Berpacu dengan Waktu Membasmi PMK
Beberapa saat setelah PMK menyebar, para ahli sebenarnya telah mewanti-wanti betapa bahayanya PMK. Kendati tidak menular atau mengganggu kesehatan manusia, PMK memberi dampak hebat pada perekonomian.
Penyakit mulut dan kuku atau PMK kian meluas. Dua bulan lebih sejak pertama kali ditemukan pada akhir April 2022, virus telah meluas ke 239 kabupaten dan kota di 21 provinsi. Status Keadaan darurat tertentu telah diterapkan pemerintah, tetapi kenyataannya sejak mula, penyebaran PMK kerap melaju lebih cepat dari sederet kebijakan yang diambil.
Menurut data pada Siagapmk.id, Minggu (10/7/2022) pagi, total 336.841 ekor dinyatakan sakit. Itu mencakup 116.337 ekor sembuh, 2.936 ekor potong bersyarat, 2.128 ekor mati, dan 215.440 ekor belum sembuh. Jawa Timur menjadi daerah dengan kasus terbanyak, disusul Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Tengah.
Begitu PMK masuk ke Indonesia pada akhir April 2022 dan resmi diumumkan pada awal Mei 2022, Kementerian Pertanian merespons dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan seperti surat edaran hingga surat keputusan menteri. Salah satunya dengan penetapan sejumlah kabupaten di Aceh dan Jatim, sebagai sebagai daerah wabah. Lalu lintas hewan pun dicoba untuk diatur.
Akan tetapi, kegagapan menghadapi PMK, di semua tingkat, membuat implementasi belum optimal. Antisipasi lewat ketentuan, oleh pusat maupun pemda, tak mampu menandingi kecepatan penyebaran PMK.
Beberapa saat setelah PMK menyebar, para ahli sebenarnya telah mewanti-wanti betapa bahayanya PMK, yang amat ditakuti di dunia. Kendati tidak menular atau mengganggu kesehatan manusia, dampaknya pada perekonomian tak main-main. Para peternak akan merugi, begitu pula para pengusaha yang bergerak pada bisnis sapi. Dalam jangka panjang, PMK juga akan memengaruhi perdagangan negara.
Dalam sebulan, atau per 28 Mei 2022, PMK sudah meluas ke 86 kabupaten kota di 17 provinsi. Kemudian, meningkat lagi menjadi 179 kabupaten kota di 18 provinsi pada 11 Juni 2022. Para peternak, terlebih yang memelihara sapi perah, terus menjerit. Kendati hewan bisa sembuh, produktivitas merosot serta memerlukan waktu untuk pulih.
Baca Juga: Sumut Tunggu Ganti Rugi Potong Paksa Ternak akibat PMK
Harapan datang pada Kamis (16/6/2022) malam saat 800.000 dosis vaksin yang dibeli dari Prancis dengan uang APBN, akhirnya tiba. Vaksin kemudian didistribusikan ke daerah-daerah target. Vaksin diberikan kepada hewan-hewan sehat. Yang menjadi prioritas ialah hewan bernilai ekonomi tinggi, di antaranya sapi perah.
Hingga Minggu (10/7/2022) siang, vaksinasi telah menjangkau 421.787 ekor hewan. Menjadi salah satu kunci penanganan PMK, vaksinasi mesti perlu lebih digencarkan. Sekat birokrasi semestinya tak menghambat. Pasalnya, dari 3 juta dosis vaksin yang dipesan Kementan, setidaknya hingga pekan lalu, 2,2 juta dosis belum bisa diambil karena anggaran belum turun.
Penanganan dan pengendalian PMK, yang tadinya hanya di bawah Kementan, kemudian dipandang ”lebih serius” dalam mengancam perekonomian. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memimpin rapat koordinator terbatas pada Rabu (8/6/2022). Pada rapat itu disebutkan PMK akan dipantau hingga level mikro, layaknya Covid-19.
Akan tetapi, penyebaran PMK makin meluas. Sekitar dua pekan setelahnya, giliran Presiden Joko Widodo yang memimpin rakortas. Presiden lantas memerintahkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan PMK, yang dikomando oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sejumlah kementerian terlibat dalam satgas ini.
Lalu lintas hewan pun diketatkan, antara lain dengan penguncian wilayah (lockdown). Pendataan kasus di setiap daerah didorong untuk semakin mendekati waktu nyata (realtime). Kemudian, salah satu yang terpenting ialah mengenai kelenturan penganggaran. Pemerintah juga memutuskan ada penggantian Rp 10 juta per hewan yang terpaksa dimusnahkan.
BNPB lalu menetapkan Status Keadaan Tertentu Darurat PMK, lewat keputusan Kepala BNPB Nomor 47 Tahun 2022 yang ditandatangani pada 29 Juni 2022. Penanganan PMK tersebut disambut positif para peternak, yang sejak beberapa pekan sebelumnya memang mengharapkan penetapan status wabah PMK di tingkat nasional.
