236,2 miliar dollar AS.
Baca juga: Menunggu Insentif dan Ekosistem Kendaraan Listrik
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Kongres Kehutanan Indonesia VII bertajuk ”Strategi Sentra Bisnis UKM Kehutanan”, Selasa (28/6/2022), di Jakarta, menyatakan, ”Kalau kita lihat, kontribusi dari biaya sektor kehutanan kecil, tetapi kontribusi penurunan CO2 paling besar, bisa mencapai 497 juta ton. Sementara sektor energi dan transportasi yang begitu besar kebutuhan dananya hanya memberikan kontribusi pengurangan CO2 sebesar 314 juta ton.”
Namun, bagi Sri Mulyani, hal itu bukanlah pilihan, melainkan perlu strategi pendanaan untuk tetap bisa menjadi negara maju. Tentu konsekuensi biayanya berbeda-beda.
Keterlibatan swasta
Keniscayaan teknologi kendaraan listrik pada akhirnya juga perlu melibatkan peran swasta. Blue Bird, misalnya, mengimplementasikan penerapan armada listriknya untuk layanan taksi dimulai dengan peluncuran 25 unit BYD E6 dengan transmisi otomatis dan 4 unit Tesla model X75D sejak tahun 2019.
Jumlah armada Blue Bird sebanyak 24.000 unit, sementara armada mobil listriknya kini mencapai 60 unit yang terbagi 30 unit untuk taksi dan 30 unit untuk penyewaan. Hal itu pun disebut sebagai komitmen jangka panjangnya guna mendukung perbaikan kualitas lingkungan, khususnya udara perkotaan. Hingga akhir tahun 2022, Blue Bird menargetkan penambahan armada listrik sebanyak 50-60 unit dengan fokus di Jakarta dan Bali.
Wakil Direktur Utama PT Blue Bird Tbk Andre Djokosoetono, Rabu (13/7/2022), soal jumlah armada yang bakal dioperasikan Blue Bird tahun 2030, mengatakan, ”Secara pasti, terus terang saya tidak bisa menjawab berapa banyaknya. Teknologi berkembang, begitu pula industrinya berkembang, tetapi hingga saat ini, harga (kendaraan listrik) tidak terkoreksi. Sebab, permintaannya sangat tinggi, sedangkan suplainya sangat kurang.”
Baca juga: Persiapan Menuju Era Baterai dan Tenaga Surya Tak Hanya soal Daur Ulang
Padahal, sebelum pandemi Covid-19 terjadi, Blue Bird telah mempelajari harga kendaraan dan kapasitas jalan serta pengembangan teknologi, menyebabkan harga kendaraan yang sama turun terus. Mudah-mudahan, lanjut Andre, dengan normalisasi dalam dua tahun ke depan, harga mobil listrik akan turun. Ini akan menjadi salah satu kontribusi perusahaan dalam mengurangi emisi.
Blue Bird menggunakan tahun 2030 sebagai basis target, sesuai dengan komitmen pemerintah dalam menggunakan energi baru dan terbarukan sebesar 25 persen dari bauran energi nasional pada tahun 2030. Hal itu rupanya sesuai dengan visi keberlanjutan yang dicanangkan ”Blue Bird 50:30”. Artinya, mengurangi emisi dan buangan operasional sebesar 50 persen pada tahun 2030 atau sebesar 10 persen dari total armadanya.
Sementara PT VKTR Teknologi Mobilitas (VKTR), anak perusahaan PT Bakrie & Brothers Tbk, yang bergerak di bidang manufaktur elektrifikasi transportasi dan ekosistem telematika, dalam penyediaan bus listrik membuka jalan melalui kerja sama strategis dengan institusi pendidikan. Setelah Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, VKTR juga bekerja sama dengan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, awal Juni 2022.
Direktur Utama PT VKTR Teknologi Mobilitas Gilarsi W Setijono menuturkan, nota kesepahaman itu dilakukan untuk mendukung pembangunan laboratorium penelitian dan pengembangan teknologi baterai dalam bidang transportasi secara jangka panjang dan berkelanjutan. Tujuannya untuk inovasi dalam pengembangan teknologi baterai kendaraan listrik dan menjadi pusat pengujian terhadap baterai listrik baik untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam negeri maupun kebutuhan komersial.
