Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat telah terdepresiasi sekitar 4,5 persen dari awal tahun hingga Selasa (5/7/2022). Pelemahan ini juga terjadi pada mata uang sejumlah negara.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat telah terdepresiasi sekitar 4,5 persen dari awal tahun hingga Selasa (5/7/2022). Depresiasi rupiah terjadi akibat penguatan nilai tukar dollar terhadap berbagai mata uang di dunia yang dipicu kebijakan bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), yang menaikkan tingkat suku bunga acuan secara agresif.
Mengutip Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada Selasa adalah Rp 14.990.
Mata uang negara-negara lain juga melemah terhadap dollar AS. Sejak awal tahun hingga awal Juli, mata uang yen Jepang telah terdepresiasi 14,89 persen, won Korea Selatan melemah 8,27 persen, ringgit Malaysia terdepresiasi 5,46 persen, dan yuan China turun 5,15 persen.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede menjelaskan, sejatinya fundamental perekonomian Indonesia dalam kondisi baik. Namun, kuatnya berbagai sentimen global mendorong penguatan mata uang dollar terhadap berbagai mata uang dunia termasuk rupiah.
Sentimen itu dipicu kenaikan suku bunga The Fed yang membuat arus modal keluar (capital outflow) dari Indonesia. Apalagi The Fed masih akan terus menaikkan tingkat suku bunga untuk meredam inflasi di dalam negerinya.
”Berbagai sentimen ini mendorong investor global memindahkan dananya ke aset-aset yang lebih aman dan lebih minim risiko,” ujar Josua yang dihubungi Selasa (5/7/2022).
Arus modal keluar ini salah satunya tecermin dari menurunnya jumlah kepemilikan asing pada pasar surat berharga negara (SBN). Mengutip data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, total kepemilikan asing di pasar SBN selama sebulan terakhir berkurang 18 triliun dari Rp 797,02 triliun pada awal Juni menjadi Rp 779 triliun pada awal Juli.
Meski demikian, lanjut Josua, mengingat fundamental ekonomi Indonesia dalam keadaan baik, ketika sentimen global itu mereda, semestinya nilai tukar rupiah akan kembali pada posisi fundamentalnya.
Josua mengatakan, depresiasi rupiah ini memiliki dampak yang menguntungkan sekaligus merugikan. Pihak yang akan diuntungkan oleh depresiasi rupiah adalah para eksportir. Sebab, mereka bisa memperoleh tambahan uang dari konversi mata uang dollar AS ke rupiah.
Di sisi lain pihak yang akan dirugikan adalah importir. Sebab, mereka akan mengalami kenaikan ongkos secara tidak langsung yang dipicu naiknya nilai tukar dollar AS terhadap rupiah. Apalagi industri manufaktur Indonesia masih sangat bergantung pada impor bahan baku untuk kegiatan produksi.
”Dunia usaha pada dasarnya memerlukan nilai tukar yang stabil,” ujar Josua.
Josua mengatakan, BI diharapkan bisa terus melakukan intervensi di tiga jalur pasar keuangan sehingga bisa menjaga nilai tukar rupiah. Tiga jalur itu adalah pasar spot, pasar domestic nondeliverable forward (DNDF), dan masuk ke dalam pasar obligasi pemerintah atau surat berharga negara (SBN).
Ia menambahkan, cadangan devisa yang cukup tebal bisa dimanfaatkan oleh BI untuk menjaga nilai tukar rupiah. Sampai dengan Mei 2022, cadangan devisa Indonesia sebesar 135,6 miliar dollar AS. Cadangan itu setara dengan pembiayaan 6,8 bulan impor atau 6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menjelaskan, depresiasi rupiah ini salah satunya dipicu oleh kenaikan suku bunga bank sentral AS dan bank sentral lainnya. Kebijakan moneter sejumlah negara itu diambil untuk merespons berbagai perkembangan ekonomi global, seperti perang Rusia dengan Ukraina dan inflasi tinggi di sejumlah negara.
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) masih tetap mempertahankan suku bunga acuan 3,5 persen dan stabil sejak Februari 2021.
”Hal ini membuat selisih antara suku bunga domestik dan suku bunga internasional kian sempit sehingga memicu arus modal keluar dari Indonesia,” ujar Piter dihubungi Selasa.
Piter menjelaskan, dampak dari pelemahan rupiah bisa menjalar ke berbagai hal. Pelemahan rupiah bisa meningkatkan risiko investasi sekaligus menurunkan masuknya investasi asing ke indonesia. Padahal, Indonesia masih membutuhkan investasi, baik secara langsung maupun portofolio untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, pelemahan rupiah juga meningkatkan potensi inflasi di Indonesia. Kenaikan harga barang impor bisa bertransmisi menjadi inflasi. ”Inflasi indonesia bisa meningkat lebih besar dan memangkas daya beli masyarakat. Ujungnya menahan konsumsi dan pertumbuhan ekonomi,” ujar Piter.
Piter menambahkan, sudah saatnya BI menaikkan tingkat suku bunga. Kenaikan suku bunga acuan BI bisa menjadi sinyal bahwa BI tidak akan membiarkan pelemahan rupiah berlanjut. ”Sinyal ini akan menahan perilaku spekulatif yang bisa semakin memperlemah rupiah,” ujar Piter.
Sikap kebijakan
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, BI akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas makroekonomi dan stabilitas keuangan.
”Termasuk penyesuaian lebih lanjut stance (posisi atau sikap) kebijakan apabila diperlukan dan terus memperkuat sinergi dengan pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” ujar Perry.
Ia menambahkan, dunia internasional meyakini fundamental perekonomian Indonesia masih dalam kondisi baik. Hal ini tecermin dari afirmasi peringkat Indonesia pada peringkat BBB+ dengan outlook stabil.
”Ini menunjukkan bahwa di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi, peningkatan risiko stagflasi seiring kenaikan suku bunga kebijakan secara global di tengah ekonomi yang baru pulih, serta makin luasnya kebijakan proteksionisme oleh berbagai negara, pemangku kepentingan internasional tetap memiliki keyakinan yang kuat atas terjaganya stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia,” ujar Perry.