Namun, kendati sudah dikendalikan Satgas, yang terjadinya selanjutnya belum semulus yang diharapkan. Sekat birokrasi dirasa masih menghambat di tengah kondisi darurat, baik mengenai regulasi maupun penganggaran.
Selain pengadaan vaksin yang masih lambat, penggantian hewan ternak belum menemui kejelasan. Di Sumatera Utara misalnya, hingga Sabtu (9/7/2022), ganti rugi ternak yang harus dipotong paksa belum bisa dilaksanakan meski skemanya sudah dibahas dalam sejumlah rapat. Pemda setempat masih menunggu keputusan dalam regulasi resmi.
Lagi-lagi, sederet kebijakan yang diambil belum mampu mengejar kecepatan penyebaran PMK. Pada awal Juli 2022, Bali, yang selama ini dijaga ketat agar tak kemasukan PMK, juga kebobolan. Padahal, Bali merupakan salah satu daerah kantong ternak. Sapi bali, yang merupakan sapi asli Indonesia, juga merupakan plasma nutfah, yang seharusnya terus diproteksi.
Keutuhan informasi
Pendekatan narasi bahwa PMK tidak menular dan tidak berbahaya bagi manusia acap kali disampaikan. Informasi tersebut perlu agar tak terjadi kepanikan dan kekhawatiran berlebihan di masyarakat. Namun, selain kesehatan manusia, aspek-aspek lain, termasuk kesehatan hewan, juga penting untuk selalu disampaikan kepada masyarakat. Penyampaian informasi mestilah utuh.
Bukan tanpa alasan penyakit hewan ini menjadi yang paling ditakuti dunia. Pasalnya, kendati tingkat kematian tergolong rendah, sekitar 5 persen, morbiditas atau angka kesakitan PMK mencapai 100 persen. Bagi manusia, virus memang tak menular. Namun, manusia bisa menjadi pembawa (carrier) karena virus bisa menempel seperti pada pakaian dan sepatu.
Baca Juga: Beruntungnya Warga Ibu Kota pada Idul Adha Kali Ini
Apabila rangkaian informasi ada yang terabaikan, lalu penularan meluas, timbullah dampak ekonomi. Bagi peternak, hewan ternak ialah tabungan. Saat mati atau produktivitas ternak menurun, mereka tak berdaya. Belum lagi jika ada pihak perantara jual-beli ternak yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan dengan mendorong peternak untuk segera menjual sebelum harga semakin rendah.
Dampak lebih luas ialah pada perekonomian nasional. Apabila PMK terus meluas dan negara-negara lain belum memandang adanya keseriusan dalam penanggulangan wabah, perdagangan, seperti ekspor-impor, bisa terdampak. Terlebih pada negara-negara bebas PMK yang memiliki industri peternakan skala besar dan memasok sebagian kebutuhan dunia.
Di sisi lain, atensi masyarakat umum terhadap PMK cenderung pada sangkut pautnya pada kesehatan manusia (yang notabene aman). Hanya pada momen-momen tertentu publik ramai menyoroti. Di media sosial, misalnya, hanya saat video-video ternak mati terkulai lemas hingga dikubur, setelah terjangkiti PMK. Juga video seorang anggota Komisi IV DPR yang menyoroti penanganan PMK oleh Kementan, dalam satu rapat. Kedua video tersebut sempat viral di jagat maya.
Yang jelas, situasi kini sedang tidak baik-baik saja. Setelah kasus PMK ditemukan di Bali, kekhawatiran semakin ditunjukkan Australia, mengingat selama ini banyak warga mereka melancong ke ”Pulau Dewata”. Sabuk waspada kini dikencangkan. Sebagai negara maju dalam bidang pertanian dan peternakan, masuknya PMK ke Australia diyakini bakal menjadi malapateka.
Presiden National Farmers Federation, Australia, Fiona Simson kepada ABC Radio berharap, para traveller jujur dari mana mereka bepergian. Warga Australia diharapkan menyadari betapa mudahnya PMK terbawa. ”Anda tak harus berada di peternakan untuk menjadi pembawa PMK. (Bisa dengan) hanya sedikit kontak dengan sapi atau hewan berkuku belah lainnya, atau bahkan menginjak kotoran hewan di jalan,” ujarnya seperti dikutip abc.net.au, Jumat (8/7/2022).
Kini, asa Indonesia untuk bebas dari PMK, yang pernah diperjuangkan selama 100 tahun dan keberhasilannya bertahan lebih dari 30 tahun, bakal ditentukan seberapa cepat, efektif, dan implementatifnya penanganan. Vaksinasi mesti terus dipacu. Perhatian akan kesehatan hewan juga mesti lebih dientaskan. PMK menghadirkan pelajaran yang sungguh bernilai.