”Sebagai komponen utama dari kendaraan listrik, teknologi baterai yang ada saat ini masih mengalami banyak keterbatasan sehingga masih sangat terbuka untuk dipelajari dan dikembangkan,” tutur Gilarsi.
Menurut Gilarsi, keterbatasan teknologi baterai saat ini terdapat di dua aspek, yakni aspek performa atau kinerja baterai dan aspek harga bahan baku baterai yang masih sangat mahal. Jika dua hal ini bisa diatasi, upaya pengembangan teknologi baterai akan lebih maju lagi.
Dalam melihat performa baterai, ada dua hal yang krusial, yakni kemampuan kecepatan baterai dalam menghantarkan energi dan banyaknya energi yang dapat disimpan oleh baterai tersebut. Selain itu, baterai juga harus aman, tahan lama, cepat dalam pengisian daya, ramah lingkungan, dan dapat dibuat dengan biaya yang relatif murah.
Baca juga: Pemerintah Dorong Penggunaan Kendaraan Listrik
VKTR juga menjalin kerja sama dengan PT Jasa Sarana, BUMD milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, untuk mendukung program elektrifikasi bus dan kendaraan lainnya sebagai sarana transportasi publik. Bus listrik ini rencananya beroperasi di wilayah Bandung Raya. Kerja sama ini termasuk penyelenggaraan studi kelayakan, pengumpulan data, pengadaan sarana bus listrik, dan infrastruktur kelistrikan yang terkait dengan elektrifikasi bus dan potensi lainnya.
Direktur Utama PT Jasa Sarana Hanif Mantiq mengatakan, ”Elektrifikasi transportasi bus rapid transit (BRT) di wilayah Bandung Raya diharapkan dapat menurunkan emisi karbon secara signifikan dan menciptakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk kemudian beralih dari transportasi kendaraan pribadi ke moda transportasi umum.”
Budi Setiyadi, Staf Ahli Kementerian Perhubungan, secara terpisah, menegaskan, sejak Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan diterbitkan, diperkirakan jumlah kendaraan listrik yang telah beroperasi mencapai 20.000 unit. Itu pun masih didominasi sepeda motor listrik yang harganya masih jauh terjangkau masyarakat.
Namun, jumlah agen pemegang merek (APM) kendaraan sudah cukup banyak yang tertarik memproduksi ataupun berinvestasi di Indonesia. Mereka pun tertarik memproduksi kendaraan pribadi, seperti produsen otomotif Wuling, Hyundai, dan DFSK.
”Perpres 55 Tahun 2019 tidak hanya diperuntukkan bagi pemerintah, tetapi juga swasta. Yang saya lihat, seperti Grab, Gojek, Blue Bird, dan Transjakarta, termasuk Kemenhub dengan penyiapan bus listrik untuk bus buy the service cukup bagus perkembangannya baik secara kualitas maupun kuantitasnya,” ujar Budi.
Soal kualitas, kata Budi, itu lebih terletak pada komitmen pemerintah dan swasta. Misalnya, ekosistem penyediaan infrastruktur stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Pada aspek regulasi, Kemenhub sedang menginisiasi rancangan instruksi presiden terkait percepatan penggunaan kendaraan listrik untuk operasionalisasi kementerian dan pemerintah daerah. Tinggal diharmonisasi secara final.
Memang, lanjut Budi, kebutuhan pengisian daya listrik secara cepat (fast charging) perlu disediakan. Penyedia sarana infrastruktur ini sudah cukup banyak menerima permintaan di beberapa tempat, seperti mal, apartemen, perkantoran, terutama di perkotaan. Secara bertahap, infrastruktur ini akan berkembang ke daerah-daerah.
Baca juga: Pengembangan Baterai untuk Kendaraan Listrik Harus Ramah Lingkungan
Banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, menyatakan keprihatinannya terhadap polusi gas buang. Jangan sampai kualitas kesehatan warga dunia menurun akibat tidak sadar akan emisi yang semakin pekat dan berat. Peluang sangat terbuka, komitmen mengurangi emisi karbon dioksida tak hanya berhenti di sini. Inilah tantangan menuju Indonesia bersih.